Di sinilah kami sekarang, kantin. Walaupun kami sudah jauh lebih dekat dibandingkan dengan pertemuan kami yang pertama, tetap saja masih terasa canggung jika harus makan berdua.
"Mau pesen apa?" tanya Arvind
"Ngikut lo aja deh"
"Lo suka pedes nggak?"
"Mmm... Nggak"
Bukannya tidak suka, hanya saja aku tidak bisa memakan makanan yang pedas.
~~
Setelah beberapa menit memesan kini dua porsi makanan sudah ada di hadapan kami. Dua mangkok bakso yang tampak begitu nikmat.
"Vind.. lo gila ya?" tanyaku
"Lha kenapa nih?"
"Kuah sampe merah gitu! Lo cabein berapa kilo?"
"Yee, gue kalo makan bakso emang gini, Rin. Gak enak kalo gak pedes haha"
Percakapan tidak penting itu hanya berlangsung sebentar, karena sedetik kemudian kami sudah disibukkan dengan hidangan masing-masing. Tidak ada yang membuka pembicaraan selama kami makan. Sampai kemudian...
"Arin.." sapa Keisha dari jauh
Aku hanya melambaikan tanganku dan mengisyaratkan agar dia datang dan duduk bersamaku.
"Hai, Vind" ucap Keisha sambil mendudukkan dirinya di sampingku
"Oh hai" jawab Arvind yang masih sibuk dengan makanannya
"Vind, ini Keisha yang bakal jadi model lo ntar" kataku
"Mmm, jadi ini orangnya. Bagus deh" katanya sambil mengalihkan pandangan ke Keisha "mohon bantuannya ya, Keisha" lanjutnya dengan menjulurkan tangan
"Pasti" balas Keisha mempertemukan tangan mereka dengan senyumannya yang selalu saja manis.
~~
Matahari sudah mulai malu menampakkan dirinya lagi, langit yang tadinya jingga sudah terlihat lebih gelap sekarang dan tentu saja aku sudah pulang. Aku dan kamarku adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan jika sudah berada di rumah. Perlu kalian tahu, aku adalah jenis manusia yang suka mengurung diri untuk kesibukanku sendiri, entah mengapa hal itu serasa sangat menenangkan. Aku juga sering menutup diri dengan apa-apa yang terjadi kepadaku, terutama pada keluargaku sendiri. Aku hanya tidak mau mereka khawatir lagi kepadaku. Itu saja.
"Gawat, aku melupakan satu hal tadi!" teriakku tiba-tiba karena teringat satu hal penting yang terlupakan "seharusnya aku mengunjungi Vania, bukan?" sambungku
Ah gadis itu ya...
[Flashback On]
"Arin, bisa kau ambilkan aku menteganya?"
"Tentu saja" kataku "ini..." sambil memberikan sekotak mentega pada Vania
"Terima kasih" jawab Vania
"Sama-sama, hmm tapi Van, apa kau yakin kak Aji akan suka?"
"Wah apa sekarang kau meragukan kue buatanku?"
"Ah tidak, bukan begitu Vania. Maksudku-" belum selesai dengan perkataanku, Vania sudah berhasil memotongnya
"Hei aku hanya bercanda, tentu saja kakakmu akan menyukainya. Kak Aji kan suka yang manis-manis seperti dirimu hahaha"
"Waaww, luar biasa sekali ucapanmu itu"
Hari ini, kakakku, orang paling tampan kedua setelah Papa berulang tahun dan sekarang kami sedang mempersiapkan kue untuknya, sebelumnya aku tidak pernah membuat kue, apapun jenisnya. Tapi Vania sangat ahli, sejak kecil dia sudah sering membantu Mamanya yang memiliki toko kue di kota tempat kami tinggal.
Setelah beberapa jam, kue yang sudah kami usahakan akhirnya selesai dan kini kami tengah mempersiapkan meja makan dan sebagainya. Saat ini di rumahku hanya ada kami berdua karena Papaku sedang bekerja dan Mamaku juga ada kegiatan dengan ibu-ibu kompleks, sedangkan Kakakku masih kuliah. Belum selesai kami menyiapkan yang lainnya pintu depan rumah sudah terbuka dan menampakkan sesosok lelaki tinggi nan tampan yang saat ini kedatangannya sungguh tidak diharapkan. Kalian pasti tau kelanjutannya, ya, pada akhirnya pesta kejutan kami gagal karena Kak Aji pulang lebih awal dari yang dijadwalkan. Meskipun begitu dia sangat menyukai kue buatan kami dan hadiah yang sudah kami persiapkan.
Kejadian itu adalah salah satu dari begitu banyak kenangan yang sudah kulalui bersama gadis malang itu. Dia sangat menyayangi keluargaku, karena baginya hanya bersama kamilah dia bisa merasakan apa itu keluarga yang sesungguhnya. Vania adalah seorang gadis kecil yang begitu hebat menurutku, terlebih saat aku mengetahui kebenaran setelah kematiannya dari Papaku.
Papaku mengatakan bahwa orang tua Vania telah bercerai sejak ia masuk SMP dan sejak saat itu pula hak asuhnya dipegang oleh Mamanya. Bermula dari perceraian itulah, masa kecilnya yang dulu tampak begitu indah dan menyenangkan berubah menjadi sangat suram ketika ia remaja. Hal paling menyakitkan yang kudengar tentangnya adalah ketika Mamanya sering membawa pria yang tak dikenalnya ke rumahnya hanya untuk sekedar tidur bersama dan memuaskan hasratnya masing-masing.
Hari demi hari yang kulalui dengannya terlihat seperti baik-baik saja tanpa kusadari jika beban mental yang ada di pundaknya begitu berat. Kasih sayang dari seorang ibu yang dulu sempat ia rasakan kini tidak pernah memihaknya lagi. Mamanya hanya sibuk dengan pekerjaan dan yang ada dipikirannya hanyalah uang, uang dan uang tanpa memerdulikannya lagi. Selain itu, kata pelacur juga mungkin pantas disematkan untuk Mamanya, mengingat tiap hari berganti malam selalu saja ada lelaki asing di rumahnya.
Ada hal lain juga yang membuatku begitu terkejut, kematiannya akibat gagal jantung itu ternyata merupakan pilihannya sendiri. Sudah hampir setahun Vania mengonsumsi obat anti-depresan hingga akhirnya mendapatkan penyakitnya itu. Perlu kalian tahu jika Vania adalah sahabat terbaikku sejak duduk di bangku SMP. Vania selalu membela dan melindungiku ketika ada teman yang mengejekku karena penyakitku, kata-kata seperti "dasar anak penyakitan!" bukan hal yang baru lagi untuk pendengaranku ini. Dia juga selalu ada di sampingku kapanpun aku membutuhkannya. Hanya aku yang terlalu bodoh karena tidak pernah tahu jika dia selalu membutuhkanku. Tapi kini, semua itu hanyalah masa lalu.
Aku sering menghabiskan malam di taman belakang rumahku bersamanya hanya untuk melihat bintang. Duduk bersama di kursi kayu dengan sebuah meja di antara keduanya. Secangkir minuman hangat juga tidak pernah terlewatkan untuk kami berdua nikmati. Tapi sekali lagi, semua ini sudah tersimpan rapi menjadi kenangan.
[Flashback Off]
"Hahh.. hanya buku ini yang kupunya tentangmu gadis cantik" gumamku yang kemudian meringkuk ke dalam selimut hingga tertidur pulas.
.
.
.
Happy reading:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Tragedy
Teen Fiction(20.04.19) sebuah daun kering hanya bisa mengikuti apapun yang dihembuskan oleh sang angin, menimbulkan sebuah takdir yang bahkan tak diketahuinya. Entah berakhir mengenaskan atau dibawa sang angin ke tempat yang indah, kita tidak pernah berakhir di...