Dengan semangat, Alvira melangkah kan tiap kakinya menuju kantin kebanggaan SMA Yudhistira. Walaupun sekolah mereka termasuk sekolah elite tapi makanan kantinnya tetap terjangkau dan murah meriah. Dengannya uang jajan yang sehari mendapatkan 500 ribu, ia bisa saja membeli makanan sepuasnya, semau dirinya.
"Mpok Tari, es teh manis satu dong." Ucap Alvira sambil berdiri tepat di samping wanita yang umurnya mungkin sudah berkepala empat. Ia memang sudah terbiasa keluar masuk setiap kedai makanan yang berada di kantin ini. Yang lain pada sibuk mengantri, tapi dia bisa dengan bebas mendapatkan akses utama setiap kantin.
Mpok Tari menoleh ke arah Alvira sambil memberikan satu buah jempolnya ke udara. "Udah siap neng dari tadi. Tinggal di kasih es batu, jadi deh." Ucapnya sambil mengambil gelas gagang yang berisi teh lalu menaruhkan bongkahan kecil es batu kedalamnya.
"Wah top banget deh Mpok Tari mah!" Ucapnya dengan riang sambil mengambil gelas teh tersebut saat disodorkan Mpok Tari tepat di hadapannya.
Ia mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan. "Ini ya Mpok uangnya."
Mpok Tari menggeleng. "Gak usah neng, lagian juga es teh doang sama es batu. Gak perlu bayar, gratis."
Mungkin jika orang lain yang berada di posisi Alvira akan terasa senang, namun berbeda dengan gadis itu sendiri. Ia dengan hati-hati menaruh gelas yang di pegangnya di atas meja, lalu menatap Mpok Tari dengan senyuman manis. "Ini ya Mpok, aku kan pesen es teh manis buat aku minum. Yang otomatis bahan persediaan Mpok berkurang, ya aku wajib bayar lah." Ucapnya sambil menaruh paksa uang yang berada di genggamannya ke dalam tangan Mpok Tari. "Udah ya jangan protes, kembaliannya ambil aja Mpok. Byebye!"
Tanpa menunggu ucapan Mpok Tari, Alvira langsung saja melesat pergi meninggalkan Mpok Tari --yang sibuk mengucapkan terimakasih padanya-- dengan segelas ea teh manis di tangannya.
Ia berjalan sambil bersenandung kecil, sesekali menyesap es teh manis.
Arah matanya menatap segerombolan laki-laki yang duduk di tempat duduk kebanggan mereka. Siapa lagi kalau bukan Fabian dan beberapa orang temannya yang sibuk bercengkrama dan tertawa. Ia dengan segera melesat kesana.
"Ekhem, permisi."
Mereka yang berada satu meja dengan Fabian termasuk cowok itu pun langsung saja menoleh lalu memberikan siulan menggoda untuk dirinya.
"Berani godain, gue sikut lo." Ucap Bian menatap ke salah satu temannya dengan sorot mata yang sangat tajam.
Alvira tersenyum manis. "Ka Bian mantan pacar Alvira, jalan yuk nanti." Ucapnya sambil menyandarkan tubuhnya tepat di kepala kursi milik Bian.
"Gue sibuk, Ra."
"Tapi aku enggak, gimana dong?"
Bian menarik tangan Alvira supaya duduk tepat di sampingnya. "Gini ya Alvira cantik, kita udah putus yang berarti udah gak ada apa-apa lagi di antara kita. Sampai sini paham?"
Alvira meminum es teh manisnya lagi, ia menggelengkan kepalanya. "Enggak, nanti Alvira tunggu di parkiran ya."
"Ra, kita udah putus."
Bian menatap Alvira dengan sorot mata lelahnya. Sudah berkali-kali ia berusaha menyingkirkan Alvira dari hidupnya, tapi tidak bisa.
"Lo perlu gue kasarin?" Tanya Bian dengan nada yang sedikit lebih tinggi daripada sebelumnya.
"Santai bro, jangan kasar." Ucap salah salah satu teman Bian dengan nada cukup sinis. Entahlah, mungkin ia tidak suka jika ada seseorang yang kasar dengan cewek.
"Berisik lo."
Bian kembali menatap ke arah Alvira yang sialnya tidak pernah melunturkan senyum manisnya dari wajah mungil itu. "Lo boleh pergi, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELBARA [TERSEDIA DI WEBNOVEL]
Teen FictionDI TERUSKAN KE WEBNOVEL DENGAN JUDUL 'ELBARA : MELTS THE COLDEST HEART' terimakasih guys, love you all! "Gray describes my life before you come." Elbara Geofano Adalard Satu-satunya penguasa sekolah yang memiliki sifat dingin dan tidak tersentuh, ke...