MF.9

0 0 0
                                    

||||||||||||

"Annisa, baru lulus SMP tahun ini ya?" Ning Ana bertanya pada Nisa yang berada di sampingnya. Nisa yang semula berjalan sambil menunduk, mulai mendongakkan kepalanya menatap Ning Ana yang tengah menatapnya dengan senyum manis.

"I-iya, kak eh ning." Jawab Nisa kikuk.

"Kalau gak nyaman panggil gitu, panggil 'kak juga gak papa kok."
Nisa hanya mengangguki ucapan ning Ana.

Setelah berjalan melewati gang kecil tersebut, Nisa akhirnya bisa melihat bangunan dua lantai dengan pintu-pintu yang berjejer.

"Itu Asrama putri, setiap kamar untuk lima sampai enam orang." Jelas Ning Ana, "yang sana aula untuk mengaji rutin selepas maghrib." Jari Ning Ana menunjuk pada bangunan yang terpisah dari bangunan lantai dua yang Nisa lihat. Lalu pandangannya pada masjid besar yang berada di sebelah aula.

"Aula itu untuk santri putri sedangkan santri putra akan menyimak di dalam bangunan masjid." Ning Ana menjelaskan dengan rinci. Dan Nisa yang merasa sungkan hanya bisa mengangguk dan tersenyum.

"Assalamu'alaikum Ning Ana." Tiga orang santri menyapa dan menunduk pada Ning Ana.

"Wa alaikum salam warahmatullah, kalian mau kemana?"

"Mau ambil kiriman Ning, di kantor." Jawab salah satunya.

"Begitu ya, ini kenalkan Annisa. Santri baru disini."

"Asslamualaikum, salam kenal Annisa. Aku Jannah." Perempuan berlesung pipit itu mengulurkan tangannya.

Bola mata Nisa sedikit membesar, mendengar nama perempuan itu. Dia pun tersenyum dan menjabat tangan Jannah.

"Waalaikum salam. Aku Nisa. Annisatul Jannah."

"Wah, nama kita sama. Semoga kamu betah ya di sini." Jannah berseru senang.

"Iya."

"Kenalin aku Salamah. Biasa dipanggil Sasa." Perempuan berkulit sawo di samping Jannah memperkenalkan diri. Diikuti satu orang lagi yang bernama Lathifa. Seperti namanya, suara juga laku Lathifa terlihat lembut di mata Nisa.

"Nisa masuk kamar mana Ning? Masuk kamar kita aja, gantinya mbak Khusnul yang kemarin boyong."

"Belum tahu Jannah, Nisa baru saja datang. Kalau kamar kalian memang ada yang kosong, nanti saya usulkan kepengurus."

"Wah, semoga kita satu kamar ya Nis."

Nisa hanya mengangguk dan mengamini dalam hati. Melihat bagaimana ramahnya mereka sepertinya Nisa akan meresa nyaman.

"Kalau begitu kami pamit dulu Ning, Nisa. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

|||||||||

Setelah berkeliling melihat suasana pesantren, Ning Ana dan Annisa kembali. Di dalam ruang tamu, para orang tua masih terlihat asyik berbincang. Di samping Kyai Musa kini ada perempuan dengan senyum teduhnya. Nisa menebak itu adalah istri dari Kyai Musa dan ibu dari ning Ana.

"Assalamualaikum." Ning Ana mengucap salam.

"Waalaikumsalam."

"Udah diajak keliling Na, Nisanya?" Tanya Bu Nyai Masrifah.

"Sampon, umi. Mungkin Nisa udah kelelahan."

"Minum dulu nduk, dari tadi belum sempat minum ya."

Nisa hanya mengangguk pelan. Ia pun menerima segelas teh yang ibunya berikan.
Pembicaraan terus berlanjut antara pak Sapto dengan Kyai Musa. Bu Khadijah dan Bu Nyai Masrifah sesekali juga terlibat. Sedangkan Nizam, sejak Nisa kembali tadi sudah tidak ada. Bu Khadijah berkata kalau anak sulungnya tengah menemui salah satu pengurus pondok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang