Patah

74 13 6
                                    

Jakarta, 2009

Sejak tadi gadis berambut sebahu itu hanya mengoret-oret buku di halaman paling belakang miliknya. Goresan pena itu membentuk tulisan yang tidak jelas dan pastinya lebih asyik dibandingkan soal matematika yang terlihat rumit di buku cetak tebal itu. Bukannya ia malas tidak mau berusaha mengerjakan tapi memang otaknya sudah mentok. Alhasil ia pasrah, toh nanti juga kedua sahabatnya pasti memberi contekan.

"Mau gue bantu?"

Suara berat itu mengalihkan perhatian gadis berambut sebahu itu. "Nggak usah, makasih." jawab Fara datar tanpa ekspresi.

Ya gadis itu adalah Fara. Difara Adinda Putri, gadis dingin yang sebenarnya baik. Fara memang sulit bersosialisasi dengan teman sebaya, apalagi teman lelaki. Tak sedikit anak lelaki yang mendekatinya, dan dengan terang-terangan Fara menolak mereka. Semua itu karena Fara tidak percaya pada sosok lelaki dalam hidupnya, ia menyaksikan sendiri bagaimana Mamanya menderita karena Papanya.

Sementara anak lelaki yang menawarkan bantuan itu hanya dapat menghela napas, sudah beberapa kali gadis disampingnya ini menolak bantuannya, padahal niatnya tulus hanya ingin membantu dan berteman.

"Alvi, ajarin gue sih nomor 7 gimana?"

Anak lelaki yang bernama Alvi itu mengiyakan lalu mengajari Pinkan dengan perlahan. Dan tanpa Alvi ataupun Pinkan sadari, Fara sudah memperhatikan pengajaran dari Alvi.

"Wahhh akhirnya ketemu juga, makasih ya Vi." ucap Pinkan tersenyum berbinar.

"Iya Pin, sama-sama." balas Alvi seadanya.

Alvian Dirgantara adalah murid baru pindahan dari Bandung, ia sudah seminggu belajar di sekolah barunya itu. Sebisa mungkin Alvi mengakrabkan diri dengan teman-teman sekelas dan mereka menerima kehadiran Alvi tapi tidak dengan gadis disebelahnya alias teman sebangkunya, gadis itu seolah menolak untuk berteman.

"Minggir!"

Alvi beranjak, memberi ruang untuk Fara keluar dari meja mereka. Meja pojok pinggir tembok dengan urutan keempat itulah meja mereka dan Fara selalu menyuruh Alvi minggir ketika ia akan duduk maupun beranjak.

Fara pun sudah mengajak dua temannya untuk pergi meninggalkan kelas karena jam istirahat sudah tiba. Begitupun dengan anak-anak lainnya.

"Gila ya, gue mati kutu deket itu cowok! Sok hebat banget pake mau ngajarin gue segala." cerocos Fara sambil mencomot gorengan di hadapannya.

Kini mereka bertiga sudah duduk di kantin, memesan makanan untuk mengganjal perut mereka yang sudah keroncongan akibat mikir keras akibat pelajaran matematika tadi.

"Anak baru itu?" tanya Lisa memastikan.

"Iyalah siapa lagi." jawab Fara cepat.

Lisa dan Fita sudah menghela napas, mereka bingung harus membela siapa? Sudah jelas-jelas sahabatnya itu menunjukkan rasa tak suka padahal Alvi selalu baik. Dan memang faktanya Alvi murid yang cerdas, Alvi bisa mengimbangi mata pelajaran di kelas dan beberapa kali terlihat aktif di kelas dengan menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

See You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang