30

13 5 6
                                    

30
Rey keluar dari ruang rapat setelah semuah hal di dalam sana telah selesai, ia mengerutkan saat salah satu sahabatnya sedang duduk di salah satu sopa yang di sediakan di sana.

Ia dapat melihat kalau saat ini sahabatnya itu sednga merangkul seorang wanita yang sedang berbadan dua dengan mesra.

"Hai Rey," sapa pria itu dengan senyuman hangatnya.

Rey menatapa sahabatnya tidak terpercaya, dari mana asap senyuman itu, Cihh sebuah pencitraan yang klasik.

"Hai Yan," Rey menerima uluran tangan Fian dan mulai melakukan tos ala pria.

Kini atensinya beralih pada wanita yang ada di samping sahabatnya itu.

"Jangan mata lo," kata Fian tajam yang hanya di balas gerlingan mata pertanda malas.

"Siapa?" tanya Rey kepo.

"Istri gua," jawab Fian enteng sambil tersenyum kearah wanita itu.

"Istri? Kapan nikahnya lo?" tanya Rey dengan nada tidak teriman, pasalnya ia tidak pernah mendapatkan undangan apapun.

"2 bulan setelah keluar dari penjara," ujar Fian yang membuat Rey bertambah kesal.

"Lo hutang penjelasan sama kita," ujar Rey dan berlalu pergi dari kedua orang itu.

Rey memilih pergi kesalah satu kafe ternama di daerah Bandung dari pada harus melayani sahabatnya itu.

Sesampainya di kafe itu Rey langsung memesan makanan dan beberapa minuman yang tetsedia di kafe itu.

"Aduh, maaf uncle, aku gak sengaja." Rey menatap lekat anak kecil di depannya ini, mata yang anak itu miliki kenapa sangat mirip dengan mata sang kakaknya.

"Hemm tidak apa-apa, tapi apa kamu terluka?" tanya Rey sepontan.

"Gak kok, aku gak apa-apa, sekali lagi aku minta maaf ya Uncle." sesal anak kecil itu yang membuat Rey gemas.

Pipi gembul anak kecil itu memerah, matanya menyiratkan akan penyesalan dan mulutnya ia manyunkan.

Rey terkekeh saat melihat kelakuan anak kecil di hadapannya itu sangatlah lucu baginya.

"Uncle kenapa ketawa?" tanya anak kecil itu heran.

"Gak apa-apa, cuma gemes liat tingkah kamu aja." anak kecil itu menatap kesal kearah Rey yang mencubit pipinya.

"Gak boleh nyubit pipi Aku, ini punya Bunda." raju anak kecil itu.

"Benarkah, ya ampun uncle minta maaf ya," kata Rey yang di akhiri kekehan.

Rey dapat melihat kekesalan dalam diri anak itu yang membuatnya semakin gencar menggodanya.

....

Ryn terus mencari keberadaan anaknya yang menghilang tiba-tiba.

Ryn akhirnya dapat menemukan anaknya yang sesari tadi ia cari, tapi tatapan Ryn terpaku pada seseorang yang sedang berbicara pada anaknya

Pria itu? Apakah Ryn tidak salah melihatnya.

"Bundaaa!" Ryn tersadar dari lamunanya saat sebuah teriakan yang di susul dengan tubrukan pada bagian kakinya.

"Bunda tau, uncle itu tadi cubit pipi Eja kan gak boleh ya? Itukan punya bunda,"  Adu anak itu piada sang Bunda.

Dapat Ryn liat bahwa pria itu juga menegang saat melihat dirinya.

"Bunda, bunda dengar Eja ngomong gak?" tanya Reza dengan tangisnya.

Ryn menatap pada sang anak yang sekarang sudah menangis histeris di tempatnya.

"Bunda dengar kok, liat mana yang di pegang uncle itu." Reza menunjuk semua pipinya yang tadi Rey pegang pada sang bunda.

Cup

Cup

Cup

Cup

Cup

Cup

Kecupan bertubi-tubi Ryn berikan pada pipi gembul sang anak, yang membuat Reza terkekeh karena gal itu.

Reza memang tipe anak yang tidak suka di sentuh oleh siapapun terutama area wajah kecuali yang memegangnya adalah bundanya sendiri dia akan sangat senang apa bila itu bundanya dan sebaliknya jika orang lain ia akan menangis histeris.

Ryn menggendong tubuh gempal anaknya dan membawanya pergi dari jangkawan Rey.

Sedari tadi jantungnya berdegup dengan kencang, bukan karena salah tingkah tapi lebih kearah takut, ia tidak mau Rey melakukan hal buruk pada anaknya.

"Bunda kenapa?" tanya Reza yang melihat raut panik pada wajah bundanya.

"Bunda gak apa-apa kok, kamu kok pergi gitu aja bunda nyari-nyari loh dari tadi." Ryn dapat melihat raut penyesalan dari anaknya.

Selain anti di sentuh oleh orang lain, Reza itu juga merupakan anak yang tidak enakan, sopan dan bertanggung jawab sama apa yang ia perbuat.

"Maaf bunda Eja tadi  itu Eja bosan jadi Eja jalan-jalan biar gak  bosan." jujur Reza.

Maaf, terimakasih, tolong, jujur itu lah yang selalu Ryn tanamkan dalam diri putranya itu sejak dini.

Hingga kini putranya itu tidak pernah sungkat untuk meminta maaf, walupun itu hal kecil, dan akan mengucapkan tolong jika menginginkan dan membutuhkan sesuatu dari orang lain.

"Ya udah tapi janji ya jangan keluar dari kafe ini dan jangan gangu pelanggan," peringat Ryn yang di angguki semangat oleh sang putra.

"Iya bunda, tapi bunda Eja gak suka sama uncel itu masa ia dari tadi terus megang pipinya Eja padahal Eja udah bilang gak boleh," kata Reza dengan nada kesal.

Ryn menatap kearah putranya yang terus berceloteh tenta g ketidak sukaannya akan sosok Rey.

"Eza gak boleh gitu ya sayang, gak baik loh ngomong kayak gitu apa lagi uncel tadi lebih tua dari Eza," jelas Ryn hati-hati pada anaknya.

Ryn dapat melihat putranya yang memanyunkan bibir pertanda kalau dia sedang merajuk.

"Eza Allah itu gak suka loh sama orang yang pembenci dan pendendan, uncel tadi mungkin gemas sama Eza soalnya Eza bikin gemes," kata Ryn lagi.

Jangan kalian pikir Ryn melakukan hal ini karena Rey, ia cuma mengajarkan sama anaknya kalau membenci dan mendendam itu hal yang tidak baik dan di benci oleh Allah.

"Iya bunda maaf," sesal Reza

"Iya bunda tau anak bunda itu pinter."

StrunggleDie {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang