Musim semi adalah suatu awalan baru. Namun juga berarti perpisahan bagi sebagian orang. Musim semi adalah saatnya membuka lembaran baru dan menaruh harapan baru untuk masa depan yang lebih indah.
Jalan-jalan kota dipenuhi orang-orang yang bergegas menuju tujuannya masing-masing. Termasuk para siswa-siswi yang hendak menjalani hari pertama mereka ditahun ajaran baru ini. Udara terasa sejuk dan Matahari bersinar dengan lembut. Seakan memberikan energi baru bagi setiap orang.Tak terkecuali bagi gadis muda berambut panjang yang diikat ponytail itu. Rambutnya yang berwarna kecoklatan tampak berkilau tersentuh cahaya matahari pagi. Senyumnya merekah melihat sekolah barunya. Dengan seragam putih yang terlihat masih kaku. Rok setinggi lutut, serta tas yang tersampir dibahunya. Ia mulai melangkahkan kaki menuju gerbang sekolah. Beberapa siswa terlihat mulai berdatangan. Gadis itu segera menuju aula sekolah untuk melaksanakan upacara penerimaan siswa baru.
Yuka, gadis itu memiliki tekad untuk merubah dirinya di sekolah yang baru ini. Setelah melewati hari-hari terpuruknya tahun-tahun silam ia memutuskan untuk bangkit dan menjadi Yuka yang baru. Meski mungkin sulit karena dia tahu dirinya bukan tipe seorang yang mudah bergaul. Terlebih sebagian siswa yang telah hadir di aula saat ini terlihat sudah memiliki kelompoknya masing-masing. Dirinya penasaran apakah di kelasnya nanti juga akan seperti itu? Dan apakah ia bisa masuk ke dalam kelompok itu?
Setelah upacara penerimaan siswa baru selesai, mulai terdengar suara riuh dari tiap-tiap ruang kelas. Yuka mendapati namanya ada di kelas 1-2. Tanpa seorang pun yang dia kenal. Memang setelah lulus SMP Yuka memutuskan untuk memilih sekolah yang agak jauh dari sekolah lamanya. Ia berharap dapat benar-benar membuka lembaran baru.
"Kalian bisa memanggil saya Pak Ono. Saya akan menjadi wali kelas kalian dalam setahun ke depan. Sekaligus menjadi Guru Olahraga kalian. Jadi sampai hari itu dimohon kerja samanya ya" jelas Pak Ono dari depan kelas. Agak jauh dari Yuka yang duduk di kursi paling belakang.
Sekolah hari pertama sudah usai, diikuti suara bel yang menggema di seluruh sekolah. Semua teman di kelas 1-2 tampak sudah memiliki teman akrab. Kecuali Yuka, dia hanya berteman dengan bayangannya sampai pulang sekolah. Ia sangat ingin mencoba untuk sekedar menyapa. Tapi urung karena ia takut akan reaksi buruk yang mungkin didapatkannya.
Sekolah sudah sepi ketika Yuka hendak meninggalkan kelas. Gadis itu cukup lama duduk di kursinya. Memikirkan klub apa yang hendak diikutinya. Karena untuk murid tahun pertama, mengikuti kegiatan klub adalah hal yang diwajibkan sekolah. Setidaknya mereka harus ikut serta dalam satu klub. Hal mudah untuk kebanyakan orang. Namun terasa sulit untuk Yuka. Dia pun pulang dengan tanpa keputusan.
Mungkin aku akan memikirkannya lagi nanti. Pikirnya dalam hati.
***
Seperti malam-malam sebelumnya. Rumah Yuka tampak sepi. Yuka telah menghabiskan makan malamnya dengan ramen instan dan sepotong chicken katsu yang tadi dibelinya di dekat stasiun kereta sebelum pulang. Yuka memang memilih menggunakan kereta untuk ke sekolah karena jaraknya yang cukup jauh dari rumahnya. Jika saja dekat mungkin dia akan menggunakan sepedanya seperti dulu ketika SMP. Meski jauh, dia harap kejadian yang menimpanya ketika di SMP dulu tidak terulang lagi.
Yuka sudah beralih ke meja belajarnya untuk menyiapkan apa-apa saja yang harus dibawanya besok. Kemudian melanjutkan membaca beberapa buku miliknya. Rumah Yuka memang cukup tenang untuk membaca buku. Bahkan bisa dibilang sepi. Apalagi ketika sang ibu sedang ada tugas ke luar kota dari pekerjaannya. Rumah itu semakin sunyi dan sepi. Namun Yuka sudah terbiasa akan hal itu. Karena jika ada ibunya pun mereka jarang bertemu. Karena biasanya ibunya pulang larut malam ketika Yuka sudah tidur. Dan berangkat lebih pagi ketika Yuka sedang bersiap di kamarnya untuk sekolah. Memang begitulah yang terjadi semenjak ayah, satu-satunya sosok laki-laki di rumah itu pergi beberapa tahun lalu dan tidak pernah terlihat lagi. Sebab itulah sang ibu harus berjuang keras untuk mereka berdua. Meski begitu mereka tetap sering bertukar pesan, terutama jika ibunya sedang ditugaskan di luar kota. Karena bagi Yuka dan ibunya mereka hanya memiliki satu sama lain untuk saling melengkapi dan menemani. Walau Ibunya harus pergi dalam waktu cukup lama seperti saat ini. Yuka tahu ini adalah yang terbaik untuk mereka berdua.
Ddrrtt... Ddrrtt... Ddrrtt...
"Halo Yuka. Apa kabar Nak?" suara hangat yang dirindukan Yuka terdengar dari telepon seberang.Yuka mengembangkan senyumnya. "Baik. Ibu apa kabar disana? Pekerjaan Ibu lancar kan?" tanya Yuka yang sudah sangat merindukan sosok wanita tegar yang selalu menyayanginya.
"Ibu baik Yuka. Maaf kemarin ngga sempat hubungi kamu. Ibu juga minta maaf ya Yuka, sepertinya Ibu akan lebih lama disini. Untuk sampai kapannya Ibu belum tau. Ibu harap kamu ngerti ya sayang" tutur wanita itu gugup dari ujung telepon.
Yuka agak tersentak mendengarnya. Ia pikir minggu depan sudah bisa bertemu wanita yang sangat dicintainya. Wanita yang tetap tersenyum di depannya walau seberat apa pun beban yang dipikulnya. Sudah sebulan Yuka berjauhan dengan sang Ibu. Gadis itu sangat merindukan ibunya.
"Iya Bu, ngga apa-apa. Yang penting Ibu tetap jaga kesehatan ya disana dan langsung hubungi Yuka kalau ada apa-apa. Yuka sayang Ibu..." Ucap Yuka sambil menyembunyikan kesedihannya. Mereka membicarakan bagaimana sekolah Yuka hari ini dan juga beberapa hal lainnya. Kemudian mereka sama-sama memutuskan hubungan telepon lalu bersiap untuk tidur.
Terimakasih ya Bu, sudah menjadi malaikat pelindung untuk Yuka. Yuka kangen Ibu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mémoire
Teen FictionKenangan atas masa lalu terkadang terlalu sakit untuk diingat. Namun terlalu sulit untuk dilupakan. Yuka, gadis berambut kecoklatan itu berusaha membuka lembaran baru di sekolah barunya. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Seperti kata Ibu. Berun...