"Lo gak tahu sakitnya ketika kita ada tapi tak dianggap ada. Lo juga gak tahu sakitnya ketika kita gak ada orang-orang malah bersyukur bukannya mencari"
~Nasha
*****
Nasha kini sedang duduk di balkon kamarnya sambil menatap bulan yang dikelilingi bintang. Nasha melamun. Dirinya berfikir keras, kesalahan apa yang dia perbuat hingga orangtuanya begitu tak menyukainya? Seingatnya dulu orangtuanya begitu menyayangi dirinya, hingga saat dirinya keluar dari rumah sakit ia langsung diantar ke Bandung dan tinggal disana hingga tamat SMP. Ah, Nasha menatap bulan penuh iri karna bulan dikelilingi banyak bintang.
"Bulan, lo itu gak ada apa apanya dibanding matahari tapi kenapa malah lebih banyak yang menyukai lo? Lo itu cuma bola besar yang penuh lubang! Lo itu bola termanja dan terburuk yang pernah gue lihat. Lo gak bisa melakukan apapun sendirian. Bahkan untuk menunjukkan keberadaan lo aja, lo butuh bantuan cahaya matahari biar orang orang bisa lihat lo di gelap malam. Tapi lo lihat sekarang! Bintang lebih memilih menampakkan diri bersama sama dengan lo daripada sama matahari, orang orang lebih banyak memuji lo dibanding matahari." Nasha menatap sengit kearah bulan. Tapi, tak lama tatapannya meredup. Menunjukkan rasa sakit.
"Lan, lo gak tahu sakitnya ketika lo ada tapi dianggap gak ada. Lo gak tahu sakitnya disaat lo disaat kita gak ada orang orang malah bersyukur bukan mencari. Gue sama kayak matahari, lan. Matahari kalau gak muncul gak bakal dicariin. Tapi, bulan kalau gak ada pasti orang orang pada bilang 'langit sepi banget ya'. Ah, beruntungnya jadi lo," Nasha tersenyum sendu.
Drrt Drrt Drrt
Nasha tersentak saat ponselnya berbunyi. Ia dapat melihat nama Zana tertera di layar ponselnya. Tanpa pikir panjang Nasha menekan tombol hijau dan menariknya keatas untuk menjawab panggilan Zana.
"NANAS MY BESTIE FOREVER!!!! HUAAAA NANASSS!!" Nasha tersentak kaget mendengar teriakan Zana.
"Apasih Zan, astaga bikin kaget aja lo!" Nasha bisa melihat sahabatnya tertawa kencang lewat telfon video itu.
"Hehe, sorry My Nanas. Nas, lo mau tahu gak?"
"Nama gue Nasha! Tahu apaan?" Tanya Nasha dengan kesal.
"Gue gak suka sekolah disini. Gak asik kalau gak ada lo. Di sini gue kesepian banget." Rengek Zana.
"Ciee kangen sama gue ciee" Goda Nasha.
"Iya gue kangen banget sama Nanas gue yang satu ini. Emang lo gak kangen apa sama gue?" Sungut Zana.
"Hahaha, kangen lah masa enggak sih"
"Jadi, gue kemarin ngerengek ke bokap buat bilang pindah sekolah ke sekolah yang sama dengan lo. Awalnya bokap gak setuju, tapi setelah gue bujuk mau deh." Cerita Zana dengan girang.
"Loh? Ntar lo tinggal sama siapa?"
"Sama tante. Gue punya tante di Jakarta. Adiknya mama gue. Tante gue punya anak cowok seangkatan sama lo disekolah yang sama dengan lo."
"Oh, iyakah? Namanya siapa?" Tanya Nasha.
"Gue lupa. Gue gak kenal juga sama dia. Soalnya setiap acara keluarga dia doang yang gak pernah dateng. Gue kasihan sama dia. Kata mama gue, tante sama om gue tuh gak peduli sama dia. Jadi, dia kayak brokenhome gitu." Jelas Zana.
"Loh? Kok bisa? Trus kalau keluarga lo udah tahu kenapa masih di biarin?"
"Masalahnya, bukan cuma tante sama om gue doang yang gak suka sama dia. Saudara mama yang lain bahkan kakek sama nenek aja gak suka sama dia. Mama gue doang yang netral. Mama gue pengen nunjukin kalau mama gak benci sama dia, tapi dia gak pernah dateng setiap acara keluarga. Bahkan kalau acaranya dirumah dia, dia gak pernah dirumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
For The Last
General FictionSlow update ••••••••••••••• "Adakah hal yang begitu kamu nantikan disetiap waktumu?" "Ada," "Apa itu?" "Bahagia." ••••••••••••••• Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis dan seorang pria yang begitu mengharapkan kebahagiaan. Dunia begitu sempi...