KEYAKINAN

24 5 1
                                    

Penulis : Alfita Meila Putri
Genre : Religion
Alfitafff_

🌻🌻🌻

"Kamu itu beda! Kamu yakin mau pacarin anak saya, sedangkan kamu berbeda keyakinan dengan kita!" geram Ayahnya Ersya, saking murkanya, ia sampai tidak sadar kalimat yang keluar dari mulutnya itu sudah kelewat batas.

"Ayah sadar gak? Kalau ayah sudah kelewatan?" lirih Ersya, ia menatap sendu Ezra yang tengah menunduk.

"Sudahlah, yah, kita 'kan bisa omongin baik-baik," lerai Mamanya Ersya.

"Gak bisa, mau jadi apa mereka kalau masih sekolah terus minta pacaran tapi berbeda keyakinan?"

Sangat menusuk. Terpaksa Ezra harus pulang dengan rasa kecewa yang mendalam. Mungkin ia akan mencoba kembali di lain hari.

***

Lembayung senja kini telah bergulir menggantikan oranye hitam dengan dihiasi rembulan tak luput juga bintang. Ezra sudah siap dengan pakaian rapi lalu ia mengambil jaket yang sudah tersampir di balik pintu kamarnya. Ia mengayunkan langkah dengan perlahan mengendap-endap layaknya seorang pencuri.

Berasa kek maling gue, padahal di rumah sendiri.

Setelah berhasil keluar dari rumah, Ezra mulai menyalakan R15 miliknya dan dalam hitungan detik ia melesat jauh meninggalkan pekarangan rumah yang terlihat sepi.

Tanpa membutuhkan waktu lama ia sampai di tujuan, rumah minimalis yang dipenuhi oleh tanaman anggrek. Walaupun hari sudah gelap tetapi aura tanaman itu sangat terlihat.

Ezra mendongak menatap jendela kamar seseorang. Senyumnya perlahan terbit lalu ia mencari batu kerikil setelah mendapatkannya Ezra melempar kerikil itu ke arah jendela hingga menimbulkan suara yang nyaring. Merasa tak ada yang mendengar, Ezra kembali melemparnya.

Ersya membuka jendela kamarnya, "siapa?!"

"Gue Ezra, sini turun, Ca."

"Mau ngapain? Males, udah malam juga." Ersya kembali menutup jendela kamarnya yang terletak di lantai atas.

"Dih, malah ditutup. Turun gak, lo, Ca!" Ezra terus berteriak tanpa memperhatikan sekitarnya. Kaya penagih utang aja anjrit.

"Woi, budjang! Berisik, kuping gue hareudang. Kayak gak ada etika lu teriak di rumah orang malem-malem, mending ngaji sono," tegur tetangga yang merasa terganggu, hanya saja ia tidak tahu kalau Ezra itu non-muslim.

Ezra menoleh pada tetangga tadi, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu meminta maaf.

"Lu mau ngapain? Gue lagi banyak tugas tau gak?!" ketus Ersya, tiba-tiba saja ia sudah berdiri di belakang Ezra. Ezra pun membalikkan tubuhnya dengan wajah yang dihiasi oleh pahatan senyuman yang indah.

"Nggak," jawab Ezra dengan polos. "Katanya males, tapi nyamperin," kata Ezra sambil senyam-senyum tidak jelas.

"Dih, apa sih? Abisnya lu berisik, minta digorok sama bapak gue." Ersya sudah ingin kembali ke kamarnya tapi Ezra lebih dulu menahannya.

"Gue suka sama lo," ucap Ezra mantap.

Ersya menyembunyikan ekspresi senangnya.

Gue juga suka sama lo, Zra. "Gue udah tau kali."

"Bukan, gue bukan sekedar suka dalam artian kagum, Ca." Ezra menghela napas, "tapi gue juga yakin, kalau gue punya rasa lebih ke lo."

"Jangan ngadi-ngadi lu, Zra." Lagi dan lagi Ezra harus menerima kekecewaan. "Lu tau 'kan, kita itu beda keyakinan, kenapa sih ngotot banget dari dulu. Lu tau sendiri kalau bokap gue pasti lebih milih yang seiman."

KUMPULAN CERPEN MEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang