[23]

56 9 16
                                    

Dino dan Raeyun tertawa bersama saat keluar dari perpustakaan. Saling memaki dan meledek senior mereka yang marah-marah tadi. Melempar ejekan yang menjadikan mereka kompak saat ini.

"Ku kira kau tidak suka menjelekkan orang lain. Ternyata kau lebih parah dariku." Kata Raeyun.

"Habis aku jengkel juga padanya. Sudah tidak kenal, galak lagi. Kerjaannya mengomeli semua orang yang menurutnya salah. Tidak jelas." Balas Dino.

"Apalagi jika aku ingat bagaimana cara dia memarahi dan mengusirmu saat itu. Arh.. mungkin itu awal pertama kali aku jengkel padanya. Tidak seharusnya dia marah-marah seperti itu. Dan kau tau, ternyata dia bukan pengurus perpustakaan. Hanya menggantikan adiknya, Meini saat itu. Menyebalkan sekali." Lanjutkan omelan Dino membuat Raeyun diam seribu bahasa. Tertawa pun jadi terasa aneh dengan dadanya yang tiba-tiba berdebar.

"Kok diam?"

Raeyun segera mengabaikan segala perasaannya dengan tertawa kecil. "Tiba-tiba lagi mengingat. Apa dimukanya sudah ada kerutan? Orang yang marah-marah, biasanya kan lebih cepat tua."

"Kau tidak ingat? Saat dia duduk di depan kita, dikeningnya ada garis-garis kerutan saat dia marah."

Raeyun menyunjingkan senyum. "Kau sudah dendam pribadi ini namanya. Sampai memperhatikan detail seperti itu. Jangan-jangan saat kesal denganku, begini juga lagi?" Tuduh Raeyun.

Dino menautkan keningnya sambil menggerakan mata untuk mengingat-ingat kejadian saat bertemu dengan Raeyun. "Sepertinya iya. Hanya saja aku lebih banyak mengumpat karena ya.. Bagiku kau itu hanya orang yang salah jalan saja. Karena kau juniorku, jadi ku anggap kau masih butuh mengarahan. Sedangkan dia kan senior, harusnya lebih bisa menjaga emosi."

Gigi Raeyun saling beradu menahan marah. Dia masih dianggap anak kecil oleh anak kecil. Ingin rasanya Raeyun menggigit tangan Dino sekarang. Memangnya dia sudah cukup dianggap senior? Masih sama-sama junior juga.

Mengabaikan Raeyun dalam dendam pribadinya dengan pria itu, Dino dengan santai mengambil ponselnya yang bergetar pada saku celananya. Menemukan pesan dari Deulin yang baru masuk. Tidak menunggu waktu lama untuk Dino membacanya dan langsung menyetujui apa yang diminta gadis itu.

"Kau mau ikut?" Ajak Dino. Tumben mau mengajak Raeyun. "Deulin memintaku memilih bunga yang dibutuhkan untuk acara pertunangannya, sekalian mengambil cincin tunangan mereka."

"Kenapa kau jadi kau yang ikut mengurus?"

"Memangnya kenapa? Aku kan mau membantu mereka. Lagipula sekarang mereka lagi fitting baju dan repot mengurus yang lain. Aku tidak mau Deulin jadi drop karena kelelahan." Kata Dino. Perhatian inilah yang membuat Raeyun jadi cemburu pada Deulin. Jadi seperti dia ingin diperhatikan juga oleh Dino. Tapi kenyataannya tidak begitu. Mungkin(?)

"Jadi mau ikut tidak? Atau kau masih ada kelas?"

"Aku ikut. Aku tidak ada kelas lagi, tapi nanti antar pulang." Cengir Raeyun.

°•♡•°

"Kau tunggu di sini saja. Biar aku yang beli bunganya sendiri. Nanti kita dikira orang pacaran lagi." Suara Dino masih terdengar jengkel karena mengingat pertanyaan pelayan di toko perhiasan yang mengotot mengatakan mereka seorang pasangan.

Mau dikasih penjelasan seperti apa pun, pelayan paruh baya itu masih tidak percaya. Mereka sampai diminta untuk mencoba cincin itu terlebih dahulu sebelum membawanya pergi. Ya jika mereka yang pakai, tentu saja tidak muat. Jari mereka juga berbeda ukuran dengan Seokmin dan Deulin. Nanti kalau tersangkut, lebih bahaya lagi.

"Memangnya kau bisa memilih bunga?" Ucapan Raeyun terdengar meragukan Dino

"Kau meremehkanku ya? Kan tinggal tanya saja bunga yang cocok untuk pertunangan. Sudah kau duduk di sini saja. Pesankan minum juga untukku. Jangan pesan yang macam-macam. Aku tidak mau membayarkanmu jika kau pesan banyak makanan." Ancam Dino. Setelah itu pergi menuju toko bunga terdekat.

Teaching Love (Dokyeom & Dino Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang