8. Tekad Bulat

85 20 142
                                    

Lelaki pemilik rambut tebal berwarna gelap itu terus menatap ke depan. Dia risi akan perilaku makhluk di samping kirinya.

Andai saja itu Alena, gue pasti bahagia. Nggak kayak gini, menderita!

Juna tak merespons ucapan kakak kelas yang kemarin memberikannya cokelat karena terkesan tidak penting. “Juna, lo mau ke mana?”

Lelaki itu membisu, langkahnya semakin cepat walau lagi-lagi aksi menghindarnya gagal karena cewek bernama Viona berlari untuk menyejajarkan langkah dengannya. “Juna, kalo kakak kelas bicara itu dijawab! Nanti kualat!” ujarnya yang lagi-lagi tak dihiraukan lawan bicara.

Sesampainya di tempat tujuan, yang tak lain adalah kantin sekolah, dia berhenti di ambang pintu. Matanya tak menatap gadis yang masih berada di sampingnya. “Tolong, ya, Kakak, jangan gangguin gue!” pintanya dengan penuh penekanan di setiap kata. Setelah mengatakan itu, Juna berderap menghampiri Leo yang tengah bersama Alena dan Nisya.

Juna mengumpat dalam hati karena Leo selalu meninggalkannya. Seakan-akan dia mencuri start dan membuat anggapan dalam diri Juna kalau sahabatnya masih memiliki rasa pada gadis yang kini berusaha dia luluhkan hatinya.

Sesampainya di meja mereka, Juna tak melihat ada makanan di sana. Lelaki itu duduk di antara Leo dan Alena. Leo mengernyit menatap sahabatnya yang baru datang, sedangkan Juna malah menatap gadis di samping kanannya.

“Lo belum pesen makanan, Al? Gue traktir, ya!” Atensi Alena yang tengah mengobrol dengan Nisya teralihkan.

Alena menatap Juna, namun sebelum dia bersuara, perkataan Nisya membuatnya mendelik. “Yes! Gitu dong, Jun. Sering-sering traktir. Apalagi Alena harus makan banyak biar bisa ikut event . Iya, nggak, Al?”

Alena berdecak sebal pada sahabatnya. “Bener apa yang dibilang Nisya, Al? Lo gue traktir kalo gitu!”

“Nggak. Bokap gue masih hidup, nggak perlu dikasihani!” tegasnya yang membuat Leo tersenyum. Leo yang sudah melabel Alena sebagai cewek yang ketusnya nauzubillah, hanya bisa menepuk pundak Juna pelan.

Juna menatap Leo sejenak lalu perhatiannya beralih pada Nisya sembari tersenyum penuh arti. Nisya membalasnya dengan kedua alis yang terangkat, lalu mengangguk. Lelaki itu kembali menatap Alena. Dia tersenyum menyadari Alena yang mulai berbicara padanya walau ketus. Jelas, semuanya adalah ide Juna yang meminta bantuan Nisya agar Alena bisa merespons dirinya walau ketus.

Misi kali ini berhasil!

“Lo yakin nggak mau gue traktir, Al? Orang yang gue traktir nggak harus bokapnya yang udah nggak ada, kok,” tutur Juna dengan lirih. Yang pastinya hanya bisa didengar oleh Juna dan Alena karena Nisya dan Leo tengah fokus dengan ponselnya.

“Lo doain bokap gue mati?” tanya Alena ketus yang dijawab gelengan oleh Juna.

“Terusin aja, Al. Gue suka,” kata Juna yang membuat Alena mengernyit.

“Apa?”

“Lo cantik. Gue suka. Ketus-ketus gimana, gitu,” ungkap Juna yang membuat Alena hendak beranjak, tetapi dengan sigap lelaki itu mencekal tangan putih mulus milik Alena.

“Lo mau ke mana?” tanya Juna tak terlalu keras karena pikirannya mulai bergelut tentang apa yang dia bicarakan dengan Alena.

Apa Alena sakit hati sama omongan gue?

“Ambil pesenan!” Alena langsung menepis tangan Juna yang mencekal tangannya. Juna yang ditepis tangannya hanya tersenyum kecil.

“Gue kira, lo mau kabur,” gumamnya lalu beralih bangkit untuk memesan makanan.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang