Cantik -Episode Dua Puluh Empat🍃

86 7 22
                                    


Karena istri ibarat pakaian dari suami. Mau cantik atau jelek, mau baik atau buruk, mau rapi atau tidak, suami akan tetap mengenali barang miliknya.

💦


Shireena mematung di tempat. Ia tidak bergerak barang sedikitpun, mengangkat kepalanya juga tidak. Entah mengapa ia terlalu takut menatap Rafqis–––padahal pria itu masih Sah menjadi suaminya.

Ia hanya bisa menggerak-gerakkan matanya menatap lantai keramik dingin berpantulan perawakan tubuh Rafqis. Cahaya lampu yang terang benderang membuat Shireena jelas melihat betapa mereka sedang saling tatap. Bukan–––maksudnya Rafqis yang nenatap dirinya sekarang.

Gamis hitam yang terbalut di tubuhnya ia genggam disisi kuat-kuat seolah takut baju itu hanyut terbawa air. Begitu juga hatinya. Ia menekan perasaan rasa rindunya kuat-kuat agar tidak sampai berlabuh ke pelukan pria itu.

"Mau kamu memakai cadar atau menyamar bagaimanapun, saya tetap mengenali milik saya" Rafqis mendekat satu langkah. "Kamu adalah pakaian saya, tidak mungkin saya tidak mengenali apa yang telah menjadi milik saya" Rafqis melabuhkan sebuah pelukan di tubuh Shireena yang tetap dengan kepala menunduk.

Shireena merasakan Rafqis memeluknya sangat erat sepeeti tidak berjumpa satu tahun. Padahal hanya nyaris mendekati–––setengah bulan.

"Rindu" kata itu membuat tubuh Shireena menegang. Ingin sekali ia membalas pelukan hangat Rafqis akan tetapi ia memilih melepaskan secara lembut.

"Maaf–––aku tidak mengenali anda" dia berjalan cepat menuju ruang tamu dengan kepala yang masih tetap menunduk. Sesampainya disana ia mencari tempat duduk di samping kanan Ghea.

Abah, Ibu juga Ghea sempat terkejut dengan Shireena yang datang tiba-tiba mencari posisi. Kemudian Ghea mengenggam tangannya dengan seutas senyum, terlihat dari lengkungan bulan sabit dari matanya.

"Bagaimana, kita lanjutkan acara ta'aruf ini? Apakah Rafqis memiliki pertanyaan perihal Ghea?" Galih bertanya setelah ia melihat Rafqis duduk dengan senyum menawan. Baju batik bercorak abstrak di padu padankan dengan kacamata bulat berkaca bening bertengger di hidung mancungnya. Meski wajahnya masih terlihat pucat, aura wibawa juga ketenangan itu masih jelas terlihat.

"Ada..," Rafqis mengatur duduk menatap Galih dengan fokusnya. "Jika sewaktu-waktu suami Ghea meninggal, apakah Ghea akan menikah lagi?"

Galih bersama istrinya menatap bingung. Tak luput dari Ghea yang mendebarkan hati. Tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan ini. Setau Ghea pertanyaan perihal ta'aruf adalah soal bagaimana sholat, pendidikan serta visi dan misi rumah tangga. Bukan soal hidup dan mati. Sejatinya tidak ada yang tau kapan kematian itu akan datang, tabir ghaib yang hanya Allah saja yang tau.

Ghea belum pernah merasakan memiliki suami, juga menjadi istri namun jawaban yang akan ia berikan apakah dikatakan egois?

"Ana pasti akan menikah kalau masa iddah ana habis. Bila ana sudah memiliki anak, anak ana juga butuh figur seorang ayah. Bila mana ana egois dan mengatakan ana tidak menikah lagi sepertinya ana merencanakan kalau ana akan menjadi janda." helaan nafas berat itu Ghea hembuskan perlahan. Kalimat dzikir dari balik niqab yang menutupi seluruh wajahnya dan hanya menyisahkan mata yang dapat terlihat.

"Ana juga tidak tau akan dipersatukan dengan ikhwan yang mana. Yang ana tau, ana menawarkan diri dari jalur yang Allah ridho'i sebab ana memang ingin menjalankan sunnah Nabi Allah. Yang kalau ana benci, ana bukanlah termasuk bagian dari umatnya. Jika ana sudah merasakan mampu untuk menikah, tidak ada salahnya ana menjemput jodoh ana. Selebihnya Allah yang memutuskan. Ana yakin Allah akan membuka jalan lebar selama niat ana baik"

Cantik - Rahasia Di BALIK NIQAB || Edisi Revisi📝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang