Ketika mataku terbuka, aku langsung dihadirkan pandangan langit-langit ruangan yang asing. Mengerjap sejenak, kemudian aku melompat bangun. Diam lagi, masih coba mengumpulkan nyawa dan kesadaran secara utuh. Aku tertidur di sebuah ranjang dua tingkat bagian atas, dan ranjang serupa juga terdapat di sisi dinding yang satu lagi. Meja kecil, laci, lemari, kamar yang minimalis ... seperti sebuah asrama.
Ini di mana?
Aku segera berlari ke luar kamar. Kutelusuri lorong-lorong ruangan hingga aku menemukan jalan keluar.
Sesampainya di luar, aku tak percaya dengan lingkungan yang ada di sekelilingku sekarang. Seumur hidup, aku belum pernah mendatangi tempat dengan tata letak bangunan seindah sekaligus seaneh ini. Bentuk bangunan yang biasanya cenderung petak menjulang ke atas kini tidak tampak pada mataku. Semuanya berbentuk beraneka rupa ... ada yang lingkaran, ada yang arsitekturnya lebih rumit tak bisa kugambarkan, dan ...
seperti di film-film klasikal yang biasa aku tonton?
Selagi terheran-heran dengan apa yang kulihat sekarang ini, tanpa sadar aku terus berjalan sampai mengitari air racun dan menabrak seseorang.
"Ah, maaf!" Lantas aku berucap. Lelaki di hadapanku sejenak tidak memberi respons apa-apa. Namun, kemudian ia menanyakan sesuatu.
"... Kash?" katanya.
Aku terperangah sesaat. Rupa laki-laki di hadapanku ini sepertinya tidak asing, tetapi aku sendiri tidak ingat pernah mengenalnya.
"Kasha?" tanyanya lagi. Dia tahu namaku?
"Iya, aku Kasha. Kamu siapa?" tanyaku sangsi. Wajah orang di depanku saat ini biasa saja sebelum akhirnya ia tersenyum sumringah.
"Ini aku!" ucapnya antusias. "Couple kamu!"
Refleks, aku memiringkan kepalaku.
... Couple?
Sedetik kemudian aku tersadar.
"Kamu?!" ujarku tak percaya.
"Iya, iya. Ini aku!" seru dia lagi. Pantas saja ia tidak terasa asing bagiku.
Aku mendorong lengannya. "Kamu kan sudah tahu wajahku di real life! Kok masih bingung ketemu aku gini!" kataku tidak terima. Dia tertawa kecil.
"Yah, maaf. Aku kan nggak pernah jumpa kamu di dunia nyata," kata lelaki di dekatku ini. Lalu, aku tersadar akan sesuatu.
"Omong-omong soal dunia nyata ...," kataku terhenti sebentar. "Ini ... di mana?" Aku melihat ke sekitar lagi, lalu kembali melihat wajahnya. Tak kusangka, ia malah senyum-senyum sendiri sambil melihatku.
Aku mundur sedikit. "Kenapa kamu senyum-senyum gitu?"
Ia tak menghapus senyumnya, malah kini bercampur tawa. "Nggak. Aku cuma senang punya pasangan benar-benar cantik."
Aku senyap lagi. Sudah lama aku tidak dipuji. Apa pipiku bersemu?
Aku menatap penampilannya lagi yang mengenakan coat berwarna putih gading dengan dalaman berwarna hijau daun juga celana putih bersih.
"Kamu juga ... lumayan," nilaiku. Apa aku tersipu sekarang?
Dia tertawa lagi. "Kita kayaknya masuk ke dunia gim kita, deh, Kash."
Aku memandangnya tak percaya. "Hah? Masa iya?"
Dia pun memastikan padaku. "Kalau enggak gimana caranya aku bisa ketemu kamu gini?"
"I ... ya juga, ya." Aku mengiyakan.
"Yang enggak kusangka, sih," katanya masih memberi senyuman, "Kamu masuk ke sini dengan jilbaban begitu."
Mendengar perkataannya, aku pun meraba-raba diriku. Iya, juga. Aku memakai pakaian hijab sebagaimana mestinya aku di dunia nyata. Well, gim yang kami masuki ini sebenarnya memang menjual pakaian berhijab di toko bajunya, sih, tetapi set pakaian yang seharusnya hanya bisa dibeli secara berpasangan itu terlalu mahal untuk kami berdua. Sebagai player gratisan kami cuma bisa membeli baju dan kostum murah saja, walau masih termasuk bagus, sih.
Dia mulai berbicara lagi. "Aku, sih, enggak kaget waktu tahu aku ada di tempat ini. Habisnya aku ingat sebelum ini persis kan kita mabar bareng." Ia menerangkan kondisinya. "Terus aku ketiduran."
Aku pun baru ingat. "Oh ... iya, ya. Kita main bareng habis itu rehat bentar karena kamu mau ngurusin temen di klub kamu dulu, ya?" Aku mengingat-ingat. "Habis itu ... aku pun ketiduran kayaknya."
Waktu berjalan dalam hening untuk beberapa saat. Aku menginisiasi memberikan jabatan tangan kepadanya. "Kalau begitu, salam kenal lagi! Hehe." Aku berkata dengan penuh semangat.
Senyum di wajahnya masih saja belum sirna. Ia menjabat tanganku, "Salam kenal lagi, Kasha. Senang jadi pasanganmu," katanya lembut.
Baru kusadari, kalau sekeliling kami mulai ramai dengan orang-orang dan pasangan-pasangan lain. Kalau mengamati seperti ini, aku tahu sekarang berada di mana. Tempat ini serupa lobi (walau istilahnya kurang tepat, sih, ya) ketika aku baru masuk pertama kali dalam gim.
Tak berapa lama, sebuah suara siaran yang sangat kuat terdengar, memberitakan bahwa ada ruangan khusus di aula dansa yang bisa dikunjungi untuk mendapatkan bonus dan hadiah tertentu, disusul pengumuman bahwa akan diadakan turnamen dansa sesaat lagi. Kemudian, jika didengar betul-betul siaran itu, suara-suara tidak jelas lain yang mengucapkan kalimat-kalimat tak jelas dan tak bermakna juga ada.
Aku menatap lelaki di hadapanku. "Mau ke hall?" tawarku padanya.
"Iya, tapi kamu harus ganti baju dulu," katanya menyuruh. "Kamu udah cantik, sih, tapi masa enggak mau kembaran sama aku?"
"Iya, iya." Aku mendesah pasrah. "Ya, udah. Kita ke toko baju dulu. Kamu tahu di mana tempatnya?"
Ia seketika langsung meraih tanganku dan mengajakku untuk berjalan mengikutinya. Setelah melalui berbagai jalur, akhirnya kami sampai di sebuah bangunan bertuliskan 'Mall'. Kami berdua disambut ramah ketika masuk ke toko tersebut, lalu segera memilih-milih pakaian untuk dikenakan bersama. Lalu, hal yang tak kusangka, ternyata para pemain yang memang akan berdansa di aula utama nanti tidak perlu membayar pakaian yang mereka pilih untuk dikenakan nanti.
Setelah usai memilih dan mengenakan baju pasangan yang modelnya tidak jauh berbeda dari yang sebelumnya dikenakan oleh pasanganku, kami segera mendatangi aula utama tempat kami akan berdansa. Karena lokasinya yang ternyata jauh, kami pun harus menaiki transportasi khusus yang ternyata sudah tersedia di setiap spot bangunan yang ada di sini.
Kami tiba di depan sebuah bangunan megah berhiaskan lampu-lampu sorot yang bergerak menyinari langit, kemudian berbalik ke arah bangunan. Suara riuh musik dan orang-orang yang berada di dalam terdengar begitu meriah sampai aku tak bisa membayangkan hal seperti apa yang akan aku hadapi di dalam sana.
Dia memberikan tangannya kepadaku.
"Kamu siap masuk?" tanyanya meyakinkan diriku. Aku memantapkan diri dahulu, kemudian mengangguk.
"Yup, ayo!" Aku menjabat tangannya. Kami berjalan masuk bersama dan bertanding dansa dengan orang banyak–kegiatan yang tak pernah kusangka bisa kulakukan dalam hidupku.
Berada di dunia game! Hehe.
Aku main audi mobile guys. :3
KAMU SEDANG MEMBACA
DWC2020: Scarving for Sacrifice in 30 Days
AléatoireIsinya nggak se-horror sampulnya, kok. DWC 2020 Copyright © July 2020 by compartisan on Wattpad