K A R E N A |8| R A S A

117 77 3
                                    

" jadi? " tanya kak ivan

" Jadi harus mulai dari mana dulu kak. " jawabku mengulang apa yang ia katakan.

" Ra ishh kamu itu harusnya. " suara kak ica terdengar tertahan aku tahu bahwa ia sedikit kesal. " jika ingin jail ekspresimu harus meyakinkan. Masa mau jail datar gitu. " ujar kak ica seraya memutar bola matanya jengah.

Aku hanya tersenyum tipis menanggapinya, bagaimana lagi aku itu tidak biasa menjahili orang lagipun memang wajahku seperti ini.

" Jadi? " tanya kak ivan lagi

Jadi. . . Jadi dan jadi.

Ia pasti akan marah karena aku tidak menghubunginya setelah kepindahan kami.

" Ayah ibu sudah bercerai, kami tidak tinggal satu rumah lagi, aku ikut ibu sedang ayah aku tidak tau dimana. " jawabku kalem

" Kamu tau Ra, kak ivan masih disini tidak bisa kah kamu percaya pada kakak?? " lanjut kak ivan

Percaya pada kakak? Yah orang didepanku ini adalah sosok kakak yabg begutu tahu tentang perasanku. Risa saja sampai takut padanya, seperti hisa membaca pikiranku yang kalut tapi tidak mau terbuka kak ivan menanyakan itu. Percaya padanya, tumpahkan segalanya padanya.

Aku merasakan mataku perih ketika mendengar ucapan kak ivan.

Aku menatap nanar pada mereka berdua. Seperti ada sesuatu yang akan meledak keluar dari dadaku, secuil aku hanya ingin meminta pada tuhan secuil harapan, aku menyadari aku adalah orang kolot yang menyakini bahwa 'semua akan baik - baik saja tanpa perlu orang tau ' dikasihani menurutku terlalu mewah untuk timbal balik itu.

Lara

Ketika aku ingin menceritakan segalanya, mulutku bungkam.

Lara

Jikalau kuberitahu sang bulan, apa para bintang tidak akan menertawakan.

Lara

Terus jadikan aku Makhluk Naifmu, agar aku tidak banyak menerka.

Aku hanya tidak ingin dikasihani, tidak ingin tatapan sendu kalian menatap pantulan diriku yang menyedihkan ini.
Tangisku pun pecah, rasanya begitu sesak saat kak ica mencoba memelukku, aku hanya menangisi takdirku. Sebegitu kuatnya sosok ini mengenalku, dibanding ayah ataupun ibu.

hanya ingin meluapkan semua ini, tidak perlu berkata karena itu akan lebih menyakitiku.

Kenapa begini?

Kenapa aku?

Kenapa tidak orang lain saja?

Aku salah apa?

Aku hanya menginginkan hidup sederhana, bersama ayah dan ibu, keluargaku, serta disayangi semua orang dilindungi semua orang.

Aku tidak pernah menyakiti siapapun, aku tidak pernah melukai orang lain.

Aku tidak pernah mengeluh soal takdir yang begitu menyakitkan ini. Jika saja mereka tidak menyerangku dahulu.

Anak seperti apa aku ini.

Bahkan sekedar bahagia terasa tidak pantas untuk kudapatkan.

Terbelenggu

Selama ini aku hanya menerima tanpa mau mengeluh, membagi dengan orang lain aku dan hidupku begitu menyakitkan. siapa yang mau mendengarkan keluh ku ini, cerita dimana aku si anak yang malang, tidak tau apakah benar jika aku dilahirkan, apakah aku sebuah kesalahan, terus bertanya pada dunia kenapa harus aku.

Semua orang meninggalkan aku, tidak ada yang peduli tentangku, aku hanya ingin kasih sayang aku hanya ingin berhenti terluka, hal kecil seperti inilah yang aku harapkan.

Karena Rasa || Ssst. . . Kepribadian GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang