Jung Jaehyun mencengkeram tangan ayahnya saat mereka melangkah menyusuri lorong menuju altar. Dia sungguh tidak dapat melakukan semua ini. Mengapa dia bisa membiarkan semuanya terjadi hingga sejauh ini?
Jung Yunho meraih dan menepuk-nepuk punggung tangannya. "Santai saja, tidak perlu segugup itu, Jaehyun-ah," bisik ayahnya itu.
Santai saja? Bagaimana mungkin dia bisa santai? Jaehyun melirik sulur putih panjang yang membentang di hadapannya, pita putih satin di ujung bangku gereja, serta anyaman ranting tinggi yang dipenuhi kuncup bunga mawar berwarna merah muda dan putih. Bunga kesukaannya, yang entah mengapa saat ini justru tidak menarik minatnya sama sekali.
Saksi dari pihaknya dan kelima pengiringnya, semuanya mengenakan gaun bernuansa merah muda dan membawa buket bunga anyelir putih, berdiri di sana dan tampak jauh lebih bahagia dibanding dirinya. Mereka pasti tengah mengenang pernikahan mereka sendiri atau membayangkan pernikahan mereka kelak. Saudara laki-lakinya, Jung Haechan dan Jung Jaemin, berdiri di samping Mingyu, bersama dua saudara laki-laki dan sepupu pria itu.
Mengapa dia bisa semudah itu termakan bujukan ayahnya untuk menjalani pernikahan ini? Dari sudut matanya, dia melihat ibunya duduk di deret terdepan, tampak bahagia sekaligus sedih.
Ayahnya meringis saat dia mencengkeram kuat-kuat lengan pria paruh baya itu. Dalam beberapa langkah mereka sudah berada di depan altar. Harum bunga mawar seketika memenuhi indra penciumannya, namun sama sekali tidak bisa meredakan kegugupannya.
Ayahnya sedikit membungkuk dan mencium keningnya lalu menaruh tangannya, yang dingin dan gemetaran, di atas tangan Mingyu. Merasa ditinggalkan, Jaehyun memohon dalam hati kepada ayahnya, yang dibalas dengan anggukan singkat dan senyum menenangkan, sebelum melangkah mundur. Seraya mendesah pasrah, Jaehyun dengan enggan menghadap ke arah pendeta.
"Pernikahan adalah sesuatu yang sakral," ucap sang pastor memulai khotbahnya. "Dan tidak bisa dilakukan dengan mudah."
Jaehyun mencuri pandang ke arah Mingyu. Pria itu bertubuh jangkung, berambut hitam legam, dan tampan, dengan mata hitam, wajah tirus dan hidung mancung. Dia ambisius, selalu tenang, dan bahkan lebih kaya dari pada ayahnya. Tapi, apakah dia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama pria itu? Jaehyun mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa keraguan ini tak lebih dari sekedar rasa gugup yang menyerangnya, rasa gugup yang justru hadir pada detik-detik terakhir. Tapi, dia sadar jika keraguannya ini lebih dari sekedar rasa gugup.
Mingyu adalah pria yang selalu ingin menjadi pusat perhatian. Pria itu memiliki ambisi besar dan ingin mencalonkan diri di kantor publik dalam satu atau dua tahun, tetapi bukan kehidupan rumah tangga semacam itu yang Jaehyun inginkan. Dia hanyalah pria sederhana dengan mimpi tentang sebuah keluarga yang bahagia, yang dia inginkan adalah menikah dengan seseorang yang dia cintai dan mencintainya, dan hidup dengan seorang pria yang lebih mementingkan pendampingnya dibandingkan dengan karirnya.
Mingyu telah membuatnya melupakan hal penting itu sejenak. Pria itu telah membuatnya terpesona kemudian terjebak ke dalam cinta semu yang pria itu tawarkan, meyakinkannya bahwa dia mencintai pria itu. Ya, Jaehyun telah terjebak dalam permainan yang diciptakan oleh Mingyu.
Dan mengapa dia tidak mendengarkan perkataan ibunya?
"Dia tak akan membuatmu bahagia, Jaehyun-ah." Jung Jessica telah mengatakan hal itu dua puluh menit yang lalu, sebelum pemberkatan. "Belum terlambat untuk berubah pikiran dan mencari cinta sejatimu, eomma hanya merasa kebahagiaanmu bukan dengan Mingyu."
"Eomma, apa yang eomma katakan? Aku sudah memilihnya." Jaehyun menatap ibunya di cermin, mencoba meyakinkannya lewat sorot matanya, saat wanita paruh baya itu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dude Ranch Bride (Johnjae)
FanfictionJaehyun memutuskan untuk melarikan diri dari pernikahannya dan bersembunyi di Jeju. Namun, disana dia justru bertemu dengan mantan kekasihnya, Johnny Seo. Pria yang sangat dicintainya hingga saat ini. Apakah perasaan pria itu juga tak berubah terhad...