13. Miracle

70 16 68
                                    

“Ayo, Al, buruan! Ini udah bel tau!” desak Nisya pada sahabatnya yang masih menggeledah isi tas.

“Topi gue ketinggalan di rumah,” ungkap Alena dengan suara pelan sembari menatap Nisya.

“Cepet ke koperasi sana! Tapi harus beli, sih,” ujar Nisya.

“Nggak bakalan cukup uang jajan gue buat beli topi, Nis.”

“Kenapa, Al?” Dita mendekat ke arah Alena dan Nisya.

“Topi Alena ketinggalan, gue suruh beli lagi di koperasi, uangnya nggak bakalan cukup,” ungkap Nisya yang membuat Dita mengangguk.

“Di kantin kalo nggak salah bisa sewa topi, Al, tinggal siapin uang dua ribu aja.”

Mendengar itu membuat Alena sedikit tenang. “Kalo gitu gue ke kantin dulu.” Mendapat respons dari Dita yang menyuruhnya bergerak cepat membuat Alena langsung berlari.

Alena mendaratkan kakinya di kantin dengan napas yang tak teratur. Namun, sayangnya takdir buruk tengah menimpa gadis itu. Alena kalah cepat dari seorang perempuan bertubuh gempal.

Alena berbalik untuk menuju lapangan. Dia sudah pasrah jika harus mendapat hukuman karena tak menggunakan topi yang hukumnya berubah menjadi wajib saat hari Senin.

“Gimana, Al, ada nggak?” tanya Nisya setelah Alena sampai di barisan kelasnya.

Alena menggeleng. “Gue telat. Kalah cepat sama yang deket,” ujarnya yang dibalas kekehan oleh Nisya.

“Deket apanya sih? Sok gaya banget itu bahasa,” cibir Nisya.

“Lo bawa topi dua nggak? Atau minta pinjem ke temen lo yang lagi jadi petugas paskibra gitu?” tanya Alena yang langsung dibalas gelengan oleh lawan bicara.

“Temen gue yang ikut paskibra nggak sekolah, Al.”

Mendengar respons dari Nisya, Alena langsung bergerak untuk menanyai teman-teman dekatnya. Berharap mereka membawa dua buah topi, meski itu terdengar mustahil. Namun, Alena tetap melaksanakan niatnya meski kemungkinan itu 0,1 persen. Dia juga harap agar teman-temannya memiliki teman yang tengah menjadi paskibra hari ini.

Saat teman-teman dekat perempuannya yang ditanya tidak membawa topi dua dan tak memiliki teman yang ikut ekstrakurikuler paskibra,

Alena menatap arloji yang bertengger di pergelangan tangannya. Karena masih ada waktu meski lima menit, Alena berderap cepat ke barisan Adara. Dia berharap teman lelakinya itu bisa membantunya. Sayangnya, Adara tak membawa topi dua atau pun memiliki teman yang tengah bertugas sebagai paskibra hari ini. Dia juga tak berniat meminjamkan topi miliknya pada Alena meski gadis itu memberikan sedikit kode tentang keinginannya.

Alena sudah pasrah, dia berjalan kembali ke barisan kelasnya sembari menunduk. Alena menoleh saat seseorang memanggil namanya. Dia melihat Leo yang melambaikan tangannya sembari berteriak, “Sini!”

“Lo kenapa, Tus? Murung amat. Biasanya juga wajah ketus selalu nangkring.”

“Topi gue ketinggalan. Lo bawa topi dua nggak?” tanyanya yang langsung dibalas gelengan oleh Leo.

“Nggak lah. Dari sekolah ‘kan cuma dikasih satu. Eh, tapi bentar, hari ini temen satu ekskul gue di futsal lagi dapet jatah buat paskibra. Kali aja dia bawa topi,” tutur Leo yang membuat Alena senang.

“Siapa nama temen lo? Tolong pinjemin dong!” pintanya yang dibalas Leo dengan tarikan di kedua ujung bibirnya

“Minta tolong Juna sana!” titahnya yang membuat Alena menautkan kedua alisnya.

“Loh kok harus ke Juna?” tanyanya tak terima.

Juna yang merasa namanya dipanggil mendekat ke arah Leo dan Alena. “Kenapa?” tanyanya penasaran.

Alena tak menjawab, dia hanya menatap sepatu hitamnya dengan perasaan tak keruan. Masalahnya dia masih malu pada Juna yang memergokinya menitikkan air mata saat menonton film beberapa hari yang lalu.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang