Dua puluh empat

400 35 18
                                    

Dinginnya angin malam tidak membuat seorang cowok dengan jaket hoodie-nya itu merasa kedinginan. Ia tampak menatap langit yang sedikit berawan itu dengan pandangan lurus.

"Bara?"

Panggilan halus itu menyapa indra pendengaran dengan sempurna, membuat dirinya harus menolehkan kepala ke sumber suara dengan wajah datarnya. "Duduk." Ucapnya sambil menggeser bokongnya, memberikan space untuk duduk cewek itu.

"Kenapa nyuruh aku datang kesini? Udah malam loh."

"Gak boleh?"

"Bukannya gitu." Cewek itu tampak gugup sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia mengaduh dalam hati, kenapa bisa-bisanya ia bertanya seperti itu? Dasar rasa penasaran yang tidak pernah pudar!

El mendongakkan kepalanya, kembali menatap langit. "Lo pulang lagi aja deh, Sa." Ucapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ia hanya merasa ingin di temani oleh seseorang untuk malam ini, tapi di saat ia sudah menemukan orang itu justru ia menjadi risih dan sedikit canggung.

Cewek itu, Nusa yang kini sedang menatap heran tepat di sampingnya cowok itu. "Nyebelin!" Pekiknya itu sambil mencubit pinggang El dengan ganas. Ia sudah jauh-jauh kesini dengan motor, malam-malam pula. Memberikan alasan konyol pada Rehan jika ia ingin membeli nasi Padang di ujung komplek perumahannya. Dan setelah ia sampai di tempat tujuan, tidak membuahkan apapun? Sungguh, ia rasanya ingin meninju El pada detik ini juga. Ah iya, ia tidak mempunyai keberanian yang cukup kuat.

El bergeming. Ia sibuk merasakan terpaan angin pada permukaan wajahnya. Dingin, itu yang ia rasakan. Tidak, bukan dingin yang menusuk sampai syarafnya, tapi dingin yang menenangkan hati. Tadi, ia menyerahkan segala keinginan Alvira pada Reza. Sahabatnya yang seperti meminta akses lebih jauh untuk mendekati adiknya.

"Sampai kapan lo selalu jagain Alvira gini? Maksud gue, Alvira juga butuh seseorang yang bisa nyembuhin dia dari luka lamanya, El." Ucap Reza sambil melihatkan senyuman simpulnya.

El mengembalikan ekspresi datarnya. "Terus?"

"Gue mau jadi orang itu El."

Tidak ingin membalas ucapan Reza, ia menghela napasnya. "Keburu malam, Za." Ucapnya yang sudah tidak ingin membahas ini semua. Ia hanya takut jika sahabatnya ini akan menyakiti hati seorang cewek yang sudah ia jaga selama ini. Cewek yang paling ia sayang di setiap detik dalam hidupnya. Cewek kedua setelah Almira yang menepati posisi prioritasnya.

Reza menatap El dengan sorot mata yang menunjukkan keseriusan yang berkali lipat. "Lo takut Alvira gue sakitin kan?"

"Iya."

"Lo kenal gue berapa lama, El?"

"Gak inget."

"Oke, ganti pertanyaan. Lo kenal sifat gue seberapa jauh?"

"Jauh banget."

"Lo masih berargumentasi kalau gue bakalan nyakitin Alvira kayak apa yang Bian lakuin ke dia dulu, iya?"

El bergeming. Ia menahan emosinya supaya tidak melukai sahabatnya ini. Bian, satu nama yang hanya di sebut dapat membuat dirinya kehilangan kendali. Karena menurutnya, seseorang yang sudah melakukan kesalahan, dia tidak akan pernah termaafkan.

"El, jawab gue. Iya gue tau kalau gue itu playboy. Suka ganti cewek, dan terlebih mungkin suka ngebaperin tapi habis itu ninggalin."

"Iya, ciri khas lo."

"Tapi buat Alvira, beda El. Gue sayang."

"Ada jaminan?"

ELBARA [TERSEDIA DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang