01. Awal ✨

1.9K 213 19
                                    

(Cr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Cr. Pinterest)

"ʙɪᴀʀᴋᴀɴ ᴀᴋᴜ ᴍᴇɴɢᴀᴛᴀᴋᴀɴ sᴇsᴜᴀᴛᴜ ʏᴀɴɢ ᴋᴜ ᴘɪᴋɪʀᴋᴀɴ sᴇᴊᴀᴋ ʟᴀᴍᴀ...
ᴀᴋᴜ ᴀᴋᴀɴ ᴛᴇʀᴜs ᴍᴇɴᴜɴɢɢᴜ."

⋆⋆⋆。Don't like。⋆⋆⋆


"Maaf..." Satu kata dari beribu kata. Di saat awan menangis, bersama air mata yang ikut jatuh. Dia menahan laki-laki yang sudah memberikan sebuah status 'pacar' selama tiga tahunnya.

"Aku salah, jadi... maafkan aku." Begitulah kata-kata yang terus ia keluarkan, sedangkan orang yang menjadi alasannya merasa bersalah tetap memungguin dirinya. Kalimat maafnya tidak dianggap.

"Yeonjun-ah,"

"Beri aku waktu." Ucap laki-laki berumur dua puluh tiga tahun itu. Posisinya tetap sama.

"Tapi,"

"Aku pergi, jangan hubungi aku dulu selama beberapa hari ini." Menjadi kalimat final, pemilik marga Choi itu pun pergi meninggalkan kekasihnya di cafe klasik itu.

Si gadis hanya bisa diam, memandangi kepergian laki-laki yang begitu ia cintai itu pergi dan menghilang di balik pintu. Presensinya telah hilang, saat itu pula tangisannya pencah. Begitu pilu, ditambah lagi derasnya hujan menjadi pendamping kesedihannya.

Apa yang ia lakukan sekarang?

"Hiks,"

Tidak ada, Yeonjun sudah pergi. Bahkan kata maaf sudah tak berguna lagi untuk menyelesaikan masalah keduanya. Namun dengan bodohnya, dia pergi mengejar Yeonjun yang sudah pergi beberapa menit yang lalu. Laki-laki itu sudah jauh pergi dengan mobilnya, tapi dia tetap mengejar di bawah hujan. Ya, Dia—Jang Haeri—dengan bodohnya mengejar kepergian kekasihnya yang tidak ada gunanya. Apa lagi dengan berjalan kaki, sampai tak peduli air membasahi tubuhnya. Yang dia peduli cuman satu, Yeonjun memaafkan dirinya.

Sebenarnya ini sepenuhnya bukan kesalahannya, tapi dihubungan mereka selalu saja Haeri yang mengalah.

But, this love.

Cinta sudah membodohi dirinya sendiri.

Brukkk

Kakinya yang lemas sudah tak sanggup lagi untuk menapak, hal hasil ia terjatuh. Membuat lututnya tergores dengan tanah yang kasar, sakit tentunya. Bahkan menimbulkan luka yang besar, tapi itu tidak sesakit hatinya sekarang.

"Bodoh..." Satu kata yang sangat cocok untuk dirinya sendiri.

"Kau bodoh, Jang Haeri." Lagi, kata makian itu terus saja ia lontarkan. Dia tidak peduli kalau ada yang menatap aneh dirinya sekarang, yang terpenting rasa perih di hatinya tercurahkan.

"Apa anda baik-baik saja?"

Satu pertanyaan itu membuat ia mendongak—menatap seorang laki-laki berdiri di depannya dengan payung bening yang memayungi dirinya.

Don't LikeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang