23

19 6 7
                                    

"Huaa akhirnya sampe juga,"teriak Dinda saat sudah sampai di tempat tujuannya.

Ia menatap Aris yang sekarang berada di sampingnya dengan senyum yang merekah.

"Pemandangannya indahkan?"tanya Dinda.

"Iya indah tapi ... "Aris menggantungkan ucapannya dan menatap kearaha Dinda. "masih indahan kamu untuk di pandang."

Dinda merasakan pipinya yang memanas saat mendengar hal itu dari Aris, Dinda tiba-tiba salah tingkah akibat ulah yang di lakukan Aris.

"Gombal,"kata Dinda.

"Aku serius loh, kamu hari ini sangat cantik ah bukan selama itu kamu selaku cantik."

Dinda hanya dapat memalingkan wajahnya karena ia yakin saat ini wajahnya pasti sudah merah seperti kepiting rebus.

Kan jadi baper - jerit Dinda dalam hati.

"Mukannya kenapa merah Din?" tanya Aris dengan senyum mengejek.

"Apaan sih gak kok,"elak Dinda dengan ketus.

Dinda menatap Aris dengan kesal saat melihat muka jahilnya, ahh rasanya ingin Dinda maki tapi gak tega maki cogan tau.

"Ekhemm! ekhem! ekhem!"

"Kenapa lo keselek biji duren?"

Plak!

"Sakit Bingsit,"

"Lo si bego!"

"Eh ingat ya semuanya juga tau masih pinteran gua dari pada lo,"

"Pinter palak lo botak ha, lo mah cuma pinter nyontek."

"Setidaknya gua pinter wlee, dari pada lo oon nya sampe kesel-sel terkecil."

"Bangsat lo,"

"Bangsat teriak bangsat,"

"Lo ya dar-"

"Kalian ngapain si Bay, Put."

Dinda menatap kesal kearah kedua manusia gak beradap itu yang hanya di balasan cengiran gak jelas dari mereka.

"Dia duluan tuh," tuduh Seorang gadis bernama Putri.

"Kok nyalahin gua sih? Yang ada lo tuh ngapain juga sih akahm ekehm begono,"kata seorang pria berhoodi bernama Bayu.

"Lah lo mah katroknya melebihi Homo Erectus Cukup ya bay cukup muka lo aja yang mirip tapi jangan yang lainnya."

"Homo Erectus Palak lo, gak usah nyebut nama kembaran lo itu gua tau kok lo itu saudaraan sama dia."

"Enak aja lo ya gua cantik-cantik gini lo katain mirip Homo Erectus, pergi sono lo ganggu aja ah!"Putri melepas sepatu yang ia kenakan dan melempar kearah Bayu.

"Awss, WOYYY GILA ANAK SETAN GAK USAH LEMAPAR-LEMPAR ANJING!"

"Emang kapan anak setan lempar anjing Teng?"

"Tang teng tang teng palak lo bisulan ha? Nama gua Tengku bungkan Teng!"

"Ya santai aja kali gak usah ngegas jadi orang,"

"Gini nih kalau anak dajjal ngumpul berisik," celtuk Dandi.

"Lo dajjalnya,"ujar mereka serempak.

"Woyy lo pada ya bukannya salam kek ini malah bikin gaduh aja!"pekik Dinda yang sudah sangat kesala dengan tingkah laku teman-temannya.

"Assalamualaikum," Dinda menarapa cengoh kearah ke enam temannya yang sekarang malah asik mengobrak abrik barang-barang yang ada di villa.

"Salah apa coba gua punya temen ginian,"dengus Dinda.

Aris yang melihat hal itu hanya tertawa pelan, yang membuat Dinda lagi-lagi cengoh tapi kali ini dengan pipi yang merona.

Aris yang merasa di perhatikanpun menatap kearah Dinda, ia mengankat sebelah alisnya seakan mengatakan 'kenapa'

"Gak apa-apa, aku suka kamu ketawa."

Aris yang mendengar hal itu hanya nisa terkekeh dan mengusap kepala Dinda yang membuat Dinda semakin tidak karuan di buatnya.

"PACARAN TEROSSS,"

"DUNIA MERADA MILIK BERDUA CUY,"

"YANG LAIN NGONTRAK"

"KALAU GAK NUMPANG."

....

Setelah semuanya beres-beres pakaiannya, kini mereka berdelapan sedang mengadakan acara barbeque, ada yang nyanyi-nyanyi, tiduran dan kegiatan lainnya.

"Ehh Rus gua gak nyangka lo kalau ini lo, secarakan dulu lo itu gak banget iya gak sih?"kata Bayu mengawali pembicaraan.

"Hooh deh pangling gua jadinya,"Clarisa yang menatap takjub wajah Aris saat ini.

Dinda yang melihat hal itu lantas tidak segan melempar Clarisa dengan bantal yang tadinya ada dipangkuan.

"Lah kenapa lo main lempar aja kerjaannya,"sungit Mawar menggoda Dinda.

"Au ah,"Dinda beranjak dari tempatnya tadi duduk yang membuat semua orang tertawa karena kelakuannya.

"Apa-apaan sih sok cantik banget,"dumel Dinda dengan kesal.

Dinda terus mendumel dan menjauh dari para temannya, ia memilih berjalan di halaman depan Villanya yang menyejikan sebuah pemandangan indah.

Dinda berdiri di ujung jurang yang membuatnya bisa menatap lebih indah keindahan kelap-kelip lampu yang menghiasi kota.

Tempat ini adalah tempat favorit Dinda saat berkunjung, memang berbahaya tapi pemandangan yang ia dapatkan dari tempat itu sangatlah indah.

Dulu jika ia berlibur denga keluarganya papinya pasti akan mengomel tanpa henti dan terus menasihati Dinda agar tidak berada di ujung jurang itu.

Tapi dasarnya keras kepala ya mau gimana lagi, Dida tidak akan peduli ia akan terus berada di sana sepanjang malam.

Bugh!

"Akhh!"

"Tolong!" Dinda berteriak histeris saat dirinya berhasil menggapai sebuah akar.

"TOLONG! hikss."

Dinda terus menjerit meminta tolong tapi tidak ada satupun yang datang menolonginya karena posisi villa ini yang jauh dari kawasan penduduk dan juga teman-temannya berada di belakang tempat yang sangat jauh dari sini jadi sudah pasti mereka tidak mendengarnya.

"Hikss tolong!" Dinda mulai ketakutan tangannya mulai terasa lemas apa lagi saat ia melihat akar yang menjadi pegangannya itu akan putus.

Ia tidak mau jatuh ke sana, keringat dingin membanciri tubuh Dinda saat ini bahkan mukanya sudah sangat pucat.

"Akhh!"

StrunggleDie {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang