#2 - Ingatan Hari Itu

11 6 0
                                    

Sore hari itu langit sangat mendung. Bahkan mulai menumpahkan tetesan-tetesan air hujan. Gadis kecil berseragam SMP itu berlari-lari kecil menuju rumahnya sambil sesekali menghindar dari gerimis yang mulai membasahi kota. Dirinya sangat senang dan tak sabar memberitahu ibunya atas apa yang ia dapatkan hari ini. Seragam dan sepatunya sudah basah terkena hujan ketika dia sampai di depan pintu rumahnya.

Prang!
Terdengar bunyi barang jatuh dari dalam rumah berlantai dua itu. Gadis kecil yang hendak membuka knop pintu itu seketika terdiam membeku. Kegaduhan yang paling ia benci kembali terdengar di rumahnya. Makian kasar yang terdengar dari balik pintu begitu memanaskan telinga. Itu pasti ayah dan ibunya. Dia sudah bosan mendengar bentakan yang kerap kali dilontarkan ayahnya kepada sang ibu. Namun kakinya terasa ditahan oleh beban berat, sulit untuk melangkah. Dirinya hanya takut kejadian beberapa waktu lalu terulang lagi.

***

Saat itu gadis kecil berkuncir dua itu sedang belajar di kelasnya di sekolah dasar kota itu. Sampai tiba-tiba seorang guru memanggil namanya dan mengabarkan ibunya masuk rumah sakit. Gadis itu hanya terdiam tanpa sepatah kata pun dan mulai menitikan air mata.

Wali kelasnya membawanya ke rumah sakit untuk menemui sang ibu yang ternyata sudah sadar di atas ranjang rumah sakit dengan perban di kepalanya.

Gadis kecil itu langsung berlari memeluk ibunya. "Ibu kenapa? Ibu ngga apa-apa kan?” tanyanya khawatir.

Wanita itu kemudian tersenyum sambil mengelus lembut kepala putrinya. "Ibu ngga apa-apa Nak. Hanya lelah, kata Dokter besok Ibu sudah boleh pulang" jawabannya lembut. Namun jika seseorang melihat matanya ada kebohongan dan kekhawatiran disana.

Sampai beberapa waktu setelahnya gadis kecil itu tahu. Ibunya bukan masuk rumah sakit karena kelelahan. Melainkan karena benturan benda tumpul di kepalanya yang menyebabkan dirinya tak sadarkan diri. Belakangan dirinya tahu benturan itu terjadi ketika sang ibu bertengkar hebat dengan ayahnya yang seorang pemabuk.

***

Gadis itu sudah tak tahan lagi kalau hanya mendengarkan makian kasar dari ayahnya dari balik pintu. Dia berpikir harus menyelamatkan ibunya. Dirinya memberanikan diri untuk menggerakan knop pintu dan membuang beban berat dikakinya. Dia kaget ketika membuka pintu. Ibu yang sangat ia sayang sedang terduduk lemas di kursi ruang tengah. Menunduk mendengarkan setiap perkataan kasar ayahnya. Gadis itu bisa melihat luka lebam di lengan ibunya yang selama ini tertutup plester dan berkata dirinya baik-baik saja. Tangan ayahnya melayang ke wajah ibunya tanpa bisa dicegah. Sang ibu hanya pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Hanya menangis sesudahnya. Gadis itu merasa sesak karena tak dapat melakukan apa pun.

Ayahnya kembali membentak dan mengeluarkan makian kasarnya. Gadis kecil itu hanya dapat menangis sambil mengepal kuat jemarinya. Baik ayah atau pun ibu belum sadar akan kehadirannya. Sampai sang ayah melepaskan ikat pinggangnya. Mata gadis itu membesar. Entah atas kekuatan apa dirinya melesat ke depan ibunya. Persis sebelum gesper itu memukul kencang dirinya hingga jatuh berdebam ke lantai. Semua terjadi begitu cepat. Hingga cahaya di sekitar gadis itu terlihat meredup dan kemudian gelap total. Hanya samar suara yang terdengar.

"Yuka!!" Wanita itu langsung meraih tubuh gadis kecilnya yang sudah tak sadarkan diri. Dengan medali penghargaan yang mengelilingi lehernya.

***

Matahari sudah bersinar ketika alarm membangunkan Yuka.

"Ah, mimpi buruk lagi" keluh Yuka serata menyeka keringat di dahinya. Lagi-lagi mimpi menyedihkan yang di dapatnya. Dirinya benci melihat ibunya menangis, walau itu hanya di dalam mimpi.

Kemudian ia segera bergegas bersiap untuk ke sekolah.

MémoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang