04 | Knock on The Door

101 28 15
                                    


tok. tok. tok. tok.

Ketukannya belum juga berhenti. Bulir keringat mulai keluar dari pangkal dahi Lili. Batinnya mengutuk diri sendiri karena lupa untuk mengunci pintu. Bodoh! Idiot! Dasar ceroboh!

Gadis itu bingung harus berbuat apa. Hanya dua pilihan yang dia punya, sembunyi atau hadapi. Jika pun bersembunyi, hanya secuil peluangnya untuk tidak ditemukan.

Lili kemudian berlari ke arah dapur. Maniknya mengitari seisi ruangan dari ujung kanan ke ujung kiri. Hingga berhenti di satu titik.

Pisau.

Sempat terbesit di benak Lili untuk menggunakannya, namun sedetik kemudian batinnya menepis gagasan itu. Terlalu ekstrem jika ia memakai pisau pikirnya.

"Ah itu saja." ucapnya ketika melihat gagang panjang yang menongol di atas cabinet di dinding dapur.

Kakinya berjinjit, sedangkan lengan kanannya berusaha meraih sekop yang berada di pojok cabinet. Sesekali ia harus melompat kecil untuk menggapainya.

Crang!

Tak dapat di tangan, sekopnya malah melincir dari sana. Menimbulkan suara keras ketika membentur lantai. Refleks Lili menutup mulut lalu menunduk untuk mengambilnya. Kemudian Lili tersadar akan sesuatu.

Hening.

Suara ketukan tidak terdengar lagi.

cittttttttt

Pintu depan tiba-tiba berdenyit. Mati aku.

Sebuah siluet hitam mendekat dari ruang depan. Sesuatu itu datang. Tubuh Lili gemetar hebat. Pikirannya kalang kabut tak karuan.

Lili kemudian berdiri, menyiapkan ancang-ancang. Kakinya mengangkang, lalu sekop panjang di tangannya ia genggam kencang-kencang.

Aaaaaaaaa!

Lili berlari sambil menutup matanya rapat-rapat. Sekop yang di pegang ia angkat untuk menyerang. Tiba-tiba sesuatu mengekang lengannya.

"LILI!"

Mendengar suara itu Lili langsung membuka matanya. Menyipitkan kelopaknya untuk memberikan fokus lebih jelas pada sesuatu di hadapannya itu.

Lelaki bersurai coklat tua dengan manik yang senada. Kemeja putih dilapisi jas hitam membalut tubuhnya. Rahang tegasnya mengeras diikuti mimik wajahnya yang terkejut melihat Lili datang menyerangnya.

 Rahang tegasnya mengeras diikuti mimik wajahnya yang terkejut melihat Lili datang menyerangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"SIALAN KAU JUNGKOOK!" pekik Lili.

Hampir saja ia melukai sahabatnya itu. Kalau saja ia membawa pisau tadi, gadis itu tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi. Pasti akan menyesalinya sampai mati.

"Hey! Kenapa kau mau memukulku?!" omel Jungkook di hadapannya. Lengannya yang kekar dengan urat yang menonjol dari kulit pucatnya memegang erat lengan Lili.

Lili melepaskan genggamannya. Kemudian menjatuhkan bokongnya ke lantai. Kedua matanya ia tutup dengan telapak tangan.

Gadis itu terisak pelan, entah gembira karena ternyata itu sahabatnya— Jungkook, atau pilu karena dirinya terlihat sangat menyedihkan.

"Kau tidak apa-apa? Maafkan aku." Sekarang Jungkook merasa bersalah, ia tahu betul mengapa Lili seperti saat ini. Gadis itu sangat sensitif mengenai tamu yang berkunjung.

Apalagi sejak ibunya meninggal dua bulan lalu. Lili selalu bercerita melihat hal-hal aneh di rumahnya saat malam hari. Sejak itu, Jungkook berusaha mencarikan dokter untuk membantu Lili mengatasi ketakutannya.

"Ayo aku bantu." Jungkook menunduk dan memegang pundak Lili. Membawanya duduk di sofa tengah ruang tamu.

"Kau mau aku ambilkan minum?" tanya Jungkook.

Lili mengelap air matanya. Berusaha menetralkan kegelisahan yang semula menguasai dirinya. "Aku tadi takut. Mengapa kau tidak bilang padaku mau datang?"

"Aku berusaha menghubungimu sejak tadi. Tapi handphone-mu tidak aktif. Aku mencemaskanmu."

Lili baru ingat saat kejadian tadi pagi, telpon genggamnya terjatuh, sekarang bahkan hanya tersisa layar hitam yang retak. "Ah, tadi aku terjatuh, handphone-ku rusak. Maafkan aku."

Jungkook tersenyum hangat, "Aku lega kau baik-baik saja. Aku hanya takut terjadi sesuatu padamu."

Dari senyum di wajah Jungkook, tersirat kekhawatiran yang luar biasa pada gadis di depannya itu.

Sejak Lili memutuskan telponnya tiba-tiba, Jungkook jadi tidak fokus bekerja. Ia bahkan membatalkan rapatnya untuk menemui Lili sore ini. Jungkook rela melakukan apa pun untuk sahabatnya itu. Bahkan jika nyawa sekalipun taruhannya.

"Kau sepertinya lelah, pergilah ke kamarmu. Aku akan tatap disini." ucap Jungkook.

Lili mengiyakan. Merapikan hoodie lengan panjangnya yang mulai kusut, kemudian pergi ke kamarnya untuk istirahat.

Sedangkan Jungkook tetap disana, membuka laptopnya di atas meja. Lelaki itu melanjutkan pekerjaan di kantor tadi yang sempat ia tunda.

~🌸~






to be continued...

to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AQUIVER: My Love from the TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang