#7 - Ayah

6 1 0
                                    

Perjalan ke rumah Yuka memang terasa cukup jauh jika dibandingkan dengan rumah Aby yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Hanya perlu waktu sekitar sepuluh menit. Berbeda halnya untuk sampai ke rumah Yuka memerlukan waktu hampir satu jam perjalan. Untung saja jarak rumah Yuka dan stasiun tidak terlalu jauh.

Rumah Keluarga Saitou tidak terlalu sulit di temukan. Rumah berlantai dua dengan taman kecil di depannya itu persis berada di persimpangan jalan. Jalanan sekitar rumah begitu sepi juga tenang.

Rumah keluarga Saitou kosong jika siang hari. Karena kepala rumah tangga keluarga itu baru pulang ketika matahari sudah terbenam seluruhnya. Begitu sampai Yuka langsung mengajak kedua temannya ke kamarnya.

Ruangan berdinding putih itu sangat rapi. Deretan buku yang tertata apik di rak-rak di sudut ruangan sangat menggambarkan Yuka yang gemar membaca. Si pemilik ruangan mempersilakan tamunya untuk duduk di karpet tebal berwarna pink dengan meja kayu pendek berbentuk bulat di tengahnya. Hana dan Aby setuju kalau kamar Yuka begitu nyaman.

"Maaf ya cuma bisa kasih ini. Ini oleh-oleh dari Ibuku kemarin" ujar Yuka begitu kembali dari dapur membawa nampan berisi Rikuro Chessecake dan Keshimochi isi kacang merah yang begitu khas dari kota tempat sang ibu bekerja kemarin.

"Ini keshimochi dari Kojimaya ya? Gue suka banget! Dulu gue pernah kesana beberapa tahun lalu" kata Hana dengan mulut penuh dengan keshimochi. Keshimochi adalah mochi kenyal yang biasanya berisi kacang merah.

"Ibu lo dari Osaka?" tanya Aby seraya mengambil sepotong cheesecake.

"Ah, kalau begitu ini pasti Rikuro Chessecake. Dulu gue pernah mau beli ini, tapi ramainya minta ampun. Alhasil pulang dengan tangan kosong" ujar Hana sekali lagi masih dengan mengunyah keshimochi.

***

Suara mobil terdengar dari balik pagar ketika ketiga gadis itu sedang asik mengobrol tentang klub masing-masing.

Yuka berdiri di tempatnya. "Itu pasti Ibu, aku ke bawah dulu ya" ucap Yuka begitu gembira. Disusul anggukan kepala kedua temannya.

Yuka bergegas membukakan pintu untuk ibunya. Rasanya sudah lama sekali tidak menyambut ibu pulang. Selama beberapa bulan terakhir tidak ada lagi seseorang yang masuk dari pintu depan setelah Yuka pulang. Atau sebuah seruan Yuka, Ibu pulang. Hanya sepi hingga menjelang pagi. Wanita itu mengenakan setelan kerja yang masih rapi, namun wajahnya terlihat sangat lelah. Yuka langsung saja memeluk sang ibu sebelum wanita itu berkata apa pun.

Wanita itu begitu heran melihat putrinya yang begitu bersemangat. "Ada apa Nak? Kayaknya lagi senang ya?" tanya Marika pada gadis dalam pelukannya.

"Iya Yuka seneng bisa sambut Ibu pulang setelah sekian lama"

Marika melihat beberapa pasang sepatu asing di belakang pintu. "Ada temanmu Nak?" tanyanya pada Yuka.

Yuka melepaskan pelukannya. "Iya Bu, ada Hana dan Aby" senyum Yuka masih merekah dengan manisnya.

"Teman sekelas yang kamu pernah cerita itu?" Marik tersenyum menggoda pada gadis perempuannya. Yang ditanya hanya mengangguk seraya tersenyum makin lebar.

Setelah sang ibu masuk ke kamarnya. Yuka kembali pada teman-temannya yang mungkin sudah beralih topik saat ini. Tadi Aby juga bercerita kalau dia sudah kenal Zami, ketua klub Sastra itu sejak kecil karena orang tua mereka berteman. Dan secara tidak sengaja Hana mengatakan bahwa ia mengagumi Zami. Yuka penasaran apakah Hana betul-betul menyukai Zami. Ingin rasanya ia membantu mendekatkan Hana dan Zami.

Yuka sudah tiba di kamar ketika melihat nampan berisi makanan itu sudah kosong setelah sebelumnya ia dua kali mengisi ulang keshimochi di piring itu.

"Kita perlu ketemu Ibu lo?" tanya Aby sopan.

Yuka menggeleng tegas. "Ngga perlu. Ibuku langsung ke kamarnya untuk bersih-bersih"

"Kalau Ayah lo pulang jam berapa?" tanya Hana spontan begitu saja. Mendadak wajah Yuka beralih murung, padahal saat masuk kamar wajahnya berseri. Hana dan Aby langsung menyadari perubahan ekspresi Yuka dan bertanya-tanya apa yang terjadi.

Yuka sedikit ragu menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ia takut kalau kejadian seperti di sekolahnya dulu terulang lagi akibat berita buruk sang ayah. Ia takut akan kehilangan teman-temannya bila bercerita hal yang sudah berusaha dikuburnya dalam-dalam. Tapi Yuka meyakinkan dirinya untuk tidak merusak kepercayaan teman-temannya dengan berbohong. Bagaimana pun Hana dan Aby sudah sangat baik padanya.

"Ayahku ngga tinggal disini. Ehm..." Yuka begitu gugup mengatakannya. Hana dan Aby saling tatap. Bingung dengan gelagat yang ditunjukan Yuka.

***

Malam ini adalah malam Natal. Kerlap-kerlip lampu menghiasi setiap sudut kota. Malam Natal di kota itu lebih seperti tradisi yang dirayakan setiap tahunnya. Musim dingin kali ini lebih terasa menusuk dan butiran salju terlihat lebih banyak dari biasaya. Namun tidak menghalangi penduduk kota untuk menikmati malam itu. Restoran tampak penuh dengan keluarga atau pun para pasangan untuk melewati malam Natal bersama. Malam yang dibilang valentine kedua setelah Februari. Jalanan juga tampak ramai dengan para muda-mudi yang riang menjelang tahun baru ini.

Namun malam yang damai berubah menjadi kepanikan ketika terjadi kecelakaan di jalanan dekat taman kota yang begitu ramai pengunjung malam itu. Terjadi tabrakan antara pejalan kaki dan sebuah mobil sedan. Pengemudi sudah pingsan di dalam mobilnya. Sedangkan pejalan kaki yang merupakan seorang pria dewasa dan seorang remaja laki-laki berusia belia itu sudah bersimbah darah akibat tabrakan yang cukup kencang. Keduanya pingsan. Beruntung di antara kerumunan itu ada seorang perawat yang dengan sigap memberikan pertolongan pertama. Dan tak lama setelahnya sebuah ambulans datang untuk segera membawa ketiga korban yang tak sadarkan diri itu ke rumah sakit. Kerumunan di jalanan dekat taman itu langsung bubar begitu ambulans meninggalkan tempat kejadian dengan segera. Namun bercak darah yang ada di jalanan masih terlihat jelas.

Keluarga korban sudah datang tak lama setelah pihak rumah sakit mengabarinya. Terlihat istri dari pria yang menjadi korban tabrakan itu menangis tersedu-sedu. Ia teramat mengkhawatirkan suaminya yang masih tak sadarkan diri. Ia berharap agar suaminya dan putra laki-lakinya dapat selamat dari kecelakaan yang tak terelakan itu.

Di ruangan lain seorang wanita dan gadis kecil dengan rambut berkuncir dua sedang duduk di sisi sebuah ranjang rumah sakit. Sosok pria yang tadi berada di belakang kemudi ketika kecelakaan terjadi sudah duduk tegak di atas ranjang. Pria itu sudah sadarkan diri bahkan sebelum ambulans tiba di rumah sakit. Ternyata dirinya sedang mabuk ketika mengendarai mobil. Tindakan yang ilegal dan sangat berbahaya.

Wanita di sisi ranjang itu bertanya pada suaminya. Namun sang suami tidak kunjung merespon. Pada pertanyaan kesekian, bukan jawaban yang didapat wanita itu. Justru seruan keras yang memekakan telinga. "Diam! Kamu itu cuma bikin tambah pusing aja! Lebih baik kamu pulang!" tidak perlu diminta dua kali. Wanita dan putri kecilnya langsung saja keluar ruangan membiarkan sang suami memiliki waktunya sendiri.

Namun bukannya langsung pulang, ia justru membelokan tujuannya pada kamar perawatan korban atas kecelakaan itu. Dirinya mendengar bagaimana keadaan korban ketika baru sampai di rumah sakit. Ia sangat khawatir dan memutuskan untuk meminta maaf dan melihat langsung keadaan korban. Wanita itu terkejut ketika melihat seorang wanita sedang duduk sendirian di depan ruang perawatan dengan tangis yang tersedu-sedu dan terasa sangat miris. Namun tekadnya sudah bulat untuk bertemu korban atau pun keluarganya. Entah respon apa yang akan ia dapatkan. Digenggamnya erat tangan mungil putrinya dan melangkahkan kaki ke arah kamar perawatan korban kecelakaan yang disebabkan suaminya yang pemabuk.

MémoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang