Hurt Love

74 13 8
                                    

Raina mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit. Lagi-lagi ia mendapati Fara sedang duduk di pinggir kasur dengan menghadap ke luar jendela kamarnya. Sudah tiga hari ini Raina perhatikan Kakaknya itu sering sekali melamun. Entah melamun tentang apa! Raina merasa Fara sedang menyembunyikan sesuatu atau memang sedang ada masalah.

"Kak!" panggil Raina yang sudah memasuki kamar Kakaknya. Sama sekali tidak ada sahutan.

Raina pun duduk di samping Fara, bahkan Kakaknya itu tidak sadar akan kehadiran dirinya.

"Kak!"

"Kak Fara!!!" Raina setengah berteriak.

"Eh iya Dik, ada apa?" Fara cepat-cepat menyembunyikan undangan yang ia pegang sejak tadi.

Raina sekilas melihat benda berwarna gold yang Kakaknya itu sembunyikan dibawah bantal dengan cepat. Seperti kertas berwarna gold terukir.

"Apa itu Kak?"

Fara mengerutkan keningnya. "Bukan apa-apa." jawabnya cepat.

Raina mencebikkan bibirnya. "Kak Fara ada masalah ya? Kok kayaknya akhir-akhir ini suka ngelamun." Raina langsung to the point.

Fara menggeleng lalu tersenyum. "Enggak kok, Kakak nggak ada masalah. Mending kamu tidur gih udah malam." jawab Fara sebisa mungkin menutupi hal yang tak seharusnya ia pikirkan.

Raina pasrah, ia pun berlalu menuju kamarnya, mungkin Kakaknya tidak ingin membuatnya khawatir.

Sepeninggalan Riana dari kamarnya. Fara pun mengambil kembali undangan tersebut dari bawah bantal tidur. Lalu memandang sebuah undangan yang membuatnya terus kepikiran. Sebuah undangan gold yang terlihat mewah itu bukan masalah, tapi nama yang tertera didalam undangan tersebut.

Kenapa Fara jadi seperti ini. Bukankah seharusnya Fara bahagia karena akhirnya lelaki yang ia benci selama ini tidak akan muncul lagi dalam hidupnya. Seharusnya begitu, tapi perasaan Fara tidak bisa berbohong! Pikiran dan mulutnya berusaha melupakan masalalu tapi hatinya menolak!

"Kenapa kamu jahat Alvi?"

"Dulu kamu meninggalkan aku!"

"Dan sekarang kamu akan benar-benar meninggalkan aku."

Fara menangis dengan tangan yang sudah memukul-mukul dadanya yang sesak, rasanya begitu sesak sekali, kenapa ia harus bertemu lagi dengan Alvi kalau akhirnya memang tidak akan pernah bersama. Iya, sejujurnya Fara masih mencintai Alvi, rasa itu masih ada dan akan tetap ada. Fara memang munafik, ia begitu membenci sekaligus mencintai Alvi.

Sementara di tempat lain Alvi melepas masker, penutup kepala dan pakaian operasi yang sudah hampir tiga jam melekat di badannya.
Setelah melakukan operasi, kini Alvi sudah merasa lega menjalankan tugasnya. Hari ini begitu melelahkan dari pagi sampai malam banyak sekali pasien yang masuk rumah sakit, dan membuatnya juga banyak melakukan operasi bedah yang memang sudah menjadi keahliannya.

"Vi. Lo enggak usah terlalu memaksakan diri, masih banyak dokter bedah lainnya."

Barusaja Alvi mencoba mengistirahatkan badannya, dokter Reza sudah membuatnya menghela napas kasar.

"Gue cuma berusaha melakukan kewajiban gue." jawab Alvi kembali bangkit dari ranjang istirahat para dokter.

Setiap dokter memiliki tempat istirahat masing-masing bagi mereka yang tidak bisa pulang karena saking sibuknya di rumah sakit. Apalagi bagi anak-anak koas yang menjalankan tugas di rumah sakit, rata-rata dari mereka tidak akan punya waktu untuk kembali ke rumah. Itulah dunia kedokteran yang sangat menyita waktu, seorang dokter sudah bersumpah akan mengabdi untuk mengutamakan pasien daripada kepentingan pribadi.

See You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang