2. Ciao Alena

252 44 207
                                    

“Bunda, Juna berangkat sekolah dulu, ya.” Juna mendekat pada ibunya yang tengah menggendong bayi perempuan berusia delapan bulan.

Astrid, bundanya Juna mengangguk, sembari menyodorkan tangan kanannya.

“Wilda, ke mana, Bun?” Wilda, adik Juna yang usianya terpaut dua tahun dengannya.

“Udah, berangkat dari tadi juga,” balas Astrid sembari menatap bayi yang didekapnya.

“Kirain belum. Tadinya Juna mau berangkat bareng dia.”

“Udah enggak apa-apa, dia udah dari tadi juga. Kamu cepetan sekolah sana,” ujar Astrid sembari tersenyum.

Setelah izin menggunakan mobil ke sekolah, Juna langsung pergi diiringi senyum yang mengembang.


***

Ketika Juna hendak menuju kelas, dia melihat Alena bersama Nisya. Jelas, tujuan mereka sama, ke kelas.

Melihat mereka yang semakin dekat, Juna memelankan langkah. Dia membiarkan Alena dan Nisya ke kelas terlebih dahulu.

Saat melewati Alena, Juna hanya tersenyum manis meski Alena langsung membuang muka saat Juna menatapnya.

Perlahan, para penghuni kelas mulai berdatangan.
Dengan waktu yang telah ditentukan, bel tanda masuk berbunyi nyaring.

Tak berselang lama, seorang perempuan membawa buku paket matematika berjalan memasuki kelas.

Bu Retno, guru matematika langsung menunjuk murid-muridnya untuk membagi kelompok. Dimulai dari sebelah kanan, hingga kiri, dan terus merambat sampai bangku bagian belakang sembari menyebut angka satu sampai lima.

“Kerjakan soal yang di papan tulis dengan berkelompok,” ujarnya tegas yang membuat murid-murid mengangguk patuh.

Murid-murid langsung mencari teman satu kelompoknya, tak terkecuali Juna.

“Hei, kelompok tiga mana?” tanya Juna pada teman-temannya yang masih kebingungan.

Beberapa orang mulai mendekatinya.

“Gue kelompok tiga, Jun.”
Juna menatap sumber suara. Lelaki berbadan kecil, berkulit putih dengan pakaian rapi berada tepat di hadapannya.

“Wah, Bano, lo sekelompok sama gue ternyata,” seru Juna setengah tak percaya.

Setelah beberapa orang mendekati Juna, dia langsung menyatukan bangku, agar menjadi lebih leluasa ketika dipakai delapan orang.

Saat mendongak, matanya menangkap sosok Alena yang tengah memeluk tas ranselnya.

Setelah semuanya telah duduk sempurna, mereka langsung mengeluarkan buku tugas matematika. Lalu mencatat apa yang harus dikerjakannya.

“Bano, nih, yang jago Matematika. Kecil-kecil cabe rawit dia!” seru Juna diiringi kekehan dan mendapat respons lirikan tajam dari Bano.

Big no!” elak Bano cepat.

Juna menanggapinya dengan kekehan kecil.
Saat dirinya merasa ditatap seseorang, Juna menoleh pada gadis yang rambut tipisnya tengah ditiup angin yang berhembus pelan.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang