K A R E N A |5| R A S A

173 119 4
                                    

Ketika nomor ponsel alam tak bisa kuhubungi hanya ini yang aku bisa lakukan, setidaknya menghampiri dan mengeceknya secara langsung dengan mata kepalaku mungkin akan terasa lega.

Jujur saja rasanya seperti tercekik oleh tangan sendiri, aku begitu mempercayai alam karena dialah bahagiaku tapi disatu sisi profokasi dari orang - orang terus menuntutku untuk percaya.

Aku memang bukan tipe orang yang akan langsung panik dan berfikir sempit, kenyataan nya saja jika pun Alam berbohong padaku aku bisa apa seperti yeah mau bagaimana lagi meski sakit tapi jika benar alam sudah melakukan nya, dia yang menghianati.

Beruntung Rasa masih tertidur dialam sana jika sampai ia bangun, tidak akan ada kebenaran yang muncul sebab Aku tahu Rasa akan pergi meninggalkan alam.

Yah Risa ada untuk ini.

Tidak ada bedanya Rasa denganku aku tau kami sangat mencintai Alam itu sebabnya aku hanya ingin memastikan Rasa tidak akan menangis yaaa setidaknya aku dulu yang menangis sebelumnya.

" Ruangan melati nomor 24. " aku mengangguk kearah suster yang sepertinya sedang bertukar shif dimeja resepsionis.

" Terimakasih sus. "

Aku terus melangkah hingga sampailah aku didepan pintu dengan alamat yang sama yang telah diberikan susuter tadi.

" Alam. " ucapku pelan mendekat kearahnya, kulihat ia sedang tertidur tidak ada luka serius hanya goresan sana sini diwajahnya serta selang infus yang terus meneteskan cairanya.
Kugenggam tangannya.

Melihat kondisinya yang sedikit buruk tanpa sadar aku menggengam tanganya erat dan tindakan ku salah sepertinya dia terusik.

" Raa " suara seraknya menyapaku

" Hmm, kamu baik-baik saja?? " Aku mengambilkan minuman untuknya

" Terimakasih. "

" Indah, dia anaknya teman mamaku yang aku ceritakan kemarin, dia kaki kanannya patah semua ini salahku "

" Tidak apa-apa. " ku elus pipi kanannya yang terdapat luka kecil

" Siapa dia? kenapa kamu bisa pergi bersama? "

" Dia-- "

Alam menatap mataku serius, aku hanya bisa menatap mata nya yang kelam. Aku tahu ia tidak akan bisa berbohong matanya selalu mudah kubaca dan aku juga harusnya tahu topik ini yidak aku bahas dahulu.

" Dia pacarku Ra "

Berapa kali aku terus menyangkal nya semuanya masih sama sakitnya.

Mata itu, ingin aku bertanya ada apa dengan mata itu, sakitnya terasa sakit saat kutatap balik. Aku tidak peduli dengan kata-katanya barusan yang aku pedulikan Matanya itu.

" Kami baru saja jadian pagi tadi, dia menangis ketakutan jika dia tidak akan bisa berjalan selamanya, jadi aku memutuskan untuk melakukan ini. "

Pandangan matanya tidak pernah turun kebawah, bahkan tidak ada air mata penyesalan diantara kita, dan aku masih bisa menatap mata itu tanpa takut untuk menyangkal aku begitu terluka.

" Hmm. " dia tersenyum

" Aku tau kamu tidak sedang bercanda, tapi ini semua terlalu lucu Lam. " kali ini aku mencoba mengeluarkan protesku.

" Iya, meninggalkan Rasa berarti sama dengan meninggalkan kehidupan. "

dia mengelus puncak kepalaku lembut.

Aku ingin mengenang ini semua, bisakah rasa iri padaku? Aku yang mengenal masa terakhir kami.

Bahkan seharusnya kata meninggalkan kehidupan adalah kata yang cocok untukku.

Karena Rasa || Ssst. . . Kepribadian GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang