K A R E N A |23| R A S A

19 3 0
                                    

" Sekarang topik disekolah adalah tentang luna, luna yang inilah. . . Luna yang gila. . . Luna yang tega, sampai cantik, kaya tapi kok tega sih. . .  " rici menirukan gaya bicara orang - irang yang selalu panas ketika bergosip.

"sedikit sakit telingaku sekarang ini, mereka membicarakan terus - terusan. Dasar wanita." ujar rici yang baru saja tiba dengan mangkuk bakso ditangan nya.

" Tidak usah didengarkan. " jawab rasa kalem.

Rici menatap mata rasa lagi, belakangan ini rasa sadar bahwa ketika rici dan rasa dalam posisi pas maksudnya ketika rici duduk berhadapn dengan rasa pasti kegiatan rici yang pertama kali ketika mereka baru saja duduk adalah menatap mata rasa.

" Sebenarnya ada apa dengan mataku? " tanya rasa yang sadar rici terus menatap matanya.

" Apa kamu memakai lensa kontak? "

Sebelum menjawab rasa memperhatikan ekspresi rici " Tidak. Aku tidak minus. "

" Tapi sa, kemarin aku melihat matamu merah? Kamu tahu merah??? Semuanya merah dan beberapa menit kemudian kembali kesemula. " Rici tanpa sadar menyodor - nyodorkan garpunya kearah mata rasa.

" Semua?? " Rasa menaikan alisnya tidak perduli dengan sikap rici barusan.

" Iya semua merah, aku si tidak terlalu penasaran jika yang merah disekitar pupil ataupun bola mata yang putih. Mungkin itu iri tasi. Tapi ini yang merah itu semua rasa! SEMUA! " rici melanjutkan menyendok satu bakso kecil kemulutnya.




•••

" Apa itu karenamu rin? " Tanya rasa

" Mungkin aku tidak terlalu yakin. Tapi bagaimana bisa ada perbedaan yang sangat jelas. " Rina berjalan bolak - balik dikegelapan itu.

" Ada apa? " Rasa menyangkal tangan rina supaya berhenti bolak - balik. pusing juga melihatnya.

" Lihat mataku? " Rina langsung menatap rasa.

" Biru. " guman rasa tanpa sadar.

" Betulkan, apa waktuku sudah habis? " tanya rina

" Hah? "

" Sama seperti risa. Aku yakin suatu hari nanti akan ada yang bisa menggantikanku. "

" Tapi kenapa? " tanya rasa

" Kembalilah. " Setelah berbalik memunggungi rasa, rina mengatakan itu.

•••










RASA POV

" Kamu tidak lapar? "

" Aku kenyang. Eum aku akan pergi ketoilet. " jawabku

Aku terus berjalan menuju toilet, beberapa orang yang hendak menuju kearah yang sama kini menyenggol bahuku. Karena terlalu banyak pikiran membuat senggolan itu terasa sangat keras, aku terjatuh.

Brughh

" Apa kamu tidak apa - apa? " Laki - laki yang tadi tidak sengaja menabraknya kini membantu rasa berdiri.

" Aku baik - baik saja, terimakasih. "

Aku melanjutkan jalanku.

Tapi beberapa langkah

Snut

" Arghhhh mataku. "

Tiba - tiba aku merasakan sakit yang teramat sakit dibagian kedua mataku, rasanya dunia berputar.

" Arghhhhhh "

Bruk.

Aku tidak bisa lagi melihat semuanya karen kegelapan telah merengutku paksa.

Sebelum semuanya terjadi telingaku menagkap bunyi nging yang seakan begitu dekat ditelinga.

Rici POV

Lagi - lagi aku harus melihat rasa terbaring diranjang rumah sakit, entah untuk keberapa kalinya. Aku menunggu dengan cemas tadi saat pelajaran hendak dimulai tiba - tiba aku dihubungi bahwa salah satu teman sekelas masuk rumah sakit. Tapi karena aku ketua kelas jadi aku yang harus menjaganya. Dan betapa terkejutnya aku ketika yang harus kutunggui adalah temanku sendiri, rasa.

Aku langsung menelphone tante neni, dan kini aku ada bangku tunggu.

Masih menunggu kedatangan tante neni karena rasa harus bayar.


" Rici bagaimana bisa? Apa rasa baik - baik saja? " Rante neni datang dengan wajah paniknya.

" Aku juga tidak tahu tante, aku disini sebagai perwakilan sekolah aku tidak tahu awalnya bagaimana. " Aku terus mencoba menjelaskan.

" Hahhhhh " tante neni menghela napas.

" Tante duduk saja dulu disini. " Aku pindah duduk

" Tapi tante. " Aku mencoba mengungkapkan kejanggalan yang sempat terjadi.

" Ada apa? "

" Hemmmm. "

' aku akan bicarakan itu nanti saja lah. ' batinku.

" Tidak jadi. Ayo kita menunggu didepan ruangan saja tan. "

Akhirnya aku dan tante neni menuju keruangan rasa, jantungku kini semakin berdegub kencang sudah hampir 1 jam rasa ditangani didalam.

Aku terus berdoa yang terbaik untuknya, kini juga tidak hanya aku dan tante neni yang ada disini tapi juga ada om adit dan kak ivan. Sama paniknya dengan tante neni mereka juga datang demgan terburu - buru.

Tak

Tak

Tak

Aku menoleh kearah kanan, semua orang juga menoleh kearah yang sama denganku.

" Hosh . . . Hoshh hoss bagaimana kondisi rasa? " Perempuan tadi berdiri persisi didepan kak ivan, aku tidak tahu ia siapa, tapi kak ivan langsung bangun dari duduknya dan menarik tangan nya duduk ditempat ia tadi duduk.

" Duduklah. Kami belum tahu ia masih ada didalam. " Kak ivan menunjuk ruangan rasa.

Perempuan tadi mengangguk, setelah beberapa detik kemudian dokter keluar dari ruangan. Tidak ada yang dijelaskan tapi dokter meminta tante dan om untuk mengikuti keruangan dokter.

Saat aku hendak masuk kedalam seorang suster datang.

" Maaf untuk sekarang pasien harus istirahat terlebih dahahulu. "

" Mel , rici kalian makan sianglah dulu dikantin biarkan kak ivan yang menjaga rasa. "

Aku menoleh pada kak ivan.

" Tapi??? " Perempuan tadi hendak protes 

" aku tahu kamu kesini belum makan, makan sianglah sekarang. " Kak ivan mengusap puncak kepala perempuan itu.

" Baiklah. "

" Nama kamu siapa? " tanya nya padaku.

" Rici kak. "

" Ah, jadi kamu rici ya. "

" Iya kak. Nama kakak siapa? "

" Aku ica, tunanganya ivan. " Aku bisa melihat kak ica terkikik geli.

Rici sedikit tersenyum saat kak ica mengatakan nya seraya tersipu malu, setidaknya suasana tidak setegang tadi. Batin rici.











Tbc.

Karena Rasa || Ssst. . . Kepribadian GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang