34. Akur di RSHS

27 11 39
                                    

“Gue sih mau-mau aja. Emang sama siapa?” tanya Juna yang langsung berhenti di hadapan Nisya.

Barusan Nisya menyuruhnya untuk menjenguk Rudy lewat chat, padahal jika berbicara secara langsung pasti akan Juna respons. Dalam hati dia memaklumi, mengingat teknologi yang semakin canggih.

Akan tetapi, karena Juna malas membalas pesan itu, dia hanya membacanya sekilas dan langsung menghampiri Nisya.

Nisya mengangka kepala untuk menatap orang itu. Alena yang tadi sempat berbincang dengan Nisya memilih bungkam dengan pandangan menunduk.

“Sama Alena, Jun. Gue ada urusan mendadak,” kata Nisya yang malam membuat alis Juna terangkat.

“Urusan apa?”

Quality time sama keluarga. Bokap gue baru pulang dari Langkawi, jadi harus dong jalan-jalan,” kata Nisya bangga.
Juna mengangguk singkat, tak ingin mendengar celotehan Nisya yang pastinya akan semakin melebar. Kini netra cokelat Juna menatap Alena yang menunduk seperti orang ketakutan.

“Ya udah, kalo gitu, ayo, Al!” ajak Juna.

Alena langsung menengadah menatap Juna. Dia merasa sesuatu mendesis dalam dirinya saat keduanya bertatapan singkat. Detik berikutnya, Juna langsung pergi meninggalkan kelas.

“Gue tunggu di parkiran,” kata Juna sebelum raganya benar-benar hilang dari bangunan persegi yang diisi kedua gadis.

Nisya langsung memberikan sebuah amplop berisi uang kas ditambah patungan yang tadi Sheila berikan padanya. “Kalo lo mau beli buah, atau yang lain, beli aja, nanti laporan sama Neng Sheila si Ibu bendahara biar uangnya diganti,” katanya lalu mengajak Alena segera bangkit.

Alena berjalan menuju parkiran sendiri karena sahabatnya yang langsung menuju gerbang karena hendak dijemput. Gadis itu menunduk mendapati Juna tengah berada di sana.

Ingin bersikap angkuh, Alena sekarang tak berdaya. Dia hanya bisa menghindar dari cowok itu karena hatinya masih bimbang. Ingin sekadar basa-basi saja dia tak mampu, apalagi untuk menjelaskan semuanya.

“Al,” panggil Juna yang tak Alena sangka ketika cewek itu mendekat ke motornya.

“Hm?” balas Alena lalu menaiki motornya dan memasang helm.

“Kita tengok Rudy bawa apa aja?” tanyanya yang masih bersandar di motornya yang tak jauh dari motor milik Alena.

“Dikasihnya, sih, uang doang,” jawabnya sambil menstarter motornya.

“Nggak bawa buah-buahan atau apa gitu?”

Alena menggeleng lalu menatap Juna. “Kata Nisya, kalo mau beli yang lain beli aja, nanti laporan ke Sheila biar uangnya diganti.”

Juna mengangguk lalu menaiki motornya. “Kita beli buah-buahan dulu, ya. Tapi jangan laporan ke Sheila, pake duit gue aja,” kata Juna setelah memakai helm.

Kemudian dia mengajak Alena untuk mengikutinya. Dalam hati, ada rasa lega meski rasa kecewa masih mendominasi hatinya. Juna tak membenci gadis itu sama sekali, dia hanya kecewa yang teramat dalam. Meskipun begitu, rada sayangnya tidak pudar begitu saja.

Saat memulai percakapan tadi, Juna ragu-ragu. Dia takut Alena yang tak meresponsnya. Akan tetapi, Juna berusaha sepositif mungkin saat mencoba berbicara lagi setelah perang dingin.

Bagaimana pun juga, sebuah peperangan harus berakhir, entah dengan kemenangan, kekalahan atau perdamaian.

Juna lebih memilih mengalah untuk berdamai. Dia sudah menderita gara-gara memikirkan tentang dirinya dan Alena.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang