baru sepuluh

22 4 6
                                    

februari, 2019

terkadang, aku merasa bingung dengan diriku sendiri. perihal kejanggalan yang selalu kulihat saat aku berkaca. seolah ada bagian-bagian yang hilang dan kulewatkan dari sana.

mungkin senyum lebarku?

atau binar mataku?

entah. yang jelas, semua terasa membingungkan.

setiap kali aku mencoba menelisik dalam pikiranku, yang kutemukan hanya aku yang kebingungan.

ya, aku bahagia.

tapi tidak, bukan seperti ini makna bahagia yang seharusnya.

plak!

"sialan!"

wajahku tertolak kasar kesamping. tamparan bang xiaojun terasa sangat panas di pipi kiriku.

"bangun! bangun nggak lo!" teriaknya marah.

aku perlahan-lahan menatap matanya yang memerah. namun khayal, tubuhku sudah tak sanggup melakukanya.

terlalu sakit untuk sekadar bergerak.

"ngomong, anjing! bisu lo hah?!" ia mencengkram rahangku kuat.

aku menggeleng lemah. air mataku sudah habis untuk menangis, pun dengan tubuhku yang sudah mati rasa.

semua luka yang dibuat bang xiaojun tidak ada apa-apanya dibandingkan hatiku.

entah seperti apa bentuk hatiku sekarang. mungkin pecah, berserakan, dan hancur. tapi rasanya, aku masih tetap menyayangi bang xiaojun.

"maksudnya lo jalan sama cowok lain itu apa hah?! niat selingkuh lo?!"

aku menggeleng, "e-enggak, bang. yunseong cuma nawarin pulang bareng. tadi retta ngerasa pusing banget, makannya retta mau," jelasku pelan.

bang xiaojun melemparkanku ke samping. "alah alesan lo!"

sakit. kepalaku terkantuk ujung meja belajar bang xiaojun. mungkin sudah berdarah sekarang.

tapi dengan sisa-sisa tenaga yang ada, aku merangkak mendekat ke arah bang xiaojun. memeluk kakinya erat, tak mau ia pergi kemana-mana.

"maaf, maafin retta. retta janji nggak bakal gitu lagi. tolong jangan putusin retta," ujarku lirih.

bang xiaojun bergeming. tak ada pergerakan ataupun suara yang kutangkap darinya.

aku takut sekali. aku takut bang xiaojun akan memutuskanku setelah ini.

"retta minta maaf, bang. maafin retta," mohonku sambil menggoyangkan tubuhnya pelan.

mataku mulai memanas. tampak ada genangan air mata yang tertangkap di pengelihatanku.

"bang, maafin retta. tolong jangan tinggalin retta," ujarku. kali ini dengan air mata yang mengiringi.

bang xiaojun menghela napas. lalu mendudukan dirinya di depanku. ia mengusap pipiku yang tadi ia tampar.

"abang sayang sama kamu. abang cuma gamau kamu disakitin cowok lain," ujarnya.

𝙨𝙚𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙙𝙞 𝙟𝙤𝙜𝙟𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang