#09

0 0 0
                                    

Aku akhirnya mengajaknya pergi ke halte bus yang tak jauh dari rumah, setidaknya tempat itu sepi karena ini malam hari, "mau bicara apa ?" Aku buka suara

terdengar hembusan nafas beratnya membuatku gugup, seperti ada beban berat dalam nafas yang ia hembuskan, "bisakah kamu jangan menjauh ?" aku menoleh melihat raut wajahnya yang serius

aku menggeleng "aku gak bisa, maaf" tak berani menatap matanya jadu aku hanya melihat ujung kakiku, "jadi tolong kita jaga jarak ya" pintaku sehalus mungkin, aku beranjak pergi

selang tiga detik hujan turun, padahal tadi sore tidak mendung, aku berhenti tepat di ujung halte, bimbang untuk melanjutkan langkahku atau tidak

"Bulan" aku tercekat saat dia memanggil namaku

tanpa kusahut aku hanya diam mengamati apa yang akan ia katakan, "apa kamu tidak ada perasaan apapun padaku ?" Jantung ku berdegup kencang, tanpa menjawab apapun kuputuskan untuk berlari saja menerjang hujan, kudengar Bintang kembali memanggilku sekali lagi, kuabaikan saja dan terus berlari hingga sampai di gerbang rumah, aku menoleh kulihat dia berdiam diri di tengah jalan raya yang sepi itu, tubuhnya basah kuyup oleh air hujan, kupikir aku keterlaluan membiarkannya basah kuyup seperti itu, tapi tak ada yang bisa kulakukan, aku tak tau mengapa, tapi kini aku menangis, ada sesuatu yang sakit di dalam dadaku.

🥀

Kusiapkan mental untuk apa yang akan terjadi di sekolah nantinya, aku bertekad untuk masuk sekolah hari ini, sudah satu hari sejak aku izin sakit, aku tak akan peduli apa yang akan dilakukan kak Icha padaku nantinya, toh aku juga telah mengakhiri semuanya dengan jelas, walau cukup jengkel dengan tatapan orang-orang aku tetap berusaha sabar dan baik-baik saja

saat aku memasuki kelas untungnya semua perlahan-lahan kembali seperti semula, aku bersyukur mereka mengabaikan ku, kulihat kursi Bintang kosong, entah apa yang terjadi, seharusnya aku berhenti peduli

Cika langsung menariku untuk duduk di sebelahnya, tak lama kemudian bel masuk berbunyi, semua murid selesai diabsen, melewatkan satu orang yang berusaha untuk kuabaikan, ia sakit, rasanya aku juga seperti ikut bertanggung jawab atas sakitnya ini, seharusnya aku tidak membiarkannya kehujanan kemarin, apa aku terlalu kejam ?, Setidaknya aku harus minta maaf, namun aku sudah memutuskan untuk menjaga jarak

🥀

Sepulang sekolah tiba-tiba Ryan memaksaku untuk pulang dengannya, tak ada alasan untuk menolak, toh sekarang semuanya sudah tau jika kita sepupu, ia mampir membeli bunga dan buah-buahan, saat kutanya ia selalu mengelak, ia juga mampir untuk membeli bubur ayam, jika tau begini aku akan pulang naik bis saja, di sepanjang jalan ia tak banyak bicara, tingkahnya aneh, walau jengkel aku berusaha sabar

aku mulai curiga saat arah yang ia tuju berlawanan arah dari rumah kami, aku banyak bertanya tapi ia malah menyuruhku untuk diam, jantungku serasa mau copot saat kami tiba di rumah sakit, Ryan menarikku begitu saja, ia membawaku ke dalam rumah sakit, aku berusaha melepaskan tanganku tapi tidak bisa, aku melihat sosok yang tak asing dari balik jendela saat kami berhenti

Bintang

jantung ku makin kencang berdegup, dengan kasar langsung kulepasakan genggaman tangan Ryan, "kamu gila ya ?" Aku menatapnya marah

"seenggaknya kamu harus lihat kondisinya"

"kita sudah sepakat akan jaga jarak" aku membantahnya

"cuma kamu yang sepakat kan ?" aku terdiam

"aku mau pulang" Ryan mencegahku saat aku berbalik

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang