Empat

937 168 66
                                    

El menaikkan motor besarnya disusul oleh Mario dan Reza yang melakukan hal yang sama dengannya.

"Mampir gak, El?"

Tanpa menjawab pertanyaan Mario, Ia langsung saja melajukan motornya. Seakan-akan sudah mengerti dengan tindakan El, mereka berdua segera mengikuti motor cowok itu dari belakang.

Mereka memang berencana mampir ke kedai kopi yang dirancang khusus sesuai dengan desain yang El inginkan. Ah iya, pemilik kedai tersebut adalah Uncle-nya El.

Jarak dari SMA Adalard ke kedai Kopi Del'i memakan waktu hanya sekitar 10 menit lamanya. Setelah sampai di sana, mereka langsung saja memesan tempat yang sering ia tempati. Dan sekali lagi, tempat itu hanya di khususkan untuk dirinya bersama para sahabatnya. Sekeren itu? Tidak, ini terasa biasa saja bagi El.

"Uncle mana, Han?" Tanya El pada salah satu pelayan yang sudah dianggap dirinya sebagai orang kepercayaan yang membantu mengolah kedai ini.

Rehan Erlangga, cowok dengan postur tubuh yang sedikit kurus namun lumayan tampan, berumur 5 tahun di atas El. "Biasa, lagi pergi keluar nurutin istrinya belanja." Ucapnya dengan terkekeh kecil.

El hanya sedikit tersenyum simpul. "Pesanannya kayak biasa ya. Lo berdua mau minum apa?"

Mario menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk yang kini menyapa tubuhnya, seolah-olah berkata dirinya tidak boleh bangkit dari sana. "Kasih gue racikan kopi yang terbaik, Han. Inget ya jangan manis-manis karna gue udah manis."

"Mimpi lo." Ucap El sambil melepaskan tas dari punggungnya, lalu ia melakukan hal yang sama seperti Mario, bersandar di sofa. Astaga nikmat sekali setelah hampir setengah hari dirinya menghabiskan waktu di sekolah akhirnya bisa merasakan tempat duduk seperti ini lagi.

"Kalau gue, gue mau kopi yang rasanya manis kayak ucapan dia yang bilang sayang banget tapi lebih milih pergi tanpa alasan yang jelas." Ucap Reza.

El menaikkan sebelah alisnya, sedangkan Mario dan Rehan sudah menahan tawanya berusaha untuk tidak kelepasan supaya tidak mengganggu pengunjung lainnya.

"Kenapa jadi bucin lo? Di PHP in cewek lagi ya? Kasian banget ganteng-ganteng gak laku." Ucap Mario dengan nada meledek. Ia mengambil napas dalam-dalam supaya tidak berlanjut sampai tertawa terbahak-bahak. Bisa-bisa ia ditendang keluar oleh El.

Reza menatap Mario dan Rehan secara bergantian dengan kesal. "Ngambek ajalah gue daripada dinistain mulu disini sama lo lo pada, males gue."

Rehan menyudahi kekehannya. "Yaudah ini jadinya lo mau pesan apa, Za?" Ucapnya berusaha kembali menetralkan wajahnya yang sedari dari menahan tawa.

"Samain aja kayak El, gue penasaran sebenernya selama ini yang dia minum itu apaan sih."

Rehan mengangguk lalu permisi meninggalkan mereka bertiga untuk menyampaikan orderan.

"Kepo lo jadi cowok." Ucap El dengan ketus, ia kini menatap majalah yang memang di sediakan di setiap meja, menampilkan foto Alvira di sampulnya. Ah ia lupa bilang jika adiknya sudah resmi menjadi model remaja di salah satu majalah terkenal di Indonesia.

"Alvira cantik, gue gebet boleh gak?" Tanya Reza sambil menyilangkan kakinya.

Pada detik itu juga, El langsung saja menatap tajam ke arah Mario. "Nyari mati."

Mario menepuk pundak Reza dengan raut wajah prihatin miliknya. "Sabar ya, gue tau lo tabah menghadapi ini semua." Ucapnya dengan nada rendah seperti menirukan gaya seperti sedang menenangkan seseorang.

"Jauh-jauh lo dari gue, bau jengkol mulut lo." Ucap Reza sambil mengibaskan tangan di hadapannya, seperti benar-benar terlihat jika Mario memang bau jengkol. Padahal tidak, itu hanya siasat dia supaya cowok ini berhenti untuk bertindak menyebalkan di muka umum. Ia takut jika dirinya khilaf malu-maluin El di kedai kopi milik Uncle-nya.

ELBARA [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang