6. Balapan

130 17 8
                                    

"Darah?!"

Nata yang mendengar pekikan Nathan reflek memegangi hidung nya. Darah. Dugaannya benar, hidungnya keluar darah. Lagi.

Nathan berjalan mendekat ke arahnya. Wajahnya kini tampak begitu pucat pasi. "Lo kenapa?"

"Aku ga papa kok kak," Nata mengelap darah yang mengalir dari hidungnya dengan tangan kanannya. "Boleh minta tolong anterin aku ke UKS kak? Kepala aku pusing banget soalnya." ia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.

"Males, ke UKS sendiri aja sana. Gue balik dulu." dengan segera ia berjalan meninggalkan Nata sendirian di sana.

Mengucapkan terima kasih pun tidak. Padahal Nata telah menyelesaikan hukuman yang seharusnya Nathan yang melakukannya.

"Aduhh kenapa harus sekarang sih, Pusing banget lagi kepala aku." Ia masih berusaha berjalan sendiri menuju ke UKS.

Saat berada di koridor, tubuhnya tak seimbang. Pusing yang ia rasakan semakin bertambah.

"Nata!" pekik seseorang menangkap tubuh lemas Nata.

Dia Arsa.

"Aduh, aduhh, maaf ya Ar, tadi aku gak sengaja."

"Pucet."

"Hah? Ehk ga papa kok aku cuma kecapean aja. Udah biasa kayak gini kok," jawabnya yang masih memegangi kepalnya yang sakit. "Lohh kamu kok di luar? Kan udah bel masuk?" tanya Nata yang sebisa mungkin menahan pening di kepalanya.

"Ngapain di sini?" Arsa balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan dari Nata.

"Ouh itu, tadi aku ketiduran di bangku taman belakang sekolah hehe," bohongnya. Ia kembali memegangi kepalanya.

Tanpa aba-aba Arsa menggendong tubuh lemas Nata sampai ke ruang UKS. "Arsa turunin! Jangan di gendong ish malu Arsaaaa. Arsaaaaaa....."

Arsa tak menggubris teriakan Nata. Ia tau, Nata sakit. Pasti ia akan kesusahan hanya untuk sekedar berjalan.

***
"Hehh?! Kalian berdua tadi gendong-gendongan apa maksudnya hah?!" Mela bertanya tidak santai.

"Iya lo apa sih, main gendong Nata aja. Dia kan pacar gue." timpal Evan.

Tak.

"Aku itu saudara kamu Evan, bukan pacar kamu, enak aja main bilang pacar-pacar." bantah Nata. Evan meringis kesakitan dan mengusap-usap kepalanya yang di jitak tadi.

Arsa sama sekali tak menanggapi Evan maupun Mela. Seolah-olah tak ada seorang pun di sana.

***
"Woiii mau kemana lo?" teriak Riski.

Nathan tak membalasnya, ia melanjutkan langkah kakinya keluar dari dalam kelas. Riski yang melihat itupun langsung mengejar Nathan.

"Gue udah hapal kalik lo pasti di sini,"

Dino menoleh ke sumber suara, lalu ia kembali menatap indahnya kota Jakarta itu.

"Hoss hoss hosss bangs*t kenapa gue di tinggal sih?! Hossss hosss." Kesal Riski yang baru datang. Tak ada balasan baik dari Nathan maupun dari Dino. Riski mancabik kesal, kemudian ia mendudukkan bokongnya di kursi tua dekat Nathan.

Mereka terdiam cukup lama hingga suara dering ponsel terdengar.

"....."

"Cihh, gak takut gue."

"...."

"Lo yang main kroyokan!!"

"....."

"Fine, nanti malam gue tunggu."

Sepi dan GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang