MF.7

1 0 0
                                    

||||||

"Zam administrasinya sudah semua to?" Tanya bu Khadijah tanpa mengalihkan pandangannya. Beliau sedang membereskan segala kebutuhan Nisa selama dirawat. Setelah pemeriksaan tadi siang dokter mengatakan kalau keadaan Nisa sudah membaik. Nisa bahkan sudah diizinkan pulang.

Nizam yang sedang berdiri di samping pintu kamar mandi karena menunggu Nisa berganti pakaian, menegakkan tubuhnya.

"Enggeh bu sampun." Jawabnya. Tak lama suara pintu kamar mandi terbuka. Nisa sudah mengganti pakaiannya. Baju berbahan kaos yang longgar dan rok panjang hitam kini ia kenakan. Tak lupa jilbab navy menutup rapat rambutnya.
Nizam terus mengawasi pergerakan Nisa. Takut tiba-tiba adiknya itu merasa lemas yang bisa membuat tubuhnya oleng.

"Masih banyak bu yang mau diberesin?" Tanya Nisa bermaksud membantu sang ibu.

"Ndak Nis, ki wis mari."
"Wis duduk ae nanti sakit lagi." Cegah bu Khadijah saat Nisa akan membantunya.

"Rizqi belum kesini tah Zam?"

"Katanya barusan sampe. Ini Nizam sms." Baru saja Nizam mengatupkan bibirnya, Rizqi tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya.

"Assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam. Loh Qi udah datang to, maaf yo ibu lagi-lagi ngerepotin kamu."

"Ndak papa bu, gak ngerepotin sama sekali. Kebetulan Rizqi juga lagi nganggur."
"Ini mana aja barang-barangnya yang mau dibawa?" Tanya Rizqi.

"Udah ndak usah Qi, kamu duduk aja biar Nizam yang angkat cuma sedikit barangnya."

Selesai mengemas semua keperluan selama di sini. Mereka mulai berjalan meninggalkan ruangan. Tak lupa bu Khadijah berpamitan pada pasien lain yang ada di ruangan ini. Memasuki mobil Rizqi, bu Khadijah duduk di bangku belakang bersama Nisa. Sedangkan Nizam duduk di samping Rizqi.

Beberapa menit berlalu mobil Rizqi akhirnya berhenti di depan pagar rumah Bu Khadijah. Pak Sapto yang berada di dalam rumah bergegas keluar mendengar suara mobil yang telah berhenti. Membuka sedikit pagar besi tersebut, pak Sapto bergegas membantu sang istri yang tengah menuntun Nisa. 

"Alhamdulillah,  anak bapak sudah pulang."

Nisa yang mendengar ucapan pak Sapto langsung bergegas memeluk pak Sapto. Dengan manja Nisa berjalan sambil menyandarkan kepalanya pada pundak pak Sapto. Membuat bu Khadijah menggelengkan kepalanya.

"Halah,  kumat manjanya." Cibir Nizam.

Nisa tak menanggapi cibiran Nizam tersebut.

|||||||||

Semua makanan telah terhidang rapi di atas meja makan. Sesuai permintaan Nisa yang merequest beberapa masakan pada bu Khadijah. Ayam kecap, capcai kering dan sambal bajak. Mata Nisa berbinar melihat semua makanan tersebut.

"Orang lain kalau lihat kamu pasti bakalan gak percaya Nis,  kalau kamu habis keluar dari rumah sakit." Nisa menolehkan  kepalanya melihat kepada seseorang yang baru saja berbicara. Siapa lagi kalau bukan Nizam. Mata Nisa menatap tajam pada sang kakak yang terlihat tidak acuh.

"Halah wis kok malah ribut. Ayo Nis,  cepat duduk makan." Suruh bu Khadijah yang dipatuhi oleh Nisa.

Dengan semangat 45 Nisa  mulai mengambil nasi beserta lauk pauknya. Tentu saja setelah kedua orang tua serta abangnya mengambil. Tanpa babibu lagi Nisa pun menyendokkan nasi kedalam mulutnya. Namun baru saja Nisa membuka mulutnya, suara Nizam terdengar.

"Baca doa Nis!" Tegur Nizam, "ndak salah to aku nyuruh kamu mondok,  hal gini aja kamu masih perlu diingetin."

Nisa menghembuskan napasnya sedikit kasar. Hatinya sedikit tak terima mendengar teguran Nizam. Dengan suara pelan Nisa membaca doa lalu memulai makan. Nafsu makannya tiba-tiba berkurang.

Selesai membantu bu Khadijah mencuci piring, Nisa langsung bergegas menuju kamarnya. Suara riuh pembicaraan abangnya dengan beberapa temannya terdengar. Hal itu sudah biasa terjadi. Hampir setiap minggu Nizam akan membawa teman-temannya untuk bertamu di rumah. Tak hanya bertamu beberapa teman Nizam juga bahkan sering menginap. Itu mengapa Nizam sering menegur cara berpakaian Nisa.

"Nis mau kemana?

"Kekamar bu, mau istirahat."

"Bilang abangmu dulu suruh ajak teman-temannya makan. Ibu kan tadi masak banyak."

Nisa memajukan sedikit bibirnya. Sebenarnya ia sangat malas melakukan apa yang disuruh ibunya. Dengan berat hati Nisa melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Terlihat lima pemuda termasuk abangnya disana.

"Alhamdulillah bidadariku wis balik dari rumah sakit to. Masya Allah tambah ayu calonku iki." Celetukan itu membuat Nisa semakin merasa sebal.

Semua tertawa mendengar ucapan Rohim. Teman Nizam satu ini selalu membuat Nisa bergidik ngeri. Selalu menyebut tentang masa depan yang membuat Nisa memutar bola matanya malas.

"Kamu kok yo loro barang Nis mikir opo sih? Sini loh tak bantuin mikir." Celetuk Rohim lagi.

"Mikir pean iku cak,  kapan ya bisa minggat dari sini, gak usah kesini lagi gitu."

"Lah ojo ngunu to Nis, entar aku minggat kamu kangen."

"Ih males, wis males ngomong karo pean."

"Kamu Nis masih aja ladenin Rohim." Kalo ini suara Faruq teman Nizam lainnya. Tak hanya ada Rohim dan Faruq di ruang tamu tersebut juga ada Haris dan tak lupa Rizqi.

"Bang kata ibu suruh ajak mereka makan."

"Alhamdulillah, bidadariku iki paling tahu yo kalau aku ini laper."

Semua kembali terkekeh mendengar sahutan Rohim.

"Kebelakang sana rek,  cari sendiri ya kayak biasanya."

Rohim, Harus dan Faruq langsung bergegas menuju dapur. Menyisakan Rizqi yang masih fokus dengan laptopnya sedari tadi.

"Kamu ndak makan Qi?" Tanya Nizam, membuat Rizqi mengalihkan pandangannya.

"Wis tadi."

"Heh Nis mau kemana?"

"Tidur, Nisa ngantuk."

"Tuh mumpung ada Rizqi disini kamu bisa tanya-tanya tentang pesantren Al-Hikmah."

"Lah, kamu jadi mondok disana Nis?" Tanya Rizqi pada Nisa.

"Iyo, napa?!" Sembur Nisa.

"Akhirnya tobat juga yo kamu Nis." Ucap Rizqi diakhiri dengan tawa lantangnya.  Nisa yang mendengarnya semakin menggeram marah. Sedangkan Rizqi semakin tertawa.

"Halah,  paling juga nanti gak betah di pondok."

"Ojo gupuh mulih ae Nis, sing istiqomah." Nasihat dari Rizqi hanya dianggap angin lalu oleh Nisa.



||||||||||||||

Sulawesi Tenggara,15'April21

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang