Karna sudah keburu bete duluan, Lesia langsung saja pulang. Acara nginep Oliv dan Diana terpaksa dibatalkan, sebab Lesia mengaku ingin sendiri dulu. Padahal sih, gadis ini sedang bete maksimal gara-gara cowok yang bernama lengkap Albara Kenzie.
“Iish! Kok gue kesannya kayak cewek yang lagi uring-uringan sama pacarnya sih?! Kenapa gue badmood banget sekarang???” gadis ini tampak frustasi. Entahlah, seperti ada yang mengganjal hatinya. Seperti—kesal?
“Dia gak bilang good night gitu? Apa sweet dream gitu?! Ihhhh!” Lesia semakin kesal karna bisa-bisanya berfikiran seperti itu, ya mau gimana lagi? Abisnya hati Lesia gampang banget baper sih.
“Tapi buat apa juga dia nanya gitu ke gue kan? Pacar bukan, temen juga bukan. Teman masa kecil juga bukan.” gumamnya lagi sambil mengacak rambutnya.
Drrrt! Drrrt! Drrrt!
Ponsel yang berada di nakas bergetar menandakan telfon masuk, mau gak mau gadis ini mengangkat panggilan tersebut dengan ogah-ogahan.
“Halo?! Siapa si?! Gak tau apa gue lagi bete.”
“Oh lagi bete ya? Pasti gara-gara mikirin gue.”
Dengan secepat kilat Lesia melihat nama orang yang menelfonnya tadi, tapi hanya tertera nomor saja sepertinya ia belum save nomor orang ini.
“Ini siapa ya?” nada suara yang tadinya ketus langsung berubah menjadi lembut. Lesia gitu loh.
“Bara, Albara Kenzie. Kenapa? Belum save nomor gue? Save gih, siapa tau lo butuh, butuh pertolongan.” lagi dan lagi laki-laki itu membuat wajah gadis ini bertekuk.
“Heh! Gue punya banyak bodyguard! Bahkan ratusan! Lo gak usah sok, anak kemaren sore aja belagu.” dengan cepat gadis ini menutup sambungan telfonnya.
Namun lagi-lagi panggilan yang sama kembali menelfonnya. “Ooh gak gampang putus asa ternyata, oke! Gak bakalan gue angkat. Liat aja!” ucapnya mantab, gadis ini membuka MacBooknya, bodo amat dengan ponselnya yang terus berdering.
Di sebrang sana, laki-laki yang masih dengan senyum miringnya terus menghubungi gadis yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya. Memang tidak ada yang spesial pada gadis yang bernama Lesia Putri Ruby. Namun Bara akan sedikit memberi pelajaran untuk gadis songong itu.
“Ooh, lo gak ngangkat, kita pake cara yang kedua.” ucapnya lalu kedua tangannya bergerak lincah seperti menari-nari di atas keyboard. Rupanya laki-laki ini menghubungi Danil— papa Lesia.
“Halo om, saya Bara.”
“Oh, halo Bar! Kamu anak Chandra kan? Sudah besar ternyata kamu. Kenapa nih tiba-tiba nelfon om malem-malem?”
“Gini om, boleh Bara mencintai anak gadis om?”
Danil cukup lama terdiam di sebrang sana, namun kekehan kecil keluar dari mulut laki-laki paruh baya ini.
“Bara, kamu ini persis sekali seperti Chandra, papahmu. Apa alasan kamu ingin mencintai anak om?”
Bara terdiam beberapa detik, merangkai kata yang pas untuk ia sampaikan kepada Danil.
“Saya benar-benar sudah jatuh cinta dengan Lesia om, saya merasa ada debaran aneh setiap kali saya bertemu dengan putri om. Hanya itu yang saat ini saya rasakan om, jadi apa boleh saya mencintai sekaligus memacari anak om?” untuk kesekian kalinya Bara menghembuskan nafas sambil menjauhkan telfon dari bibirnya.
“Boleh, tapi ada satu syarat.” suara Danil terdengar kembali setelah beberapa menit terdiam.
“Apa om?”
“Jangan coba-coba kamu sakiti anak om, mau fisik ataupun hatinya. Sekali saja om mengetahui itu, kamu tau kan akibatnya?”
Dengan segera laki-laki ini menjawab dengan mantab tanpa ada keraguan sedikitpun padahal ia sedang mengikrarkan sebuah janji.
“Saya pastikan tidak akan menyakiti Lesia, fisik maupun hatinya, saya janji.”
“Baik. Janji kamu om pegang, jangan membuat om kecewa, Albara.”
See u next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
KETUA OSIS TERSAYANG
Novela JuvenilNEW VERSION! "Lo hanya murid baru jadi jangan bertingkah menyebalkan di depan gue." Albara Kenzie. Gila sekali dengan aturan, telat semenit bersihin gudang sampe bersih! Peristiwa sial itu menimpa gadis baru yang di sebut-sebut urat takutnya sudah...