Bagian 4 - Kirana

40 6 0
                                        

Aku menekan bel berkali-kali namun tak kunjung ada tanda-tanda seseorang akan membuka pintu. Padahal kami sudah cukup lama bertengger disini.

"Maaf, kalian siapa?"

Aku dan Vasco menoleh ke belakang. 

Ternyata suara tadi milik Kirana. Dia baru saja tiba dari swalayan Indomaret. 

Terlihat dari penampilannya yang mengenakan baju santai dan tangan kanannya yang sedang menenteng plastik berwarna putih bertuliskan Indomaret.

Aku langsung menghambur memeluknya. Aku sangat merindukannya. Aku tak bisa menahannya lagi.

Kirana mendorong bahuku, memastikan siapa sosok yang telah sembarangan memeluknya. "Aline?"

"Iya, ini aku Aline. Aku sangat merindukanmu." Aku kembali memeluknya.

"Aku juga sangat merindukanmu." Kirana membalas pelukanku.

"Siapa pria itu?" Kirana menatapku jahil. "Dari dulu tipe laki-laki idealmu tak berubah ya. Berperawakan tinggi dan berkulit putih."

Aku melotot.

Dari dulu mulut Kirana memang selalu jujur alias blak-blakan. Kirana benar-benar tak pernah berubah!

Aku tidak peduli dan tidak mau menoleh untuk melihat ekspresi Vasco yang besar kepala karena ada yang memujinya.

Pasti dia menganggap dirinya keren. Aku yakin.

"Dia temanku." Aku melambaikan tangan ke arah Vasco agar dia mendekat. "Perkenalkan dirimu kepada Kirana."

"Halo, namaku Vasco."

"Namaku Kirana." 

Kirana kembali mengarahkan pandangan ke arahku. "Bukannya kamu menjadi pengacara di luar negeri? Apa yang kamu lakukan disini? Ada apa sampai kamu membawa 'laki-laki mu' kemari?" tanya Kirana heran.

Apa? Laki-laki ku?

Sabar

Jangan dianggap serius

"Mungkin lebih baik jika aku menjelaskannya di dalam."

"Yasudah, ayo masuk." Kirana mendahului kami dan membuka pintu rumahnya.

Aku menceritakan mengenai pekerjaan ku 'sesungguhnya' dan tujuanku kembali ke Indonesia kepada Kirana. Karena aku percaya padanya.

"Oh, jadi begitu."

"Kamu masih berteman baik dengan Senja, kan?" tanyaku memastikan. 

Ya, siapa tahu saja mereka memiliki masalah yang membuat hubungan persahabatan mereka renggang. Tidak ada yang tidak mungkin, bukan?

"Masih lah. Bukannya kita bertiga sudah bersahabat dekat sejak kecil? Lagipula aku masih bekerja di tempat yang sama dengan Senja. Biasanya aku juga nebeng dia. Ya, meskipun sekarang-"

Aku memotong kalimatnya dan mengusap pundaknya. "Sudah. Jangan sedih. Makanya kita butuh bantuan kamu, supaya kita segera menemukan pelakunya."

Kirana menunjukkan ekspresi heran, "Pelaku? Maksudnya?"

Aku mengeluarkan handphone dari slinbag ku. "Dari 17 orang yang aku foto ini, siapa aja yang merupakan seseorang yang dikenal Senja?"

Aku memberikan sedikit penjelasan sembari Kinara mengamati. "Itu foto semua orang yang naik lift ke lantai 12 tempat dimana Senja tinggal di hari sabtu dan minggu."

"Dari semua foto-foto ini, ada 3 orang yang dikenal Senja. Syifa, Marsha dan Damar."

Kirana lebih mendekatkan foto ke depan matanya untuk memperjelas penglihatannya. "Tunggu, kenapa fotonya Damar ada dua? Yang membedakan hanya baju yang dia kenakan"

"Foto Damar memang ada 2. Karena dia pergi kesana 2 kali. Pada hari Sabtu dia naik ke lantai 12 pukul 7 malam dan kembali keesokan harinya pukul 8 pagi." Vasco menjelaskan.

"Kok aneh ya. Damar orang terakhir yang mengunjungi Senja di hari sabtu dan minggu pagi dia melaporkan ke polisi mengenai kematian Senja." Kirana tampak berpikir.

"Itu dia yang harus kita cari tahu." Aku menegakkan tubuhku. "Kamu mau kan menemani kami untuk menemui Syifa, Marsha sama Damar?"

"Tapi, aku harus memasak makan malam untuk suamiku. Bagaimana kalau besok?"

Aku mengangguk setuju. "Boleh"

"Tapi, tunggu. Apa kalian yakin ini kasus pembunuhan?"


---<>--<>---


Bagian ini lumayan banyak kan ya, Alhamdulillah.

Monggo kritik dan sarannyaaaaaa.

Terimakasih dan salam sayang semuanyaaa :))

Demi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang