Dikta menautkan alisnya bingung, sedari tadi Prilly menghalangi langkahnya, ketika ia ingin kekiri, badan Prilly juga ikut bergeser kekiri, begitupun ketika dikanan. Gadis itu tampak tersenyum menatap Dikta, senyum yang membuat hati Dikta menghangat, senyum yang membawa kebahagiaan untuknya.
Gadis itu masih bisa tersenyum lebar setelah dia menolak Dikta."Kau mau kemana lagi? Hari sudah hampir malam. Jangan meninggalkanku Dikta ..."
Prilly menatap Dikta memohon. Tadi setelah melihat Dikta menuju pintu Prilly dengan cepat menghalangi langkahnya, tak membiarkan lelaki itu terus menerus menghindarinya. Prilly tau Dikta pasti kecewa, tapi mau bagaimana lagi, itu adalah keputusan yang paling tepat."Aku mau pergi sebentar," ucap Dikta ingin melangkah kembali.
"Etsss!! Aku tak akan membiarkanmu pergi meninggalkan ku Dikta! Tak tahu kah kau bahwa aku sedih ketika kau mengacuhkanku?!"
"Apa kamu juga gak tau kalau hatiku sakit waktu kamu gak menerima ajakan ku untuk menikah?!! APA KAMU GAK TAU?!!"
Dikta menatap Prilly nyalang, ia sudah terbawa emosi karena penolakan gadis itu. Dan puncaknya ia secara tak sadar membentak Prilly yang membuat gadis itu mundur selangkah, punggungnya menyentuh pintu."Inikah bukti kalau kau mencintaiku?"
Prilly mendongak menatap Dikta, air mata menggantung siap meluncur dari kedua matanya. Melihat itu Dikta melepas kacamata dan mengacak rambutnya. Entah keberapa kali dirinya membuat Prilly menangis.
Ia maju mendekap tubuh mungil gadis itu, mencium pucuk kepalanya dengan sayang."Maafin aku sayang ... Aku cuman terlalu kecewa. Apa kamu belum siap? Oke akan aku tunggu sampai kamu siap. Aku akan nunggu sampai tiba waktunya."
Dikta memejamkan matanya, menghirup aroma tubuh Prilly yang ia rindukan."Sampai tiba waktunya aku pergi Dikta, maafkan aku." ucap Prilly membatin.
Mereka masih berdiri berpelukan ditempat yang sama, saling melepas rindu, menyalurkan cinta yang terikat dihati keduanya, membiarkan takdir berkata, waktu demi waktu yang terus berjalan tanpa mereka ketahui seperti apa kedepannya.
Dikta dan Prilly saling melempar senyum, hingga gejolak didalam dada yang merasuki Dikta. Ia mendekatkan wajahnya dengan perlahan hingga tubuh keduanya juga merapat. Ciuman pertama yang memabukan untuk keduanya, kedua tangan Prilly menggantung dileher Dikta ketika lelaki itu mengangkatnya dan membawanya kedalam kamar Prilly. Dikta merebahkan tubuh gadis itu dan menindihnya. Setelah beberapa saat Prilly melepas bibir mereka dengan paksa karena stok oksigennya mulai menipis. Ia terengah-engah sambil menatap Dikta yang tersenyum.
Wajah Prilly merah padam. Dikta tertawa dan semakin mengurung Prilly dalam kungkungannya."Mengapa kau tertawa? Kau kira peri tidak bisa berciuman?"
"Hahaha, iya-iya peri cerewet."
Dikta bangkit dari tubuh Prilly, sebelum itu sempat-sempatnya mencium kening Prilly kilat dan berjalan menuju pintu.
"Kau ingin pergi lagi?" tanya Prilly menatap Dikta yang menjauh.
Tangan Dikta terhenti ketika ingin meraih gagang pintu. "Aku mau mandi sayang, kamu masak, gih! Yang enak ya!"
Prilly mengangguk sambil tersenyum. Ia memejamkan matanya membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu. Ia harus mengumpulkan moment bahagia sebanyak-banyaknya dengan Dikta. Sebelum waktu berakhir dan ia tak akan merasakannya lagi.
*****
Hari ini hari terakhir Prilly tinggal didunia manusia, ayahnya akan menjemputnya pulang kembali kedunia peri. Memikirkan perpisahannya dengan Dikta membuat dia melamun sambil memainkan busa sabun.
Kebiasaan baru yang dia sukai selama menjadi manusia adalah berendam di bath up dengan busa-busa sabun selama berjam-jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miraculous
FantasíaPradikta Trigunawan. umur 28 tahun. Tampan, bertato, dan berkacamata. Selebgram. Penyanyi. Tapi yang harus kalian ketahui, dia sudah dimiliki seseekor spesies tak tau diri bernama Jimbon Trinuele. "Hidupku sudah teratur, tenang, nyaman, dan tentram...