***
Kulirik tajam anak kecil yang terlihat merogoh tas di bangku milik Nana, membuatnya menciut dan berlalu pergi. Mahkluk itu suka sekali mencuri, aku menyumpahi tujuh turunan manusia yang memelihara mereka. Tipikal pemalas yang ingin kekayaan instan. Tapi melihat orang-orang seperti itu adalah kepuasan bagiku, akan lebih bagus untukku jika semua orang menjadi pemalas dan menjual diri pada iblis. Bukankah populasi manusia sudah terlalu banyak? Menguranginya dengan perjanjian darah itu sesuatu yang menarik.
Hujan lagi. Hal terburuk bagi siswa tukang rusuh yang selalu absen jam pertama untuk bermain basket. Aku menguap sesekali, tidak begitu tertarik pada anak baru yang tersenyum ke arah bangku-bangku kelas. Di mana para siswa kelas X11-A memandanginya aneh. Bagaimana tidak? Seragamnya aneh, seperti anak-anak ABG pecinta gaya harajuku namun gagal. Entahlah ….
Tapi yang paling aneh, apa-apaan aura merah darah di sekitarnya? Dia manusia atau apa sih?
“Baik, Hyunjin. Sekarang kau bisa memilih tempatmu duduk.” Jangan denganku! Aku sudah meruntuk dalam hati, mengingat aku hanya duduk sendirian di pojok kelas. Kulihat dia yang malah mengeluarkan Batu Kristal yang terikat pada sebuah benang. Batu itu mulai bergoyang-goyang menunjuk ke satu arah. Orang yang bernama Hyunjin tadi berjalan mengikuti arah Kristal itu, menuntunnya tepat pada bangku kosong di—
Sial!
Di sebelahku!
“Saya duduk di sini, Pak.”
“Baiklah. Kau duduk dengan Jisung mulai sekarang.” Dia mengangguk. Duduk sembari menatapku. Tidak ada pilihan, kuloloskan sapaan kikukku … membuatnya tersenyum simpul. Dari beberapa bangku yang masih kosong. Kenapa dia memilih bangkuku?
Dan lagi … kenapa wajah-wajah mengerikan itu melayang-layang dan menatap ke arahku. Seperti De Javu. Tunggu dulu ….
De Javu?
***
Dompet sialan! Bagaimana bisa aku meninggalkanya padahal benda itu tidak pernah luput dari kantongku setiap hari. Tidak ada pilihan lain selain meringkuk di bangku karna kelaparan. Kulirik Hyunjin, dia juga tidak beranjak dari bangkus sama sekali.
Seperti maniak yang terus-terusan menatap Kristal yang sedari tadi terus bergerak-gerak. Pendulum memang sedang menjadi trend walau aku yakin tidak semua yang dijual berfungsi dengan baik. Pembaca aura, pffft. Siapa tahu itu hanya pergerakan angin semata?
“Jisung. Kau tidak makan?”
“Ah ….” Haruskah kukatakan padanya jika dompetku ketinggalan? Itu sangat memalukan. Dia menaruh Kristalnya perlahan di meja, merogoh tasnya yang masih terbuka. Semakin jelas kucium bau cabai bercampur dengan bawang putih di sana. Menelan ludahku sendiri.
“Ayam dan Sambal. Kau mau?”
“Ya.” Murahan memang. Aku menjadi anak anjing seketika saat ditawari makanan, padahal aku kikuk sekali tadi. Ah, dia anak baik. Pada dasarnya aku hanya tidak suka berkumpul dengan murid-murid yang hanya bisa cerewet saja. Atau bermain dengan perokok yang berjongkok di toilet sekolah. Satu-satunya penghiburku hanyalah dollars di dalam dompet yang biasa kupakai untuk membeli Mie Ramen.
“Jisung ….” Dia berujar, setelah aku menyambar kotak bekalnya dan membuatnya tersenyum puas. “Kau punya aura yang khas dan berbeda.”
“Kekekeke. Benarkah?” Sungguh. Aku tersanjung dengan ucapannya, tidak ada yang berani akrab denganku karna ‘Resting Bitch Face’ yang selalu kutampilkan. Bukan maksudku, aku bahkan tidak tahu kenapa wajahku seperti itu. Hanya ada satu teman kecilku yang memujiku beraura khas, di saat teman-teman lain mengataiku manusia sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, J
FanfictionHanya Han Jisung dan sel otaknya, yang isinya hampir Hwang Hyunjin semua. Bucin emang. Dom! Han Fanfiction Alternative Universe 🌌