18. Dialah Alan

12K 2.3K 407
                                    

Sesama muslim adalah saudara. Sudah tugas kita untuk mencegahnya berbuat keburukan dan menunjukkannya jalan yang lurus. Mengingatkannya saat lupa dan menasehatinya saat berbuat salah.

~HASEIN~
Adelia Nurahma

"Pulang!"

Syila dengar. Hanya saja ia tak percaya dengan ucapan Hasan barusan. Apa coba maksudnya nyuruh-nyuruh pulang?

"Kurang jelas? Oke, gue ulang. Ayo pulang, Arsyila!" tegas Hasan, penuh penekanan pada kalimat terakhir.

"Lo gak usah ngatur-ngatur gue!" tukasnya, sambil menunjuk dada Hasan sengit, yang sebenarnya nampak lucu karena jarinya bahkan tak terlihat sebab tertutup jaket kedodoran itu. "Ngapain juga orang sok suci kaya lo ada di sini?!" sindirnya kemudian, lalu melipat kedua tangannya di atas perut.

Hasan mengerjap. Dari kalimat itu, kini ia mengerti apa tujuan Tuhan membawanya ke sini. Jadi... Begitu yah. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, yang malah lebih terlihat seperti smirk hingga membuat Syila semakin kesal.

"Gue gak peduli sekalipun lo mau lapor ke bokap gue," ujarnya, sambil menurunkan kembali resleting dari jaket yang sangat kebesaran di tubuhnya itu. Jaket itu bahkan sampai mencapai lutut, membuat tubuh Syila tenggelam dan parfumnya berbaur dengan parfum Hasan.

"Lapor aja sana!" lanjutnya, sambil hendak melepas jaket itu kembali. Namun seakan Hasan tak mendengarkan omelan Syila, lelaki itu kembali memerintah, "Jangan dilepas!"

Syila mendengus, namun anehnya ia menurut. Lalu kembali menuding Hasan dengan jemarinya yang tenggelam dalam lengan jaket panjang itu.

"Lo tuh—"

"Bener. Gak seharusnya gue ada di sini. Tapi kenyataannya sekarang gue ada di sini."

Syila mengerjap tak mengerti dengan kalimat ambigu yang Hasan ucapkan. Apa coba maksudnya? Malam ini Hasan benar-benar aneh.

"Lo mau masuk ke sana, kan?" tanya Hasan, sambil menunjuk ke arah club bernama Heaven itu. Syila tak menjawab, namun Hasan tahu kalau diamnya adalah iya. Betapa inginnya Hasan menyeret Syila sekarang, tapi ia tahan. Mengingat sebuah hadits dari riwayat Thabrani yang berbunyi, "Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya." membuat Hasan tak berani bertindak sejauh itu.

"Gue gak bisa biarin lo masuk karena gue ada di sini."

Syila menyela dengan nada tinggi, "Lo gak ada hak buat—"

"Gue punya hak!" Namun Hasan lebih tegas, membuat Syila kembali bungkam dan ciut.

"Gue rasa lo juga bantuan yang Allah kirim."

Syila semakin bingung. Bibirnya yang mengerucut karena kesal belum hilang, dan kini alisnya semakin bertaut dalam. Sudah kesal ditambah heran. Jadilah seperti itu. Bukannya seram malah terlihat menggemaskan. Apalagi kini rambut panjangnya terkepang tinggi, seperti anak SD yang baru di kepang ibunya.

"Pinjem hp," ucap Hasan. Yang malah lebih terdengar seperti perampok daripada orang mau pinjam.

"Ha?" Jelas saja Syila semakin kebingungan. Abis marah-marah dengan tidak tahu malu dan tidak tahu dirinya dia pinjem hp. Apa-apaan lelaki ini?

"Bawa hp kan?"

"Bawa."

Hasan menengadahkan tangannya. "Pinjem."

Hasein [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang