A T E E Z

992 62 9
                                    

"Yeosang?" Tanya Mingi ketika ia dan yang lainnya berdiri di luar pintu yang tertutup dan diam-diam mengetuk pintu, menunggu jawaban.

Tdak ada. Benar-benar hanya kesunyian yang ada di balik pintu.

"Yeosang, tolong bicara dengan kami. Kami mengkhawatirkanmu... kau tidak bertingkah seperti dirimu akhir-akhir ini, kau hanya mengusir kami. Biarkan kami masuk, kumohon," pinta Hongjoong.

Tetap tidak ada balasan.

"Mau coba membuka pintu?" Jongho menyarankan.

Mingi berusaha memutar kenop pintu untuk membukanya, tapi ternyata dikunci.

"Terkunci. Kita tidak bisa masuk," ujar Mingi lirih.

"Kita harus bagaimana?" Tanya San.

"Aku... sejujurnya aku tidak tahu," gumam Hongjoong.

"Seonghwa?" Tanya San ketika menoleh pada yang tertua.

"Menurutku jawaban terbaik adalah memberinya ruang. Ia akan berbicara pada kita ketika ia siap. Jelas, ia tidak ingin berbicara pada kita sekarang," jawab Seonghwa.

Mereka bertujuh menghela napas ketika satu persatu berjalan turun, tapi tepat ketika Seonghwa akan turun, ia berbalik ke pintu.

"Yeosang, kalau kau siap untuk berbicara tentang apapun yang mengganggumu, kami akan berada di sini untukmu. Selalu," ujar Seonghwa, mengharapkan tanggapan, tapi seperti biasa, hanya ada kesunyian.

Seonghwa menghela napas.

"Yah, aku ada di bawah dengan yang lain kalau-kalau kau membutuhkanku," ujarnya ketika mulai menuruni tangga menyusul yang lain.

Sementara itu, di sisi lain, Yeosang berbaring di tempat tidurnya dengan ditutupi selimut saat menatap kosong ke dinding. Ia mendengar semuanya. Ia bisa mendengar apapun dari luar. Ia tahu bahwa yang lain membicarakannya, ia tahu mereka mengkhawatirkannya, tapi apa yang mereka tidak tahu adalah apa yang perlahan-lahan terjadi padanya.

Ia tidak bisa menggambarkan perasaannya. Merasa kosong, dan mati rasa. Tidak merasakan apa-apa. Tidak merasa senang, sedih, marah. Hanya mati rasa. Tidak punya motivasi untuk melakukan apapun. Tidak termotivasi untuk menari, menyanyi, bahkan sekadar bangun dari tempat tidur. Hanya akan diam di kasur, tidak bergerak, dan hanya menatap dinding seperti yang dilakukannya sekarang.

Mungkin ia merasa mati rasa dan kosong, tapi setiap kali memandang dirinya sendiri di cermin, ia merasa marah, bahkan benci. Ia benci menatap refleksi yang balas menatapnya. Ia tidak melihat dirinya sendiri. Justru melihat seseorang yang tidak berguna, tidak berharga, dan tidak memiliki tujuan untuk berada dalam grup, atau bahkan dunia ini.

Dulu ia tidak pernah merasa seperti ini... tapi, sekarang ia baru menyadari hanya sedikit yang bisa ia berikan pada grupnya. Ada Hongjoong. Ia bekerja sangat keras menciptakan lagu-lagu baru, dan memastikan semuanya berjalan lancar. Lalu ada Mingi dengan rap yang kuat. Tidak heran ia menjadi rapper utama di grup. San, Yunho, Jongho, Seonghwa, dan Wooyoung, memiliki vokal yang sempurna. Ia tidak seperti mereka. Mungkin itu adalah alasannya nyaris tidak mendapatkan line.

Ia tidak pantas berada dalam grup berisi orang-orang berbakat seperti itu. Ia hanya menghabiskan ruang mereka. Ia bukan siapa-siapa.

Bukan apa-apa.

Menghabiskan tempat.

Tidak berguna.

Bodoh.

Tidak berbakat.

Hanya kata-kata ini yang terbesit dalam benaknya setiap kali mencoba berlatih dengan yang lain. Ia berpura-pura semuanya baik-baik saja ketika pada kenyataannya, semuanya tidak baik-baik saja. Perlahan ia tenggelam dalam kegelapan, dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Hanya merasa begitu kesepian dan terjebak. Ia hanya ingin keluar.

Tak lama, ruangan yang sunyi dipenuhi isak tangis lirih yang keluar dari bibirnya.

Ia ingin mati. Hanya ingin mati. Tidak bisa melihat tujuan hidup lagi.

Ia tahu ia butuh bantuan, tapi tidak ingin memberitahu yang lain karena takut mereka akan menghakiminya karena merasa sangat lemah, tapi sekali lagi, mereka bilang akan selalu ada untuknya. Perlahan ia bangkit untuk duduk, membuat selimut yang menutupinya terjatuh.

Ia membuka kunci pintu, dan membukanya lalu berjalan keluar dari kamarnya dan turun ke lantai dimana yang lain berada.

"T-teman–teman?" Sapanya lemah.

Saat mendengar suaranya yang pelan, yang lain menoleh padanya.

"Aku... aku..." Yeosang berusaha untuk berbicara ketika air mata mulai mengalir di pipinya.

"Yeosang, kau kenapa?" Tanya Seonghwa khawatir.

"Akhir-akhir ini aku merasa... tidak berharga, dan kurasa akan lebih baik untuk semua orang jika aku... mati."

Suasana menjadi gelap ketika kata-kata itu keluar dari mulutnya.

"A-apa?" Tanya San pelan.

"Aku merasa tertekan... dan tidak berguna."

"Kenapa?" Tanya Mingi, air mata mulai membendung di pelupuk matanya.

"Aku hanya... merasa seperti aku bukan bagian dari grup ini bersama kalian. Kalian adalah orang-orang berbakat sedangkan aku tidak. Aku hampir tidak mendapatkan line, dan menurutku alasannya adalah karena aku payah dalam bernyanyi!"

"Tidak, itu tidak benar," tegas Hongjoong.

"Yeosang, kau adalah bagian dari grup ini. Kau sama berbakatnya dengan kami semua. Kau adalah penyanyi yang hebat. Kau berharga... kau berguna, dan kau tahu? Hidup tidak akan lebih baik jika kau mati. Hidup akan buruk karena grup ini tidak akan lengkap tanpamu. Kau melngkapi ATEEZ."

Yeosang memandang Hongjoong dan yang lainnya.

"A-apa maksudmu?"

"Tentu saja, kami semua peduli padamu, Yeosang."

Dan begitu saja, Yeosang tersadar.

"Aku minta maaf! Maaf untuk segalanya! Aku ingin menjadi lebih baik. Ingin bahagia lagi, tapi tidak tahu caranya. Aku butuh bantuan." Ia menangis.

Ia merasakan ada tangan menyamankannya di punggungnya.

"Biarkan kami membantumu menjadi lebih baik... kami bisa menolongmu," ujar Seonghwa halus saat mengusap rambut Yeosang lembut.

"T-terima kasih teman-teman."

"Tentu. Kau adalah bagian dari grup ini, dan akan selalu begitu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HEATHER 🌾 bottom!Yeosang [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang