Secangkir kopi dengan asap yang masih mengepul. Sarapan pagi ini ditemani hujan, perkiraan cuaca kembali gagal meramal. Harusnya hari ini bukan giliran hujan yang berkunjung, tapi mau dikata apa? Semesta memang suka semaunya kan?
Satu piring berisi toast daging dan telur setengah matang datang, lalu seseorang mengambil alih kursi tepat di sebelahnya.
"Kenapa harus hujan di jam berangkat kerja?" Orang itu menggerutu sambil menatap dinding kaca di hadapan mereka. Terlihat orang-orang memilih berteduh di emperan toko atau gedung-gedung sekitar.
"Mungkin biar orang-orang tau kalo semua gabisa berjalan sesuai rencana" sambil menghirup hot americanonya, pandangan gadis itu kembali pada orang-orang yang tidak sedikit sedang menyalahkan hujan.
"Tapi kamu tidak" laki-laki dengan seragam cafe itu tersenyum memperhatikan gadis dengan sarapan yang sama setiap hari, secangkir kopi panas yang rasanya pahit sekali.
"Kamu selalu membawa payung kemana-mana" lirikan mata laki-laki itu memberi intruksi. Mengarah pada payung lipat hitam di dalam tote bag yang sama suramnya.
"Apa payung bisa menghalau cipratan air dari kubangan yang dilindas kendaraan?" Gadis itu kembali bersuara.
"Jadi tetap tidak akan pernah ada yang cukup untuk menghadapi dunia? Sekuat apapun kita mempersiapkannya?" Laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya, tampak setuju dengan pemikiran gadis berujung rambut kelabu di sampingnya.
"Kamu lebih cocok jadi anak sosiologi daripada anak fisika kayaknya"
"Memahami manusia itu pekerjaan paling bikin sakit kepala kak. Lebih menyusahkan daripada disuruh menyusun muatan energi" laki-laki itu kembali tergelak, benar juga.
"Habiskan sarapanmu. Kamu punya kelas setengah jam lagi bukan?" Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban, melahap roti isinya dalam hening.
Laki-laki yang sudah kembali ke balik counter itu hanya bisa tersenyum kecil lalu menggeleng. Menggerutu sebentar sambil menatap satu bingkai kecil di dekat tumpukan gelas.
Hujan belum menandakan akan segera reda, bel pada pintu cafe menunjukkan bahwa ada seseorang yang datang. Dengan rambut setengah basah, entah karna habis keramas dan lupa mengeringkannya, atau karna baru saja disapu hujan.
"Hot americano satu ya bang" setelah menyelesaikan pesananannya, senyumnya mengembang menemukan seseorang sedang duduk dalam diam.
"Mau menebak apa yang sedang laki-laki berkemeja biru itu gumamkan?" Gadis itu mengalihkan pandangannya, menemukan satu sosok manusia dengan kemeja hitam yang lengannya digulung seperempat dari pergelangan tangan. Ada senyum di sana.
"Pasti dia lagi menggumam kesal karna harus kebasahan dan mungkin akan terlambat sampai di tempat kerjanya. Lalu terlambat menemui rekan kerja yang disukainya" laki-laki menyelesaikan kalimatnya lalu tertawa, sedang gadis yang ia ajak bicara hanya mendengus.
"Bagaimana kalo ternyata dia cemas gajinya bakal dipotong karna terlambat ke kantor. Dan itu artinya mungkin dia harus mengurangi jumlah kiriman pada orang tuanya"
"Kenapa kamu harus menelaah dengan sudut pandang tragis begitu. Aku jadi merasa bersalahkan sama mas-mas itu"
"Jangan ngawur makanya"
"Ah aku lupa kalo kamu selalu meninggalkan kotak bercandamu di laci dapurmu" harusnya ia tahu, mengajak gadis di sampingnya ini bercanda adalah kegiatan yang sia-sia.
Tapi tentu ia tidak mau berhenti melakukannya dalam waktu dekat. Ia menikmati waktu bersama perempuan dengan mata yang lebih sering menerawang ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Your P U L S E
ChickLitSquel of P U L S E Selesai yang tak pernah benar-benar selesai. Ada yang harus benar-benar mereka selesaikan sebelum memulai ikatan baru yang mungkin sudah menunggu, entah dengan menyambung masa lalu atau dipertemukan dengan orang baru. Satu dari ke...