baru delapan.

29 4 19
                                    

hari ini rumah terasa lebih ramai. karena mama dan papa sudah pulang dari tugas dinas di samarinda.

iya, sehari setelah kami pindah ke jogja, mama dipanggil untuk berdinas di samarinda. sementara mama menemani papa disana. makannya, mama dan papa tak terlihat batang hidungnya.

“kalian waktu ditinggal makannya gimana?” tanya mama sambil menyajikan nasi goreng di meja makan.

aku, bang dery, dan rion saling bertatapan. mama bisa-bisa marah besar kalau tau kami bertiga makan junkfood hampir setiap hari.

“emm... r-retta sama dery yang masak, ma,” jawab bang dery.

mama menatap kami berdua. menelisik. lalu menatap rion.

“beneran dek?”

melihat rion yang tampak gugup, aku mencubit pahanya. reflek ia mengangguk, “i-iya ma! masakan kakak sama abang enak banget ma!” jawabnya spontan.

mama tersenyum, “tumben kalian nggak bandel,”

“oh jelas dong ma! didikannya dery!” bang dery menepuk dadanya dengan kepalan tangan. mama hanya tertawa kecil lalu mengusak rambut bang dery.

tok tok tok

aku menoleh ke arah pintu. tumben ada tamu sepagi ini?

“iya, sebentar!” ujar mama sambil berjalan ke arah pintu.

aku mengulurkan tangan. mengambil nasi goreng sesuai porsiku biasanya.

nasi goreng buatan mama memang tidak ada tandingannya.

“yaampun, gantengnya! sini-sini masuk dulu!”

pekikan mama terdengar sampai ruang makan. aku melirik sejenak.

ya tuhan, kak mark?!

bagaimana bisa aku lupa kalau pagi ini aku dijemput kak mark?

“belum makan kan? yuk makan dulu aja,” mama mengusap bahu kak mark sambil menggiringnya ke meja makan.

kak mark tertawa tidak enak, “hehe, gausah tante. mark nungguin retta aja,”

terlambat. mama sudah terlanjur mengambilkan seporsi nasi goreng dan meletakkannya di depan kak mark.

“ih! tante tau kamu belum sarapan. lagian masih pagi kok, rettanya juga belum selesai,” ujar mama sambil mengambilkan sendok dan garpu.

kak mark mengangguk kaku, “makasih tante,” ujarnya.

“mark ini temennya retta ya?” tanya mama.

kak mark tersenyum, “kakak kelas--”

“pacar retta ma,” sahut bang dery tiba-tiba.

“bukan ma!” protesku

aku menendang kaki bang dery dadi bawah meja. membuat bang dery mengaduh dan berniat untuk protes.

mama tersenyum menggoda, “oh pacarnya retta ya mark?”

kak mark berdeham, “mark masih usaha tan,”

𝙨𝙚𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙙𝙞 𝙟𝙤𝙜𝙟𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang