Chapter 4

927 138 38
                                    

Disclaimer :

Naruto : Masashi Kishimoto

Happy Reading 😉


🌼

🍁

🌼

🍁

Tangan Hinata terus mencengkeram erat pinggang Pein mencari pegangan kuat agar tidak jatuh dari motor tak ketinggalan bibirnya terus merapal kan doa kepada Tuhan agar malaikat pelindung terus menjaga dan malaikat maut tidak datang menjemput karena masih banyak hal yang ingin dilakukan Hinata sebelum pergi menyusul sang ibu ke nirwana.

“Aku mohon....pelan-pelan....” Lirih Hinata berharap perkataannya di dengar Pein.

“Pegangan yang kuat jika tak mau jatuh dan terluka.” Sahut Pein memperingatkan sang kekasih.

Reflek tangan Hinata semakin kencang memeluk erat pinggang Pein mencari aman sekaligus selamat dan diam-diam tanpa disadari Hinata kalau ternyata Pein tersenyum senang di balik helm hitamnya.

Dan akhirnya penderitaan Hinata berakhir juga setelah lebih dari tiga puluh menit Hinata berada di ambang kematian karena di ajak mengebut.

“Kita sudah sampai.” Katanya seraya mematikan mesin motor.

Pein tersenyum kecil karena Hinata belum juga melepaskan pegangannya di pinggang. “Sampai kapan kau akan terus memelukku.” Godanya memegangi tangan Hinata.

“Ekh!” Hinata tersadar dan buru-buru melepaskan dekapannya di pinggang Pein. “Ma-maaf...” Cicitnya malu.
Pein tersenyum sekilas seraya membuka helm.

Kedua kaki Hinata gemetaran ketika turun dari motor memberikan helm yang dipakainya pada Pein.

Saat mata bulan Hinata menatap ke depan sebuah kafe ekslusif berdiri kokoh di hadapannya bukan sebuah kedai makan yang tadi dibicarakan oleh Pein saat di parkiran sekolah.
Hinata sampai harus mengucek-ngucek kedua matanya takut salah penglihatan tapi beberapa kali mencoba tetap saja sebuah kafe mewah didepannya tidak berubah menjadi sebuah kedai makanan.

“Apa kita tidak salah tempat?” Tanya Hinata ragu menatap ke arah Pein yang berdiri disampingnya.
“Tidak.” Jawab Pein mantap.

“Ta-tapi ini bukan kedai. Lihatlah di sana tertulis ‘Moon Blue Kafe’.” Kata Hinata memberitahu takut kalau pemuda bersurai oranye ini salah tempat.

“Benarkah?! Tapi dia bilang padaku ini adalah kedai.” Sahut Pein santai membuat Hinata menghela nafas berat.

“Sebenarnya dia bisa membedakan mana kedai atau kafe tidak sih?!” Pikir Hinata kesal.

Pein mengulurkan salah satu tangannya pada Hinata. “Ayo.” Ajaknya masuk.

Hinata terdiam bingung ketika Pein mengulurkan tangan, apakah harus meraihnya atau tidak.

“Apa perlu aku menarik paksa tanganmu.” Erang Pein kesal karena Hinata malah diam saja tidak merespon.

“Ti-tidak perlu.” Sahut Hinata takut.
Hinata meraih tangan Pein, lalu berjalan masuk kedalam kafe sambil bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih pada umumnya walau nantinya menimbulkan kehebohan karena Pein datang bersama Hinata yang berstatus sebagai pacar.

My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang