MF.8

2 0 0
                                    

.
|||||
Perasaaan gelisah menimpa hati Nisa. Besok ia akan memulai hidup barunya. Di lingkungan baru, dengan suasana baru dan juga pastinya akan ada banyak orang baru yang akan ia temui. Beberapa hari lalu Nisa bercerita kepada Gita, tentang dirinya yang akan melanjutkan pendidikannya ke sebuah sekolah menengah atas di salah satu pondok pesantren. Gita berteriak terkejut, dan lebih terkejut lagi saat Nisa mengatakan dirinya juga akan masuk pesantren tersebut. Hal yang tak disangka Nisa terjadi, Gita mencemooh keputusan Nisa. Mengatakan bahwa Nisa telah mengambil keputusan yang salah dengan mengirim dirinya sendiri kedalam lingkungan yang penuh aturan yang memuakkan.

Nisa memandang tak percaya Gita. Tak menyangka, Gita mengatakan hal itu. Seharusnya jika dia benar-benar teman yang baik, pasti dia akan mendukung keputusannya.

"Nis, udah disiapin belum?" Suara bu Khadijah membuyarkan lamunan Nisa.

"Kalau nanti Nisa gak betah gimana bu? Kalau Nisa kangen, pengen ketemu ibu gimana?" Bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, Nisa beruntun bertanya.

Bu Khadijah tersenyum maklum mendengar pertanyaan Nisa.
"Kamu ini Nis, kayak gak biasa nginep di tempat lain. Biasanya juga sering nginep di rumahnya bulek mu. Anggap aja sekarang juga gitu."

"Tapi kan beda bu, Nisa gak kenal siapa-siapa disana?"

"Yo kenalan to, cari teman yang banyak disana?"

"Ih ibu,"
"Kalo mereka jahat gimana?"

"Hush, ngawur kamu. Disana pesantren Nis."

"Iya, tapi kan nanti kalo ada kakak senior yang jahat gimana?"

"Halah,  kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Wis cepat beres-beres udah malam ."

Dengan patuh Nisa kembali mengemasi baju-baju yang akan ia bawa. Kemudian beranjak tidur mengistirahatkan dirinya. Berharap besok bisa menjalani kehidupan barunya dengan baik.

"Bismika allahumma ahya wabismika amuut."

||||||||||||

Mobil sedan yang dikendarai pak Sapto mulai berjalan meninggalkan rumah. Pak Sapto sengaja meminjam kendaraan roda empat untuk mengantar sang putri. Di kursi depan ada bu Khadijah, lalu di jok belakang ada Nizam dan Nisa. Mereka akan menuju pesantren Al-Hikmah. Tempat Nisa akan mencari ilmu agama secara lebih mendalam.

Tepukan keras Nisa rasakan saat dirinya tengah memandang riuhnya jalanan. Siapa lagi pelakunya, tentu saja Nizam.

"Ngelamun ae Nis. Lihat opo se?"

"Ih, gak ngelamun."

"Wis niat urung ki mau sebelum berangkat?"

"Belum, emang gimana niatnya."

"Astaghfirullah, gitu aja tanya."

"Lah emang Nisa gak tahu."

"Yo niat Nis. Gini, tiruin ya." Nisa mengangguk patuh.

"Bismillahirrahmannirrohim," Nisa mengikuti ucapan Nizam.

"Saya niat mencari ilmu karena Allah ta'ala."

"Astaghfirullah, Nisa kira niatnya pake nawaitu. Kalau yang begitu mah udah."
Nizam mencibir tak percaya. Membuat Nisa menjadi kesal. Melihat hal itu Nizam justru semakin berniat mengusili Nisa. Nizam menarik kuat pipi Nisa yang sangat berisi itu.

"Aw, Bang Niz...." pekikan Nisa tertahan karena Nizam yang menyodorkan sesuatu.

"Nih, kado buat kamu. Karena kamu udah mau masuk pesantren."

Nisa tersenyum senang mendengar ucapan sang kakak. Dengan semangat dia mengambil kotak kecil yang berbungkus kertas kado, dan ingin membukanya.

"Heh, nanti aja bukanya kalau udah di pondok." Ucap Nizam dan langsung merebut kembali kado tersebut yang sudah sobek, sedikit.

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang