بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Selamat siang pemirsa, kembali lagi bersama saya Denda Pertiwi ..."
Ustaz Rifki membenamkan kacamata pada pangkal hidung. Siang-siang memang enaknya duduk, dan menonton berita siaran live ditemani secangkir teh juga beberapa camilan.
"... Sebuah mobil pick up menabrak indekos milik seorang gadis muda. Pelaku berinisial A, dan masih tidak diketahui apa motif pelaku sebenarnya, akan tetapi salah seorang warga berkomentar bahwa pelaku sengaja menabrakkan mobil tersebut. Kita akan terhubung dengan Vanka di lokasi kejadian. Halo, Vanka?"
"Halo, selamat siang Denda. Di sini pemirsa bisa melihat kerusakan pada indekos di tempat kejadian." Perempuan bernama Vanka tersebut menunjuk beberapa titik kerusakan di depan indekos, seperti jendela yang pecah sebelah, pintu rusak, puing-puing atap jatuh ke bawah, dan lain sebagainya. "Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana kondisi di dalam indekos."
Ustaz Rifki merasa ada yang tidak beres. Semenjak Ashilla memilih pergi, perasaannya menjadi tidak keruan. Bahkan pria berkemeja putih itu mulai berhalusinasi, menganggap indekos yang ada di televisi milik salah satu putrinya—Ashilla.
Wartawan bernama Vanka itu menunjuk tempat korban jatuh tidak sadarkan diri yang sudah digambar dengan kapur oleh pihak kepolisian. Bercak darah yang belum dibersihkan pun disensor.
"Di samping saya sudah ada Bu Endang, selaku pemilik indekos. Ibu Endang, bagaimana perasaan Anda setelah melihat kejadian ini?"
Bu Endang pucat pasi ketika ditanya seperti itu. "Saya benar-benar terkejut, dan sempat tidak percaya. Apalagi―"
Secara tidak sopan Fara datang dan menghalangi pandangan Ustaz Rifki dari televisi, wajah cantiknya dihiasi kecemasan. "Mas, Ashilla dan Aisyah!"
Ustaz Rifki beranjak dari tempat duduknya. "Ada apa dengan mereka, Fara?"
"Me-mereka sekarang di rumah sakit."
Di sisi lain, suara dari televisi menginterupsi obrolan keduanya.
"Apakah Bu Endang tahu siapa yang menjadi korban tersebut?"
"Tahu, saya tahu! As-Ashilla, kalau tidak salah."
Seketika Ustaz Rifki pun jatuh pingsan. Fara yang panik menoleh ketika mendengar suara pintu dibuka, langsung saja ia meminta bantuan pada pria tersebut. "Sagar, tolong bantu saya!"
Ruangan yang didominasi oleh cat serba putih itu menyapa indra penglihat Aisyah, rasa pening seketika melanda dan membuatnya enggan untuk beranjak dari pembaringan. Namun dengan cepat otaknya pun bekerja, ia merasa sangat asing dengan tempat yang saat ini tengah dihuni olehnya.
Namun netra gadis itu seketika tercengang kala melihat sang ayah dan ibu sambungnya berjalan menuju ke arah brankar yang ia tempati. Rasa takut mulai menyusup, hal itu semakin diperparah dengan kepala yang berdenting pening, dengan kasar ia memukul-mukulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin || END
Mystery / ThrillerTAMAT || PART MASIH LENGKAP "Kuy!" "Kuy?" 'Aisyah' berkacak pinggang. "Maksud gue, yuk, itu cuma kata yang dibalik!" "O-oh. Mari, kita berangkat keburu sore." Di sepanjang perjalanan tidak ada satu pun percakapan, bahkan setelah Sagar selesai membay...