Seungcheol side.
Suara teriakan dan sorakan memenuhi telinganya. Penat yang memenuhi kepalanya seolah bertambah, diiringi dengan naiknya suhu lingkungan. Tubuhnya sudah banjir keringat, entah karena panas atau karena aktifitas.
Kakinya kembali menggiring bola hingga menuju kearah gawang. Satu tendangan miliknya mengakhiri pertandingan dipenuhi sorakan kemenangan dari para penonton di lapangan.
"Ya! Seungcheol berhasil mencetak gol andalannya sebagai penutup pertandingan hari ini." Begitu kata komentator pertandingan sepak bola antara tim Seungcheol melawan tim lawan yang adalah teman sekantornya.
Pertandingan sepak bola itu hanyalah pertandingan rutin setiap tahun yang di adakan perusahaan kecil tempat Seungcheol bekerja. Dengan tujuan mempererat hubungan antar karyawan dan pimpinan. Ditambah modus lain, supaya para pekerja nyaman dan tidak berniat pindah dari sana.
Seungcheol berlari kepinggir lapangan. Surai biru-kelabu miliknya terlihat lepek karena keringat. Ia mengusap kasar dahinya lalu menenggak habis air dalam botol yang sedari tadi dipegangnya.
"Uhuk!"
Sebuah tepukan keras dipunggung mengagetkan Seungcheol yang sedang minum, hingga akhirnya ia tersedak karena terkejut. Ia menoleh dan menatap tajam si pelaku adegan 'pukul punggung Seungcheol'. Sedang yang di tatap hanya menunjukan cengiran lebar sehingga dua taring miliknya terpampang jelas didepan mata bulat milik Seungcheol.
"Mingyu anjing!"
"Iya bang, emang mirip."
Disahuti begitu membuat Seungcheol semakin geram. Dilayangkannya satu pukulan sayang pada kepala si makhluk terlampau tinggi itu. Yang dipukul cuma bisa meringis sambil mundur selangkah. Bibirnya mengerucut, matanya menatap melas wajah pelaku pemukulan.
"Jelek begitu."
Dibilang jelek semakin membuatnya 'murung'. Menatap Seungcheol layaknya seorang anjing yang memohon ampun pada tuannya. Yang di tatap hanya bisa mendesah pelan.
"Kenapa sih gyu?"
Mingyu hanya menggeleng lalu memeluk erat Seungcheol. "Bang Cheol keren tadi, cuma mukanya aja yang ga keren. Selamat ya udah menang bang. Enak dapet bonus lo." Setelah berucap, Mingyu melepas pelukannya sambil berlari menjauh.
"Jangan lupa traktir gua ya bang! Yayang soulmate gue nunggu nih! Dah!"
Seungcheol hanya tersenyum maklum sambil menatap tubuh bongsor Mingyu yang semakin jauh hingga akhirnya tak nampak lagi di pandangan mata. Sesuatu berhasil memecah penat dan masuk kebagian dalam pikirannya.
"Hm, soulmate ya?"
Bukan Seungcheol tidak percaya akan eksistensi soulmate-nya. Ia bahkan dapat merasakan kehadirannya, berbagi rasa sakit, juga emosi yang sama. Namun ia belum menemukan dimana soulmate-nya berada. Bahkan mungkin, soulmate-nya sedang menjadi kekasih seseorang? Entahlah.
Mengakhiri lamunannya yang tidak berguna itu, Seungcheol memutuskan untuk merapihkan barang-barangnya, karena tempatnya bertanding tadi mulai sepi. Ia merapihkan tasnya lalu beranjak pergi dari sana.
Jeonghan side.
"Heem, kaya si itu- uhuk!"
Jeonghan terbatuk tiba-tiba membuat semua temannya panik. Entah dia tersedak air liurnya saat bicara atau mungkin ia terkena karma karena sedang membicarakan seseorang dibelakang.
"Han minum dulu ayo." kata Jun sambil menyerahkan segelas jus stroberi kepada temannya itu. Jeonghan meraih gelas itu lalu menenggak isinya hingga tandas. Wajahnya terlihat merah, dan nafasnya tak beratur.
Wonwoo menatap Jeonghan dengan tatapan menghakimi. "Udah gue bilang jangan ngomongin orang, batu sih lo." sindir Wonwoo sambil meminum jus jeruk miliknya. Yang disindir hanya berdecih malas, membuat temannya yang lain tertawa.
"Kalo soulmate gue yang batuk gimana?"
Mencari pembelaan diri. Jeonghan itu tidak suka menjadi salah, disalahkan, apalagi berbuah salah. Bahasan soulmate adalah pembelaan diri terbaik meski sebenarnya-
"Bukannya lo gapercaya sama soulmate, Han?"
Kan. Terjebak.
Jeonghan itu tidak percaya dengan kata soulmate meski dengan mata kepalanya sendiri bahwa temannya, Wonwoo, bertemu dengan soulmate-nya.
"Yeu. Percaya selama merasa. Kalau ga dirasa ya ga dianggep ada."
Junhui berdecak malas. Temannya itu sering bersikap seolah dirinya adalah pusat dunia. Padahal kalau soulmate-nya mati, dia akan mati juga. Bukannya inisiatif mencari, malah memilih berlari tanpa tujuan pasti.
Segelas jus jeruk milik Wonwoo tandas sudah. Ia merapihkan barang miliknya dan menatap Jun.
"Liat aja nanti gimana dia sama soulmate-nya."
Wonwoo menyeringai, lalu bangkit dari duduknya dan mengecup pipi Jeonghan juga Jun. Berpamitan ala mereka bertiga. "Dah, gue duluan. Udah dijemput Migu."
Jari tengah Jeonghan mengacung jelas kearah Wonwoo yang membalas dengan juluran lidah. Jun tertawa melihat kelakuan dua temannya itu.
"Eh tapi gue jadi mikir Han."
"Soal?"
"Soulmate lo."
"Terus?"
"Kalo dia kenapa-napa, hidup lo gimana?"
"Balikin kondisinya."
"Hah? Gimana gimana?"
Jeonghan menghela nafas perlahan sebelum menjelaskan.
"Kalau gue yang kenapa-napa, dia gimana? Lo tau sendiri, gimana gua."
Dan raut khawatir Jun menutup perbincangan mereka sore itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
soulmate. ✓
FanfictionKeduanya terikat, sehidup semati. Ketika yang satu hidup, yang lainnya hidup. Ketika yang satu mati, yang lain pun akan mati. Namun kali ini, ceritanya akan berbeda. Bagaimana jika yang satu mati karena memberikan nyawa-nya secara percuma kepada san...