Mati, Death, Literally End

552 19 0
                                    

"Sudah naik ayo, saya antar ke kantor" printah mas Tria.

"Gk usah mas merepotkan, saya kalo berangkat atau pulang kerja selalu naik busway, karena semalem pulang larut saja jadi saya memesan layanan mas"

"Gak ada! mas Taufik harus nurut, saya mau berbuat baik sama mas. Jangan cuma mas saja yang bisa berbuat baik sama saya" printah ya lagi yang langsung menyodorkan helm ke aku.

"Bener nih gk merepotkan, mas semalam sudah di telpon loh sama ibu mu" alasanku untuk menolak tawarannya.

"Sudah diem naik"

"Ya sudah mas, makasih ya mas" aku langsung menerima helm dari pemberian mas Tria dan duduk dibelakangnya diatas motor matic 150cc hitamnya.

Diperjalanan tidak ada satu kata pun keluar dari mulut kami, sampai akhirnya di lampu merah mas Tria menarik tanganku diatas lutut untuk memegang pinggangnya.

"Pegangan nanti jatuh, saya mau agak sedikit ngebut. Sudah kangen sama seseorang" Printah mas Tria sambil mengarahkan tanganku ke pinggang nya.

"Deg, apaan ini?" Fikirku dalam hati, yang juga kaget dan juga berfikir kembali "kenapa dia lakukan ini? Seseorang? Siapa dia? Pacarnya?" Rasa kaget, penasaran, jealous jadi satu.

Akhirnya tak lama motor yang mas Tria kendarai sudah sampai di gedung menjulang tinggi berkaca berwarna biru.

"Dah sampai mas Taufik" ucapan mas Tria itu sontak menyadarkan ku dari berbagai macam pikiran yang ada diisi kepala ku.
"Makasih ya mas Taufik atas semua yang telah mas bantu sama saya. Mungkin kalo kemarin saya memaksa pulang di tengah hujan deras pagi ini saya sakit, tapi mas taufik dengan baik hati menawarkan kebaikan lebih dari hanya sekedar berteduh saja. Sekali lagi terimakasih" jelas mas Tria sambil tersenyum dengan senyuman yang sangat manis dan hangat serta menganggukan kepala nya serasa menghormati aku. Seketika perkataannya dan sikapnya langsung meluluhkan hati saya.

"Eh, iya mas. Saya juga makasih sama mas Tria jadi harus repot-repot anterin saya ke kantor dulu" balasku tersenyum dan tersipu sambil menggeleda saku belakang untuk mengambil dompet. Dompet berhasil ku keluarkan dan baru saja mau membuka dompet, tangan mas Tria menyentuh tangan ku yang memegang dompet tersebut dan mengarahkannya menjauh sambil berkata,

"Mas taufik, saya ikhlas. Tolong mas terima hutang budi saya sama mas" suaranya lembut, mas Tria mengucapkannya sambil tersenyum.

Mas Tria sekali lagi berhasil membuat saya luluh dihadapannya, dibuatnya wajahku memerah dan tersipu malu.

"Ya sudh ya mas, saya pamit dulu. Sekali lagi saya ucapkan trimakasih banyak sama mas Taufik. Semoga hari mas taufik lancar, sampai jumpa mas" ucap mas Tria sambil menghidupkan mesin motornya kembali dan bersiap bergegas meninggalkan ku di depan kantor tempat ku bekerja.

"Mari mas Taufik"

"Iya mas hati-hati dijalan" ucap ku memandang ke arahnya dengan tatapan kosong yang sedang memikirkannya, yang begitu rupawan yang membuat aku tidak bisa berkata apa-apa lagi didepannya.

Tak lama mas Tria pun pergi mengendarai motor matic hitamnya. Walaupun memandang dari belakang mas tria juga terlihat sangat gagah dengan jacket warna hijau, dan ripped jeans yang sudah sedikit kotor dengan safety shoes warna coklatnya.

Begitu sosok yang gagah dan berwibawa itu tak terlihat akupun langsung masuk ke kantor. Jalan melalui lobby dan naik lift ke lantai 18.

Sesampai di divisi tempat ku bekerja sudah ada pak Andy didalam ruangannya yang sampai lebih dulu. Tanda-tanda kehadiran mba Agni juga belum terlihat.

My One & Only TransporterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang