“Gege lebih cepet bawa mobilnya!”
Jun semakin panik saat diteriaki seperti itu. Persetan, ini keadaan darurat. Pedal gas diinjak, dan mobil itu melaju dengan kecepatan diatas rata - rata seharusnya berkendara di jalan raya. Mobil yang berisikan Jun─ dan Minghao tentu saja, melaju dengan kencang membelah jalan besar di kota menuju rumah sakit tempat Minghao bekerja.
Seharusnya, keduanya baru sampai di tempat mereka akan berlibur dan menghabiskan waktu bersama. Namun tiba - tiba Minghao mendapat sebuah panggilan darurat dimana kedua pasiennya mengalami kejang bersamaan. Bahkan keadaan kedua pasien semakin buruk sehingga harus ditindak lanjuti.
Jujur saja, Minghao panik. Paling tidak, satu dari keduanya, yang merupakan sumber dari kekacauan ini harus ditangani lebih dulu. Sepanjang perjalanan Minghao berusaha menghubungi Dokter Jisoo, dan untung saja panggilan darinya diangkat oleh dokter itu. Dokter Jisoo sendiri menenangkan Minghao dan berkata bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin disana.
10 menit kemudian, kendaraan yang ditumpangi Jun dan Minghao sampai di rumah sakit. Setelah menyerahkan kunci kendaraan untuk diparkirkan, keduanya berlari kedalam rumah sakit. Jun yang berlari ke UGD dan Minghao yang menyiapkan diri juga peralatan sebelum masuk kedalam UGD. Keduanya berpapasan didepan pintu UGD itu, namun Minghao langsung melangkah masuk tanpa ragu. Tanpa menyapa kekasihnya juga.
Didalam sana dua orang dibaringkan bersebelahan, dengan jarum infus pada nadi dan alat pernafasan sebagai penyangga kehidupan. Dokter Jisoo ada disana. Ia mendekati Minghao dan menepuk bahu pria itu dengan lembut lalu tersenyum dibalik masker miliknya.
“Mereka bakal selamat. Jangan khawatir, Minghao. Jeonghan lebih kuat dari yang kamu bayangin.”
soulmate.
Jun dan Wonwoo disana, duduk disebelah kanan dan kiri temannya yang masih belum sadarkan diri setelah ditangani oleh Minghao di UGD. Minghao bilang, 24 jam kedepan akan menjadi waktu yang sulit bagi teman mereka, Jeonghan. Ya, pria manis itu terbaring disana. Selang menghiasi tubuhnya. Bahkan bernafas pun harus dibantu. Matanya terpejam, terlihat damai. Pipinya semakin tirus dan bibirnya pucat.
Keadaan Jun dan Wonwoo pun tak jauh lebih buruk dari Jeonghan, tapi keduanya harus menjadi kuat. Kalau bukan mereka yang kuat untuk Jeonghan, siapa lagi?
Keduanya melewatkan makan dan minum. Sama sekali tidak ingin beranjak dari tempat mereka berada sekarang. Bersikukuh untuk menemani Jeonghan selama masa sulitnya 24 jam kedepan. Bahkan meski lebih dari itu pun, mereka siap mendampingi.
Kini keduanya terlelap, setelah 12 jam melamun tanpa melakukan apapun. Hanya menunggu, berdoa, dan berharap agar teman mereka kembali bangun.
Seorang pria masuk 3 jam setelah kedua pria itu terlelap. Ia mendekati Jeonghan yang terbaring tenang di atas ranjang. Ia melangkah tertatih, dengan sebuah kotak kecil di tangannya. Senyumnya mengembang. Ia hanya menatap nanar tubuh itu, lalu meletakkan kotak itu diatas nakas.
“Bentar lagi lo harus bangun, ya?”
soulmate.
Tubuh tinggi berbalutkan jas hitam itu berdiri tegap di sebuah makam. Diatas kepalanya, ada payung bernaung, menutupinya dari panas terik. Seseorang di sebelahnya paham betul apa yang dirasakan oleh pria jangkung itu. Keduanya soulmate, jelas mengerti perasaan satu sama lain, kan?
Ah, mengingat kata soulmate membuatnya tersenyum teduh. Sekelibat kenangan yang sudah lalu lewat bebas dipikirannya. Tangannya kembali mengusap punggung kekasih yang juga soulmate-nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
soulmate. ✓
FanfictionKeduanya terikat, sehidup semati. Ketika yang satu hidup, yang lainnya hidup. Ketika yang satu mati, yang lain pun akan mati. Namun kali ini, ceritanya akan berbeda. Bagaimana jika yang satu mati karena memberikan nyawa-nya secara percuma kepada san...