baru sembilan.

16 4 12
                                    

setelah insiden pertemuan tak terduga antara kak mark dan papa mamaku waktu itu, mereka jadi makin dekat saja kalau kulihat-lihat. karena entah sejak kapan, setiap mama memasak lebih, pasti sudah ada eksistensi kak mark di meja makan.

mungkin mama dan papa mendambakan anak laki-laki yang kalem seperti kak mark, bukan seperti bang dery dan rion.

tidak, aku bercanda.

malam sabtu ini, kak mark pergi berkunjung ke rumah. lengkap dengan sekotak martabak dan seperangkat alat catur.

karena papaku maniak catur.

seingatku, alat catur papa dipinjam tetangga untuk ronda pada malam selasa. eh, tapi malah sampai sekarang aku tak pernah melihat lagi wujudnya.

kadang tetangga suka beralih jadi pesulap ya, benda jadi bisa hilang begitu saja.

astaga, mulutku ini julit sekali.

"wah, lumayan juga ya kamu," ujar papa sambil mengusap dagu.

kak mark hanya tersenyum sopan.

sambil menggerakan pion, papa melirikku, "kamu masuk kamar sana, kak," ujarnya.

"kenapa emangnya?" tanyaku.

"gapapa, bosen aja papa lihat mukamu," jawab papa santai.

aku mendengus, lalu menatap kak mark yang terlihat kebingungan. "maaf ya kak, papa emang suka durhaka sama anaknya,"

papa menoleh kearahku sambil melotot. "sembarangan! belum aja papa blacklist kamu dari kartu keluarga!"

aku mencibir. lalu beranjak bangkit dari sofa yang kududuki. aku pundung.

berjalan masuk ke kamar sampai teriakan papa menghentikanku.

"eh eh! suruh siapa kamu masuk kamar?" tanya papa.

aku berbalik sambil mendelik, "tadi katanya suruh masuk kamar?"

"bikinin papa kopi dulu, lah! nggak peka banget kamu," papa menatapku sinis sekilas.

aku mencibir. ya tuhan, kalau aku boleh tukar ayah, aku mau tukar saja.

"kak mark mau kopi kak?" tawarku.

kak mark tersenyum, "boleh. gausah pake gula ya," ujarnya. kubalas acungan jempol sambil berjalan ke dapur.

di dapur, ada mama yang sedang menyiapkan makan malam. dan malam ini sepertinya mama masak banyak. kan sudah kubilang, sekarang kak mark jadi anak idaman mama papa.

"ngapain kak?" tanya mama, melirikku sekilas sambil menumis bawang putih cincang.

"bikin kopi, ma," jawabku. mengambil dua cangkir dari lemari gelas.

"tumben kamu minum kopi?"

aku mencibir, "buat papa sama kak mark," jawabku setengah ihklas.

cangkir yang kuambil sudah terisi dua satu sendok kopi hitam hasil panen kebun papa selama waktu senggang. seperti biasa, gula untuk kopi papa dua sendok. dan sesuai permintaan kak mark, cangkir kopinya tak kutuang gula sama sekali.

sambil menunggu air rebusan untuk menyeduh kopi, aku mendudukan diri di pantry. menikmati aroma semerbak masakan mama yang tercium sangat nikmat walau belum sepenuhnya jadi.

mama melirik dua cangkir yang kuletakkan di dekat kompor.

"mark nggak pake gula?"

"enggak, kak mark mintanya nggak pake gula," jawabku.

𝙨𝙚𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙙𝙞 𝙟𝙤𝙜𝙟𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang