1

10.5K 655 63
                                    


Daerah perbatasan nampak selalu sepi, hanya terlihat beberapa mobil dan truk gandeng besar yang berlalu lalang dengan jarak yang lebar. Mobil Hitam itu melaju sedang hendak mengarungi daerah perbatasan Suna-Konoha.

Sudah dua hari sang pengemudi mendekam di Suna demi melebarkan sayap bisnis keluarganya. Sesuai perencanaan, seharusnya dia akan kembali esok hari bersama sekretarisnya. Namun rasa rindu dengan istri tercinta membuat sosok itu meninggalkan sekretarisnya untuk mengurus sisanya.

Laki-laki itu melirik kaca mobilnya dan menyugar pelan surai hitamnya. "Selalu tampan." Iris hitamnya beredar menikmati hijaunya Hutan Totoro, tepi barat perbatasan Konoha dan Suna.

Ia selalu melewati perjalanan dengan tidur lelap tanpa memerhatikan keindahan sekitar. Asri dan sedikit menyeramkan pikirnya. Kaki kanannya menginjak pedal rem mendadak hinga menimbulkan decitan kasar.

Laki-laki itu mengucek kedua matanya ketika menangkap sepotong tangan menyembul dari balik semak-semak pinggir jalan. Ia mengucek lagi dan potongan tangan itu masih ada. Mungkinkah korban pemerkosaan, lalu dibunuh, dimutilasi, dan potongan tubuhnya disebar ke penjuru Hutan Totoro.

Ia bergidik ngeri memikirkan pikiran nakal otaknya. segera mungkin ia merogoh ponselnya lalu menekan angka 110. Sekali lagi ia memerhatikan potongan tangan yang masih mulus tanpa goresan sedikitpun.

"Konichiwa, dengan kepolisian Konoha. Katakan apa yang terjadi dan kami akan segera melakukan yang terbaik."

"Tidak jadi."

Laki-laki itu memotong sepihak panggilan tersebut lalu beranjak keluar. Jantungnya berdetak cepat seiring langkahnya yang mendekati semak-semak. Alisnya mengernyit ketika ujung jarinya bersentuhan dengan kulit kenyal potongan tangan tersebut. Tanpa pikir panjang ia segera menyibak semak-semak untuk menuntaskan rasa penasarannya.

Srrek

"Astaga ya Tuhan."

Keterkejutan tak bisa di hilangkan dari iris hitamnya. Ia menarik napas panjang lalu menoleh ke belakang dan melirik kanan kiri ujung jalan. Sekiranya sepi ia segera membopong tubuh tersebut memasuki mobilnya.

Iris hitamnya memindai duplikat tubuh manusia yang membujur kaku di kursi penumpang. Siapa yang membuat dan membuang boneka seindah ini di semak-semak perbatasan. Sungguh kulitnya sangat lembut, entah berapa kadar silikon yang digunakan si produsen. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada kursi kemudi. Entah kenapa ia merasa seperti penjahat kelamin sekarang.

"Ingat kau punya istri manusia di rumah."

Laki-laki itu melajukan mobilnya dengan seringai jahil yang terlukis di paras tampannya.


***

Mobil itu berhenti di sebuah rumah minimalis berlantai dua dengan pagar hitam tinggi. Laki-laki itu berdecak sebal ketika tak ada sambutan yang berarti dari pemilik rumah sialan ini. Ia beranjak turun, mendorong pagar besi lalu membawa mobilnya memasuki pekarangan si pemilik rumah.

Tangan kanannya mengetuk brutal pintu kayu yang tak kunjung dibuka sembari sesekali melirik boneka cantik yang masih berdiri kaku. Ia kembali menekan handsfree telinga kanannya yang langsung disambut decakan sebal dari laki-laki sialan penghuni rumah.

"Sudah ku bilang jangan ganggu aku."

"Buka, ini penting bodoh."

"Tidak ada yang penting."

"Ini sangat penting karena menyangkut keperjakaan mu."

"Apa peduliku."

Laki-laki itu menggedor brutal dan sesekali menendang asal pintu kayu tersebut.

Obligasi [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang