—Selamat membaca 🐰
Sesampainya Jaehyun di rumah, ia tidak menemukan Jaemin di manapun.
Tadi setelah Jaemin keluar, ia akan mengejar Jaemin. Tapi ia merasa tidak enak hati dengan Taeyong dan Jeno. Karena Taeyong mengerti situasinya, ia meminta Jaehyun memprioritaskan anaknya terlebih dahulu.
Dan sekarang, Jaehyun tengah memijat pelipisnya. Jaemin tidak membawa ponselnya karena tertinggal di mobil. Lantas bagaimana caranya ia menghubungi anaknya?
"Jaemin kamu di mana, nak?"
Jaemin mencoba menghubungi teman-temannya. Barangkali dia ada di sana. Namun nihil. Teman-temannya tidak ada yang tahu.
"Astaga ini salahku. Kalau saja aku tidak tiba-tiba membawa Taeyong dan langsung memperkenalkan sebagai calon istri. Pasti tidak akan begini."
Jaehyun resah. Ia kembali menaiki mobilnya untuk mencari Jaemin lagi.
🍁
Jaemin berdiri di depan pintu yang tinggi. Ia agak ragu untuk mengetuk pintunya atau tidak. Jaemin membalikkan tubuhnya membelakangi pintu. Menatap halaman yang basah karena air hujan. Jaemin ingin pergi. Ia tidak ingin merepotkan bundanya.
Cklek
"Loh Jaemin sayang?"
"Bunda?" Jaemin langsng memeluk bundanya erat.
"Ada apa sayang? Ayo masuk, seragammu basah."
Jaemin masuk tanpa melepas pelukannya dari sang bunda. Jungwoo membawanya duduk di sofa. Jaemin menangis terisak di pelukannya.
"Bunda, ayah mau nikah lagi." Ujarnya dengan suara lirih.
Jungwoo tersenyum mengerti. Dulu ketika Jungwoo akan menikah lagi, Jaemin juga seperti ini. Jungwoo selalu meyakinkan Jaemin hingga Jaemin menerima Lucas menjadi suaminya sekarang. Jungwoo mengerti. Jaemin hanya takut tidak dicintai lagi atau bahkan ditinggalkan. Mungkin Jaemin tidak ingin seperti dulu. Jungwoo pergi dari rumah setelah bercerai dengan Jaehyun dan Jaemin merasa Jungwoo meninggalkannya.
Jaehyun dan Jungwoo memang berpisah dengan cara yang baik-baik. Dan sampai sekarang hubungan keduanya masih baik-baik saja. Hanya saja dengan perasaan yang berbeda.
"Lalu Jaemin kenapa sedih?"
"Ayah terlihat lebih bahagia dengan mereka, bunda. Lalu ayah akan melupakanku."
"Masa? Bunda saja tidak pernah melupakan Jaemin. Ayah juga tidak begitu sayang." Ucap Jungwoo membelai surai Jaemin.
"Sudahlah bunda. Mungkin ayah sudah lelah mengurusku. Aku 'kan bisanya hanya merepotkan orang terus. Aku juga tidak pintar dan aku ceroboh. Tidak ada yang bisa dibanggakan dariku, bunda." Air matanya menuruni pipinya, deras.
"Sayang, jangan bicara seperti itu. Ayah—"
"Sudah bunda! Aku tidak mau dengar bunda membela ayah terus." Jaemin menutup telinganya. Ia menatap kesal Jungwoo dengan wajah memerah karena menangis.
"Ada apa ini?" Tanya seseorang yang berjalan menghampiri Jungwoo dan Jaemin. Kemudian ikut duduk di samping mereka.
"Ada apa, boy? Laki-laki masa menangis?" Godanya.