Chapter 4. Promise

6 3 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hacker terhebat di Korea? Apa dia—Yoo Jungyeon?

Ah, Iya! Rambut pendek sebahu, berponi, dan raut wajahnya yang tak ramah. Ya, dia pasti Yoo Jungyeon! Hacker terbaik di Korea yang dikabarkan telah meninggal 1 tahun lalu.

"Sebentar—WHAT!" Tak sadar aku dan Pak Kim berkata hal yang sama.

"Yaa! Bukannya hacker Yoo Jungyeon sudah meninggal 1 tahun lalu?" tanyaku sedikit ragu.

"Bagaimana bisa kau menganggapku Yoo Jungyeon?" tanyanya santai.

"Ketahuilah aku tak pernah salah dalam mengenali orang! Ku akui, aku adalah salah satu dari fans-mu." Sementara Pak Kim hanya mengangguk.

"Ne. Aku memang Jungyeon." ujar gadis yang baru ku ketahui namanya, pantas saja wajahnya sangat familiar.

"Bagaimana kau bisa hidup? Padahal rumornya kau meninggal gara-gara penyakit ginjal yang di deritamu?" Kini Pak Kim ikut bertanya.

"Ah, kalian terlalu percaya hoax. Ketahuilah, aku hanya ingin berhenti jadi hacker."

"Wae? Padahal kau hacker yang hebat," tanyaku. (Kenapa)

"Ada masalah pribadi yang membuatku harus berhenti jadi hacker. Untunglah selama ini suruhanku berhasil memanipulasi media," kata Jungyeon, sementara aku hanya mengangguk.

"Berhenti mengobrol, katanya kau bisa membuka pintunya? Cepat." Pak Kim berbicara, kurasa ia sudah tidak sabar menunggu kami mengobrol.

"Ne, sabarlah Pak tua," ujar Jungyeon menanggapi ucapan Pak Kim. Lalu ia pun langsung berbalik dan berjalan menuju kamarnya untuk mengambil sesuatu.

Di situ aku hanya diam, ternyata kehidupan tak jauh dari media, tak jauh dari kebohongan, dan penuh dengan hoax.

"Apa kau yakin tuan, dia bisa diandalkan?" tanya Pak Kim ragu.

"Aku yakin," jawabku mantap.

Aku duduk sambil menyender di dinding hotel yang dingin. Bibir gadis itu pucat, rambut panjangnya berantakan dan matanya menghitam bagai panda. Sekilas aku kasihan padanya sekaligus merasa ingin melindunginya. Apa yang salah dari diriku? Tak biasanya aku mempunyai rasa kasihan sampai seperti ini. Kupandang wajah gadis itu sekali lagi. Gadis itu berwajah putih namun lebih putih aku tentunya, hidungnya tak terlalu mancung karena ia mempunyai keturunan Indonesia, rambutnya lurus berwarna hitam panjang, bulu matanya lentik, dan bibirnya yang mungil.

'Aish, ada apa denganku? Dia sama sekali bukan tipeku!'

Sejenak aku terpaku pada bulu matanya yang indah itu. Mungkin akan lebih indah jika ia membuka matanya, aku tebak iris matanya itu berwarna coklat, aku yakin itu. Tanganku bergerak sendiri menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis bernama Zea ini.

"Hem! Yaa, mana yang katanya hacker terhebat itu?!" Tiba-tiba saja Pak Kim berdeham keras sehingga mengejutkan ku, aku pun mengurungkan niatku tadi.

"Ne, sabarlah, pak tua!" Suara Jungyeon menyaut dari dalam kamar hotel sebelah. Tak lama si pemilik suara tadi keluar sambil membawa sebuah laptop dan headphone yang terpasang di kepalanya.

Jungyeon duduk disebelah Pak Kim, sementara aku masih terpaku dengan gadis di sampingku ini. Aku tak tahu apa yang menarik darinya, tetapi entah mengapa diriku seolah-olah berkata 'Jaga dia dan lindungilah'. Mungkin aku harus berjanji? Tapi untuk apa aku menjaganya.

"Lagi pula dia bukan siapa-siapa ku." Aku bergumam pelan.

"Kau bilang apa tadi, Tuan D?" ujar Pak Kim yang ternyata mendengar gumaman ku, aku hanya menjawabnya dengan menggeleng.

Jungyeon terus mengetikkan sesuatu di laptopnya, sambil bolak-balik memandang pintu kamar. Gerakan tangannya dalam mengetik laptop memang diluar ekspetasi, ia sangat cepat. Sangat disayangkan orang cerdas seperti dia memilih untuk berhenti dari pekerjaan andalannya.

Klik.

Jungyeon memencet angka terakhir yang menjadi password hotel. Pintunya pun terbuka, ajaib! Bagaimana dia bisa?

"Kan aku sudah bilang, aku ini hacker terbaik di Korea. Kalau hanya masalah begini sih kecil!" ujarnya menyombongkan diri.

Aku berdecih. Lalu aku terpaksa menggendong tubuh mungil gadis berambut panjang itu. Ya, menggendong ala bridal style. Siapapun fansku yang melihatnya pasti akan iri, sudah pasti. Aku meletakkan tubuh itu dengan sangat hati-hati bagaikan menaruh berlian di atas meja, padahal bagiku dia hanyalah serangga yang tak sengaja muncul di hidupku sejenak. Mungkin kejadian ini akan selalu kukenang. Kejadian dimana seorang Min Yoongi menyelamatkan seorang gadis gila yang hendak bunuh diri. Aku sangat layak diberi penghargaan.

Gadis itu sudah tidur nyaman di ranjangnya. Sementara aku harus naik mobil beberapa menit untuk sampai di Seoul. Padahal aku sudah sangat mengantuk.

Aku pun berbalik, Pak Kim dan Jungyeon sudah keluar kamar terlebih dahulu mereka sepertinya sedang membicarakan tentang pembobolan tadi.

Ketika aku mulai melangkah, seseorang memegang ujung jaketku membuatku menoleh. Ya, seperti yang kalian pikirkan tangan gadis itu yang mencegatku. Gadis itu membuka matanya perlahan, dan benar tebakanku iris matanya berwarna coklat gelap.

"Jangan pergi," ujar Zea lirih.

Wait? Jangan pergi? Aku tak tahu artinya?!

Ia sepertinya berkata menggunakan bahasa Indonesia, mungkin aku harus translate ke google?

"Kajima!" ujarnya lebih keras, dan tentu saja membuatku terkejut. (Jangan pergi)

Aku berbalik lagi, dan melepaskan tangannya dari ujung jaketku dan aku menggenggamnya erat. Aku tahu ia masih mabuk, dan mungkin ia masih mengiraku Jeon Jungkook?

"Kau harus tetap hidup!"

Aku tersenyum, senyum tulus yang jarang aku perlihatkan, bukan senyum canggung yang sering kali ku perlihatkan di media.

"Aku yakin, takdir akan mempertemukan kita kembali."

Aku menunduk, melepaskan genggakan tanganku. Zea kembali terlelap, dan aku pun berbalik melangkah pergi meninggalkan kenangan dalam satu malam.

"Aku berjanji, kita akan bertemu lagi dan mungkin saat itu aku akan menjagamu."

Dan tanpa sadar aku bergumam seperti itu.

***

Setelah hari itu, berhari-hari berlalu. Kehidupanku kembali seperti biasa, kehidupan yang sangat monoton. Ya, menulis lirik-lirik lagu baru dan menciptakan lagu-lagu indah dari pikiranku. Hanya itu kegiatanku sehari-hari, selebihnya hanya tidur dan makan. Aku sudah jarang berdiri diatas panggung, palingan untuk menerima penghargaan saja.

Terkadang aku merindukan saat-saat bersama member yang lain. RM si dewa penghancur, Kim Seokjin member tertua namun sifatnya kekanakan, Lalu Jung Hoseok dengan senyumnya yang teduh, Jimin yang tak kunjung tinggi sama sepertiku, V si aneh, dan Jeon Jungkook si gigi kelinci. Jujur saja, aku merindukan mereka.

***

AFTER: Sunset in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang