Aku memasang muka masam, menahan rasa marah dan sabar sekaligus, mereka berdua asik membujukku dengan kata kata mutiara dan wajah memelas
aku menghela nafas berat lalu kubilang "iya" yang artinya aku memaafkan mereka
"tapi kalian harus jelasin semuanya ke Bintang" sambungku kemudian yang membuat raut muka keduanya yang tadinya senang kini mendadak hilang
"jangan dong" cegah Cika dengan suara khasnya
" gamau tau pokoknya kalian harus tanggung jawab" jawabku cepat, aku masih kesal dengan menyilangkan tanganku di depan dada, sedangkan mereka saling memandang satu sama lain dengan raut wajah yang tak bisa ku mengerti
"tapi Lan, bukannya gak sopan ya ?, Kasian loh, mungkin aja dia udah susah payang luangin waktu, tapi malah dibatalin gitu aja" Dinda menatapku lurus
"ya tapi kan bukan salahku" aku mengelak
"lagipula kamu kan belum ngasih dia jaket yang udah kamu beli kemarin kan ?" Cika membuatku berpikir dua kali dengan ucapannya, kemarin memang aku membelikannya jaket sebagai ganti jaket dan uang nya yang tertinggal padaku
benar juga apa yang ia katakan, "tapi" aku menggantungkan kalimatku
"Kenapa ?" Tanya Dinda
Aku berdecak kesal
"Yaudah deh"
🥀
Aku telah selesai bersiap di depan cermin, ya beginilah, aku berpenampilan seperti biasanya saat keluar bersama Dinda dan Cika, kaos putih dan celana jeans plus outer hitam, tapi satu yang berbeda, entah kenapa aku merasa gugup kali ini, lebih gugup dari biasanya, mungkin jantungku menyimpulkan bahwa ini kencan, tapi aku terus meyakinkan diriku sendiri bahwa ini hanya pertemuan biasa, aku termenung di depan jendela kamar hingga akhirnya sadar jika Bintang baru saja sampai di depan rumah, aku takjub oleh pemandangan di depan rumahku kala itu, seorang pemuda memakai celana jeans dan kaos hitam polos berhasil membuatku melamun sesaat, ditambah lagi oleh motorcross hijaunya yang memikat mataku
Aku segera membuyarkan lamunanku dan segera keluar untuk menemuinya, kulihat ia menatapku dari balik pagar saat aku mengunci pintu rumah, aku berjalan perlahan kearahnya masih dengan tatapan takjub dan degupan jantung yang cepat, ia sangat mirip dengan tipe fakboy seperti yang diceritakan Dinda dan Cika, aku memutus kontak mata dengannya begitu sadar aku telah menatapnya cukup lama
"kita mau kemana ?" Tanyaku sembari memakai helm
"nonton film" aku masih tak bisa mengalihkan perhatianku padanya, sekarang aku tau kenapa ia sangat terkenal di sekolah maupun di luar sekolah
bagaimana bisa aku keluar berdua dengannya ?" batinku dalam hati
jujur saja Bintang adalah pemuda tertampan yang pernah kutemui, bahkan bisa kusimpulkan dia lebih tampan dari Raga
aku jadi mulai khawatir jika kepergok oleh seseorang yang mengenaliku nanti
semoga saja tidak harapku dalam hati
akhirnya kami berangkat menuju mall tak jauh dari rumah, saat kami berjalan banyak pasang mata yang memandangi kami berdua dengan tatapan yang tak bisa kumengerti, kurasa aku tau alasannya, Bintang bahkan lebih rupawan dariku, tak heran kami mendapatkan tatapan aneh, walau menggganggu tapi kuabaikan saja, toh aku juga bukan siapa-siapa nya kan ?, Kami memutuskan menonton film horor, sebenarnya aku tak begitu suka genre horor, saat Bintang menanyaiku tentang film apa yang akan kami tonton, aku menunjuk poster film horor di depanku begitu saja, lagipula aku juga jarang menonton genre horor, tentunya karena aku penakut, sebenarnya aku sangat ingin menonton film bergenre romansa yang baru saja rilis, tapi setelah kupikir pikir akan menjadi tak seru jika kutonton bersamanya, ya jadi kuputuskan untuk pasrah
